Kebohongan Dwi Hartanto dan Sebutan The Next Habibie

8 Oktober 2017 10:12 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dwi Hartanto dan B.J. Habibie. (Foto: Dok. Pribadi Dwi Hartanto)
zoom-in-whitePerbesar
Dwi Hartanto dan B.J. Habibie. (Foto: Dok. Pribadi Dwi Hartanto)
ADVERTISEMENT
Ilmuwan Indonesia yang tinggal di Belanda, Dwi Hartanto, disanjung sebagai “Penerus Habibie”. Klarifikasi lewat pernyataan tertulis oleh mahasiswa S3 Technishe Universiteit Delft terkait latar belakangnya, pekerjaannya, dan karya-karyanya membalikkan kisah hebat Dwi Hartanto yang disebut sebagai pewaris kiprah BJ Habibie di dunia kedirgantaraan.
ADVERTISEMENT
Dwi adalah salah satu orang Indonesia yang awalnya dianggap punya capaian luar biasa untuk disandingkan dengan BJ Habibie. Pada pertengahan 2015, Dwi muncul di media massa atas karyanya di dunia aeronautika karena disebut menciptakan Satellite Launch Vehicle/SLV (Wahana Peluncur Satelit, red) dengan teknologi termutakhir yang disebut The Apogee Ranger V7s (TARAV7s).
TARAV7s hanya satu dari sekian cerita prestasi seorang Dwi di dunia kedirgantaraan. Ia disebut memiliki 5 hak paten di bidang kedirgantaraan. Dwi juga disebut tengah terlibat proyek pembuatan Eurofighter Typhoon Defence, pesawat tempur generasi terbaru. Ia seperti kisah diaspora jenius Indonesia yang dihempaskan di negeri sendiri tapi diagungkan di negeri orang. Sejak saat itulah, namanya bersliweran dan dianggap penerus Habibie.
ADVERTISEMENT
Pertemuannya dengan Habibie terjadi pada awal Desember 2016 ketika Presiden ketiga Republik Indonesia tersebut berkunjung ke Belanda. Kepada media, ia mengaku bahwa Habibie lah yang pertama kali mengajak bertemu.
Dwi mengaku perbincangannya dengan Habibie kala itu terkait pemajuan pendidikan tinggi di Indonesia. Pria asal Yogyakarta ini mengaku mendapat jaminan dari Habibie bahwa ia tidak akan mendapat rayuan pindah kewarganegaraan oleh pemerintah Belanda.
Rayuan pemerintah Belanda tidak lepas dari kegiatan penelitiannya yang masuk ke isu yang sangat strategis. Meski warga negara asing, kemampuannya disebut layak untuk menangani proyek prestisius jika melihat ceritanya yang menangani berbagai proyek dari Kementerian Pertahanan Belanda, European Space Agency (ESA), NASA, Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA), serta Airbus Defence.
ADVERTISEMENT
Namun lampu sorot itu menunjukkan pentas yang palsu. Kisah seorang Dwi sang penyandang gelar sebagai penerus Habibie tidak sekemilau kelihatannya. Hal ini terungkap dari Surat Klarifikasi Dwi yang berisi permohonan maaf karena pemberitaan berlebihan yang muncul selama ini.
“Saya mengakui bahwa kesalahan ini terjadi karena kekhilafan saya dalam memberikan informasi yang tidak benar (tidak akurat, cenderung melebih-lebihkan), serta tidak melakukan koreksi, verifikasi, dan klarifikasi secara segera setelah informasi yang tidak benar tersebut meluas,” tulis Dwi melalui keterangan tertulis yang diterima kumparan (kumparan.com) pada Minggu (8/10).
Dwi Hartanto (Foto: PPI Delft)
zoom-in-whitePerbesar
Dwi Hartanto (Foto: PPI Delft)
Dwi mengakui bahwa pertemuannya dengan Habibie terlaksana setelah dirinya mengajukan ke pihak KBRI Den Haag. Hal ini bertolak belakang dengan pengakuannya di media bahwa pihak Habibie mengajukan permintaan ke dirinya. Meski akhirnya pertemuan dengan Habibie benar-benar terlaksana pada Desember 2016.
