Bank Umum Terekspos Penurunan Rupiah

Argi Harianto
Product Manager, keen world traveler, keyboard warrior and armchair economist.
Konten dari Pengguna
10 September 2018 18:28 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Argi Harianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS (USD/IDR) telah menekan pemerintah untuk bertindak demi mencegah pemerosotan kurs lebih lanjut. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) impor guna meredam demand atas beberapa barang konsumsi impor.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Bank Indonesia juga meneruskan aktifitas Open Market Operations guna menurunkan yield Surat Berharga Negara. BI juga mengumumkan posisi cadangan devisa yang cukup kuat dengan saldo sebesar USD 117,9 miliar pada akhir Agustus 2018, yang cukup untuk menutup 6,8 bulan nilai impor negara.
Dengan membandingkan rasio ini terhadap standar kecukupan internasional untuk rasio devisa yaitu sebesar 3 bulan nilai impor negara (import cover), BI seolah ingin menunjukkan kepada market bahwa mereka memiliki intensi beserta kapasitas tinggi untuk intervensi tambahan apabila diperlukan. (Padahal, menurut riset IMF tidak ada basis data empiris yang menyatakan standar kecukupan rasio import cover ini sesuai). Yang pasti, rasio import cover negara terus menurun di Q2 2018, sebesar 10,4% qoq atau 19,8% yoy, dilansir dari Laporan Balance of Payments BI.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, dampak penurunan kurs Rupiah akan terus dirasakan di seluruh kalangan masyarakat dan pelaku usaha. Dunia perbankan adalah salah satu segmen industri yang paling terpengaruh nilai tukar dolar terhadap Rupiah, baik melalui pelemahan dari sisi portofolio kredit maupun struktur pendanaan (funding cost) bagi Bank atau entitas anaknya yang melakukan borrowing dan/atau bond issuance dalam valuta asing. Dalam tulisan ini, kami menganalisa dampak penurunan nilai Rupiah terhadap portofolio kredit bank BUKU III dan IV. Sedangkan kenaikan cost-of-fund serta potential impact-nya terhadap masyarakat luas akan dibahas dalam kesempatan lain.
BUKU merupakan singkatan dari Bank Umum Kegiatan Usaha, yang mengategorikan semua bank umum dari BUKU I – IV berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 (yang kemudian dikukuhkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2016) sbb:
ADVERTISEMENT
Bank dengan status BUKU III dan IV merupakan bank-bank terbesar di Indonesia, dan paling terekspos terhadap penurunan nilai tukar Rupiah. Untuk memahami potensi risiko pelemahan Rupiah, kami melihat dua metrik: Posisi Devisa Neto (PDN) dibanding Total Modal dan Rasio Kredit Valas untuk Bank BUKU III dan IV. Posisi Devisa Neto menunjukkan nilai total (net-off) dari catatan aset dan liabilitas valuta asing, yang dibandingkan dengan Total Modal (Tier I & Tier II Capital). Rasio Kredit Valas adalah persentase dari portofolio kredit Bank dalam mata uang asing.
Apa kesimpulan dari data di atas?
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, walaupun terdapat beberapa going concern, posisi perbankan saat ini tergolong baik dan sama sekali tidak dapat dibandingkan dengan posisi saat krisis moneter 1998. Lalu bagaimana dengan status PT Bank OCBC-NISP? Walaupun kondisi mereka cukup mengkhawatirkan, namun komposisi portofolio kredit valas bukan faktor satu-satunya kualitas kredit Bank. Dalam waktu dekat, kami akan melakukan ulasan yang in-depth mengenai Bank OCBC-NISP serta outlook-nya ke depan. Watch this space!