Road Trip Kumparan; Memoar Savana Bekol, Pantai Bama, Mbok Nah dan Osingdeles

Ari Ulandari
Kadang kita tidak sadar bahwa kalimat-kalimat sederhana dapat sangat mempengaruhi hidup seseorang
Konten dari Pengguna
14 Februari 2018 12:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ari Ulandari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hari kedua road trip diisi dengan perjalanan dalam kota. Setelah menjajal kemampuan All New Toyota Rush dalam perjalanan jarak jauh, kini saatnya menikmati kombinasi perjalanan antara kota, hutan, dan pantai.
ADVERTISEMENT
Sesuai rencana, perjalanan akan dimulai pada pukul 07.30. Aku ingin sedikit melihat-lihat sekeliling Hotel Santika, oleh sebab itu aku memutuskan turun ke lobi lebih awal yakni pukul 06.10. Sayangnya rencana itu gagal terlaksana akibat rayuan maut beragam hidangan yang tersedia di resto hotel. Akhirnya aku hanya sibuk mencicipi satu per satu hidangan yang ada mulai dari susu, berbagai menu sarapan ringan, hingga buah segar.
Tampaknya banyak teman-teman yang kelelahan, sehingga jadwal keberangkatan menjadi sedikit molor hingga pukul 08.00. Dua di antaranya bahkan tidak sempat sarapan. Kendati demikian jangan berprasangka buruk dulu dengan keterlambatan mereka. Ternyata salah satu dari teman kita yang kesiangan tersebut telah menyelesaikan satu video perjalanan. Bravo! Hard worker!
ADVERTISEMENT
Selain teman-teman baru dan pengalaman baru, di sini aku juga menemukan semangat baru. Ini adalah untuk pertama kalinya aku melihat langsung bagaimana para penggiat media beraksi. Aku memang beberapa kali mengikuti pelatihan media dan jurnalisme, tapi semuanya hanya teori dan praktik terbatas saja. Kali ini aku berkesempatan melihat talenta-talenta muda ini berkarya.
Aku bisa melihat di depan mataku bagaimana para fotografer profesional mengambil gambar dan bagaimana para vlogger aktif tidak melewatkan sedikitpun kesempatan-kesempatan yang ada untuk menghasilkan cerita bergerak yang seru dan menarik. Terima kasih teman-teman sekalian atas inspirasinya.
Setelah semuanya siap. Formasi rangkaian konvoi kembali disusun, namun kali ini tanpa pengawalan dari pihak kepolisian. Hal ini berarti tidak ada lagi jaminan keselamatan saat melakukan contra flow. Akibatnya ketika melakukan contra flow, terkadang koordinasi lewat handy talky akan terdengar lebih seperti berikut.
ADVERTISEMENT
“Rush 1 tahan ... Rush 2 silahkan masuk ... setelah gajah hijau Rush 3 silahkan masuk”.
Tujuan pertama pagi itu adalah Taman Nasional Baluran. Aku sering sekali mendengar cerita tentang keindahan taman nasional ini. Katanya pemandangan yang terpampang di lokasi tersebut sangat mirip dengan suasana di savana Afrika.
“Itu Bali, Mbak”, ucap Jo ketika kami melintasi daratan yang terlihat ada di seberang sana.
Awalnya aku sedikit mengacuhkan teriakan Jo, tapi kemudian aku tersadar bahwa bisa jadi Bali yang dimaksud Jo adalah Bali yang sesungguhnya Bali Pulau Dewata. Aku balik bertanya pada Jo untuk memastikan bahwa benar daratan yang kami lintasi adalah bagian dari Pulau Bali. Ternyata benar. Wow! Jaraknya dekat sekali guys. Bagi yang jago renang, bukan sekedar bercandaan bahwa kita bisa menyeberang dari Banyuwangi ke Bali dengan cara berenang. Sehubungan aku belum pernah ke Pulau Bali dan benar-benar ingin berkunjung ke sana, melihat bagian kecil tanah Bali saja rasanya sungguh bahagia.