ADVERTISEMENT
Topik pembicaraan soal tawaran kewarganegaraan dari Pemerintah Kerajaan Belanda juga diklarifikasi oleh Dwi. Pemerintah Belanda tidak pernah sekalipun membujuknya menjadi warga negara, sebagaimana yang ia bicarakan dengan Habibie.
Poin terpenting dari klarifikasi ini adalah pelurusan aktivitas akademik Dwi Hartanto. Dwi tidak membenarkan karya buatannya seperti wadah peluncur roket TARAV7s dan seabrek aktivitas di organisasi mentereng.
Dalam keterangan tertulis tersebut, Dwi menyatakan bahwa roket TARAV7s yang ia buat dengan warna merah dan putih tidak pernah ada. Roket yang sempat diberitakan sebagai proyek yang difasilitasi oleh Kementerian Pertahanan Belanda dan berhasil diluncurkan pada 5 Juni 2015. Kenyataannya, roket yang Dwi buat hanyalah roket proyek roket amatir mahasiswa yang diberi nama DARE Cansat 7V.
ADVERTISEMENT
Pria yang tengah menyelesaikan studi doktoralnya ini menyatakan kekeliruan informasi bahwa dirinya banyak terlibat di proyek kedirgantaraan prestisius yang ada di Eropa. “Tidak benar bahwa riset saya menggarap bidang national security Kementerian Pertahanan Belanda, ESA (European Space Agency), NASA, JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency), serta Airbus Defence,” tulis Dwi.
Bahkan, Dwi sendiri tidak pernah menjalani studi tentang kedirgantaraan sejak S1 hingga program doktoral. Dwi mendapat ijazah S1 dari Program Teknologi Informatikan, Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta pada tahun 2005.
Program Master S2 ia jalani di TU Delft, Faculty of Electrical Engineering, Mathematics and Computer Science, dengan judul thesis berjudul "Reliable Ground Segment Data Handling System for Delfi-nJXt Satellite Mission", yang selesai pada Juli 2009. Topik inilah yang membuat bersinggungan dengan satelit dan roket. Dwi kemudian melanjutkan program doktoral di bidang Interactive Intelligence (Departemen Intelligent Systems).
ADVERTISEMENT
Habibie sendiri sebelum menduduki posisi penting di pemerintahan Republik Indonesia dikenal sebagai tokoh yang menonjol dalam kedirgantaraan internasional. Ilmu dirgantara mengenal Teori Habibie, Fungsi Habibie, dan Faktor Habibie yang berperan penting dalam pengembangan kontstruksi pesawat menjadi lebih ringan. Habibie juga memperoleh Theodore van Karman sebagai anugerah tertinggi bagi pakar konstruksi pesawat terbang.
Atas tindakannya, Dwi telah menjalani sidang kode etik oleh TU Deflt terkait informasi-informasi tentangnya yang telah sampai kepada mereka pada 25 September 2017. “Hingga klarifikasi ini saya sampaikan, TU Delft masih berada dalam proses pengambilan sikap/keputusan,” tulis Dwi.
Pada bagian akhir klarifikasinya, Dwi mengucapkan permohonan maaf.
Saya mengucapkan permohonan maaf sebesar-besarnya pada semua pihak yang telah dirugikan atas tersebarnya informasi-informasi yang tidak benar terkait dengan pribadi, kompetensi, dan prestasi saya.
ADVERTISEMENT
Saya mengakui dengan jujur, kesalahan/kekhilafan dan ketidakdewasaan saya, yang berakibat pada terjadinya framing, distorsi informasi, atau manipulasi fakta yang sesungguhnya secara luas yang melebih-lebihkan kompetensi dan prestasi saya.
Saya sangat berharap bisa berkenan untuk dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya.
Untuk itu saya berjanji:
1. Tidak akan mengulangi kesalahan/perbuatan tidak terpuji ini lagi,
2. Akan tetap berkarya dan berkiprah dalam bidang kompetensi saya yang sesungguhnya dalam sistem komputasi dengan integritas tinggi,
3. Akan menolak untuk memenuhi pemberitaan dan undangan berbicara resmi yang di luar kompetensi saya sendiri, utamanya apabila saya dianggap seorang ahli satellite technology and rocket development, dan otak di balik pesawat tempur generasi keenam.
kumparan masih terus mencoba menghubungi Dwi Hartanto dan sejumlah pihak terkait untuk memperoleh gambaran lebih jelas mengenai skandal ini.
ADVERTISEMENT