Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Waktunya Industri Dirgantara Kita Berguru ke Tiongkok
15 Maret 2024 14:16 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Besaran pasar penerbangan penumpang komersial tumbuh pesat dalam beberapa tahun belakangan. Data Passenger Aircrafts Global Market Report 2024 memperkirakan tingkat pertumbuhan gabungan (CAGR) akan naik 27,6% dari USD97,26 miliar pada 2023 menjadi USD124,06 miliar pada 2024.
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan bersejarah di dunia kedirgantaraan ini akan mampu berkontribusi buat pertumbuhan ekonomi global, meningkatkan populasi kelas menengah, ekspansi industri pariwisata, liberalisasi angkutan udara, serta efisiensi.
COMAC sebagai produsen pesawat milik Tiongkok tampaknya sudah siap menyambut tantangan itu. Mengapa? Karena sejak didirikan pada 2008, COMAC sudah menelurkan dua tipe pesawat jet untuk penerbangan penumpang komersial.
ARJ21 yang merupakan pesawat jet narrow-body dengan jangkauan terbang jarak pendek berkapasitas 70-105 kursi, mulai melayani penumpang sejak 2015. Setelah itu COMAC membuat C919 – pesawat jet berbadan kecil dengan jangkauan terbang jarak menengah berkapasitas 150-190 tempat duduk yang telah mengudara sejak 2023.
Kelahiran C919 yang untuk pertama kalinya mengudara di luar Tiongkok pada Singapore Airshow 2024 terbilang menyita perhatian publik. Pasalnya, C919 dibuat untuk menyaingi keperkasaan dua jet penumpang terlaris di dunia, yakni Boeing 737 (Max) serta Airbus A320/321 (neo).
Guna bersaing dengan dua jet penumpang terlaris di dunia tersebut, Aviation Week & Space Technology menyebutkan bahwa anggaran pembuatan C919 (sejak desain, prototipe, hingga layak terbang) diperkirakan mencapai USD20 miliar.
ADVERTISEMENT
Sejauh ini pangsa pasar C919 didominasi penggunaan dalam negeri, karena belum mendapat sertifikasi terbang di luar Tiongkok. Namun teraktual, Tibet sudah memesan 40 unit varian high-altitude. Pemesanan dari Tibet tersebut setidaknya menandakan bila kemajuan teknologi penerbangan Tiongkok telah diakui dan merupakan langkah awal ekspansi bisnis mereka.
Mampukah Indonesia mengikuti jejak Tiongkok membuat C919? Jawabannya pasti bisa. Karena Indonesia harus naik kelas, dari pembuat pesawat baling-baling ke pembuat pesawat jet komersial berteknologi tinggi.
Untuk desain pesawat, pada desainer di PT Dirgantara Indonesia bisa mendapat bantuan dari super komputer – sama halnya dengan pembuatan C919. Faktanya pesawat tersebut masih menggunakan mesin jet, sistem, serta banyak komponen lainnya yang dipasok dari pabrikan global yang juga memasok pesawat Boeing dan Airbus. Satu kelebihan PTDI, saat ini telah memproduksi komponen, peralatan, dan perlengkapan pesawat untuk Airbus A320/321/330/350/380.
ADVERTISEMENT
Namun bicara membuat pesawat jet komersial, tentu bicara dana. Anggaran pembuatan C919 (sejak desain, prototipe, hingga layak terbang) saja menelan USD20 miliar. Di sinilah peran pemerintah dan keberpihakan ke industri dalam negeri menjadi penting. Indonesia merupakan negara keempat dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, di bawah India, Tiongkok, dan Amerika Serikat menurut Worldometers. Melihat letak geografisnya yang merupakan negara kepulauan, Indonesia adalah negara yang lebih membutuhkan angkutan penerbangan (baik penumpang komersial maupun barang) ketimbang tiga negara tadi.
Karena meningkatnya investasi infrastruktur, upaya untuk menghubungkan kota-kota sekunder dengan pusat-pusat penerbangan penting, dan meningkatnya jumlah perjalanan udara, terutama akibat meningkatnya populasi kelas menengah di negara-negara berkembang, belanja global untuk pesawat komersial diperkirakan akan terus meningkat.
ADVERTISEMENT
Besaran pasar penerbangan penumpang komersial diprediksi meroket dalam beberapa tahun mendatang. Data Passenger Aircrafts Global Market Report 2024 memperkirakan tingkat pertumbuhan gabungan (CAGR) akan naik pada 2028 mencapai 5,9% di angka USD158,31 miliar.
Di sinilah COMAC muncul – yang menurut analis penerbangan dunia berupaya membangun pesawat komersial sendiri untuk mengurangi ketergantungan Tiongkok – negara berpenduduk 1,4 miliar jiwa – terhadap produsen barat plus mendapat keuntungan kompetitif dari pasar yang super seksi ini, di mana sejauh ini mereka sudah menerima 1000 pesanan dari berbagai operator dan bisnis meski mayoritas dari dalam negeri.
Tiongkok sudah punya COMAC dengan C919 sebagai ujung tombak bersaing di bisnis penerbangan komersial. AS – negara berpenduduk 340 juta jiwa memiliki Boeing. India – negara berpenduduk 1,4 miliar jiwa dengan Hindustan Aeronautics-nya sedang membangun prototipe.
ADVERTISEMENT
Indonesia – negara dengan jumlah penduduk 280 juta jiwa – sebenarnya sudah lebih dahulu memproduksi pesawat udara, saatnya pemerintah mendukung rencana membuat pesawat jet penumpang komersial yang bisa dimulai dari kelas sub100 seater.
Apakah Indonesia bisa mempersiapkan dana minimal USD20 miliar (sekitar Rp310,2 triliun) – seperti biaya yang dibutuhkan untuk membuat C919 dari desain hingga layak terbang?
Kembali lagi ke peran pemerintah dan keberpihakan terhadap industri dalam negeri. Patut diingat bila Indonesia memiliki APBN. Jika masih dinilai kurang, segala sumber wajib kita manfaatkan dan para stakeholder mesti bekerja sama, misalnya saja dengan mengajak sektor pembiayaan mulai dari perbankan, pemberian fasilitas substitusi impor sampai ke format penjaminan pemerintah. Selain itu, dalam 10 tahun terakhir pemerintah kita memiliki rekam jejak untuk bernegosiasi dengan berbagai pihak terkait sumberdaya alam, mulai dari pengambilalihan saham seperti Freeport dan Vale, penetapan keharusan hilirisasi maupun perlindungan hasil sawit.
ADVERTISEMENT
Hal ini, walaupun agak terlambat juga bisa diterapkan di bidang penerbangan, sama seperti Tiongkok dan Singapura, kita bisa mengharuskan perusahaan manufaktur besar pesawat dan mesin untuk membuat fasilitas produksi di Indonesia dan bekerja sama dengan industri dalam negeri untuk membangun industri pesawat udara. Semuanya pasti yakin, tidak ada yang mustahil demi kebanggaan Merah Putih di dunia internasional.