Mengatur Harta Karun Laut Nusantara

20 Januari 2017 18:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Flor de la Mar yang tenggelam di Laut Jawa. (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
Dahulu, tidak semua penjelajah samudera beruntung mencapai garis pantai Nusantara. Cuaca buruk kadang menghadang. Akibatnya, kapal mereka --yang belum dilengkapi navigasi modern seperti saat ini-- karam seisinya.
ADVERTISEMENT
Saat ini, berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, terdapat 463 titik harta karun yang tersebar di perairan Indonesia. Harta karun bawah laut itu tentu saja dapat membangkitkan kerakusan karena nilainya yang kerap menggiurkan. Aturan mutlak mesti dibuat.
Penyelam mengambil harta karun bawah laut (Foto: Dok. Dirjen PRL KKP)
Pemerintah pernah selangkah di belakang seseorang bernama Michael Hatcher. Pemburu harta karun bawah laut asal Australia itu berhasil meraup jutaan Dolar AS dari penyelamannya di berbagai daerah di Indonesia.
Kini, harta karun bawah laut bernilai sejarah diklasifikasikan pemerintah Indonesia sebagai Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT). Hal-hal terkait dengannya secara tegas juga dipayungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
Pasal 4 ayat 1 UU 5 tahun 1992 mengatur, harta karun dalam laut menjadi barang milik negara. BMKT berhak melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya layaknya cagar budaya. Selanjutnya, pemerintah Indonesia mengeluarkan aturan khusus lewat Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2009 soal Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam.
ADVERTISEMENT
Maka terbentuklah panitia nasional yang bertanggung jawab secara teknis terhadap BMKT, terutama bagian observasi dan pengangkatan.
Harta karun bawah laut yang diangkat ketika BMKT (Foto: Istimewa)
Pengangkatan BMKT membutuhkan biaya mahal sehingga memungkinkan bagi pihak swasta untuk mengajukan izin survei. Swasta hadir untuk menjawab kebutuhan pengelolaan kekayaan bawah laut Indonesia secara profesional. Itu menurut peraturan. Namun aturan itu mengandung celah. Perusahaan jasa dengan spesialisasi pengangkatan kapal harta karun, kadang melakukan penipuan.
Berdasarkan regulasi baru lewat UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, pemerintah memiliki tugas melakukan konservasi terhadap cagar budaya.
Kebaruan yang ditawarkan UU tersebut adalah penekanan terhadap prinsip konservasi dan penetapan lokasi kapal tenggelam BMKT sebagai lokasi cagar budaya. Dengan demikian, BMKT tak hanya lekat dengan barang berharga, namun juga sebuah identitas kebudayaan.
ADVERTISEMENT
Di dunia, norma yang belaku merunut pada Underwater Cultural Heritage yang dikeluarkan Badan Kebudayaan Dunia (UNESCO). Konvensi tahun 2001 mengharuskan underwater cultural heritage dikelola dengan baik tanpa sedikit pun diperdagangkan.
Secara umum, peraturan perundang-undangan banyak menyinggung soal konservasi BMKT. Namun semua itu tak berjalan mulus. Peraturan pemerintah sebagai panduan pelaksana teknis belum disepakati hingga saat ini, sedangkan kapasitas teknis juga tak mumpuni.
Harta Karun Bawah Laut milik KKP (Foto: Wiji Nurhayat)
Gelimang harta BMKT bagai fana belaka. Bab IV Pasal 15 UU Cagar Budaya soal kepemilikan, rawan diselewengkan. Sehingga, sangat mungkin bagi pemilik perseorangan untuk memanfaatkan celah guna mengelabui pemerintah. Ini bisa berakhir pada komersialisasi BMKT, dan hasilnya tidak masuk ke rekening pemerintah.
Khusus untuk BMKT, konservasi memaksa pemerintah mengeluarkan biaya dan tenaga yang besar.
ADVERTISEMENT
Bambang Sulistyanto dari Badan Arkeologi Nasional mengungkapkan betap sulit dan mahalnya pelaksanaan konservasi BMKT.
Pemerintah bak kalah sebelum bertanding, sebagaimana proses kurasi literatur soal BMKT masih amat minim.
“Sampai saat ini kita belum melakukan underwater archeologist yang sesungguhnya, hanya sebatas pelatihan,” kata Bambang saat dihubungi kumparan.
Ia mencontohkan kerumitan proses konservasi pada kasus biaya sewa kapal dan penyelam yang untuk satu hari bisa mencapai Rp 50 juta lebih.
“Misalnya (saat melakukan survei BMKT) di Danau Mentano, penyelam nyelam sampai tiga jam lalu naik, selang waktu tiga jam baru turun lagi, itu buang waktu dan buang biaya juga,” cerita Bambang.
Beban biaya tak berhenti di penyelaman, tapi juga untuk menghilangkan kadar garam dari benda-benda yang diangkut dari laut itu.
ADVERTISEMENT
"BMKT enggak langsung dijemur setelah diangkat. Ada proses laboratorium sehingga biayanya mahal.”
Penyelam BMKT dan harta karun (Foto: Dok. Dirjen PRL KKP)
Indonesia juga masih kewalahan untuk menjaga lautnya dari para pemburu harta karun.
“Karena konsekuensi dari meratifikasi (Konvensi UNESCO 2001) itu adalah menjaga barang dari pencurian, dan kita belum mampu,” kata Bambang.
Jelas Indonesia masih mengalami masalah dalam mengelola BMKT.
Maka, moratorium Panitia Nasional BMKT oleh Menteri KKP Susi Pujiastuti diterapkan karena Indonesia cukup sering dikelabui pihak swasta. Pemerintah sebagai regulator dan otoritas gagap melaksanakan kewajibannya.
Peningkatan kemampuan pemerintah serta regulasi hukum untuk mengatur pelaksanaan pengelolaan BMKT harus dilakukan agar Indonesia terhindar dari kerugian besar.