ADVERTISEMENT
Koordinasi lewat handy talky terus dilanjutkan.
Begitu melewati tanjakan dekat patung penari Banyuwangi, konvoi di minta untuk menepi ke kiri karena akan dilakukan pengambilan gambar. Tim camera man dari Kumparan sudah bersiap di bak belakang mobil double cabin untuk menangkap gambar paling epic dari road trip ini.
Aku terus memandangi hamparan tumbuh-tumbuhan yang ada di sepanjang jalan. Aku sedikit berpikir tentang tanaman-tanaman hortikultura yang di tanam sepanjang pinggir jalan yang mana lokasinya tidak begitu jauh dari bibir pantai. Tanaman jagung tampak tumbuh begitu subur, sedangkan tanaman cabai rawit terlihat keriting dan menguning sebagai pertanda terjadi kesalahan dalam pertumbuhannya.
“Lanskap yang cukup menarik”, pikirku dalam hati.
Pemandangan laut kini berubah menjadi pepohonan. Sepertinya rombongan akan segera sampai di Taman Nasional Baluran. Rush 1 membaca gapura selamat datang di taman nasional yang hendak kami tuju, namun ternyata konvoi diarahkan melewati gapura tersebut. Feq yang mengaku sudah kerap kali datang ke lokasi tersebut merasa ada yang salah.
ADVERTISEMENT
Perjalanan terus dilanjutkan, namun pintu masuk yang dituju tidak kunjung terlihat. Sepertinya iring-iringan konvoi sedang tersasar. Meskipun demikian aku tetap terhibur dengan banyaknya monyet-monyet yang berbaris di tepi jalan. Tampaknya mereka sudah biasa berpapasan dengan manusia.
Komando diberikan agar semua mobil berputar haluan kembali menuju gapura yang terlewat. Firasat Feq benar. Baiklah, tidak masalah, namanya juga road trip. Harus banyak di road nya dong, hehe.
Jalan di kawasan ini berlubang parah. Feq sengaja mengarahkan kendali mobil memasuki lubang.
“Kita tes kehebatan All New Toyota Rush!”, soraknya.
Kami semua hanya terkekeh-kekeh. Sepertinya aku memang tetap mengacungkan jempol untuk jok All New Toyota Rush yang menurutku empuknya berhasil meredam goncangan akibat ban mobil yang memasuki lubang.
ADVERTISEMENT
Setelah berkilo-kilo ‘tersesat’, akhirnya kami tiba juga. Kali ini mobil diistirahatkan terlebih dahulu di loket pengambilan tiket. Aku melihat-lihat ke sekitar. Begitu aku melihat ada menara pandang aku segera mendaki anak tangga menuju puncak. Tidak sia-sia, pemandangannya sungguh luar biasa. Aku suka. Semoga sobat sekalian juga suka. Berikut potret Gunung Baluran dilihat dari menara pandang.
Tidak lama kemudian, langit berubah menjadi mendung. Aku berharap tidak turun hujan, namun Jo malah sangat kegirangan akan tanda-tanda hadirnya hujan sebentar lagi. Katanya hujan akan membuat suasana menjadi lebih epic untuk diabadikan lewat kamera. Begitulah guys perbedaan sudut pandang antara fotografer dan sekedar turis, hehe.
Sembari menunggu semua mobil dicuci, bibit-bibit mangrove yang akan kami tanam secara bergilir dipindahkan ke belakang bak mobil double cabin.
ADVERTISEMENT
Kini saatnya melanjutkan road trip. Medan yang ditempuh tentunya berubah lagi. Seketika ban mobil berputar dan menginjak kubangan jalan aku kembali terkenag di masa-masa 3 tahun yang lalu saat aku masih bekerja di tengan hutan pedalaman. Oh Tuhan, terima kasih Kumparan, terima kasih All New Toyota Rush telah memberikan percikan-percikan api semangat di dalam jiwaku yang akhir-akhir ini mulai dingin.
Mobil begoyang-goyang dengan cukup kuat. Di sini terbukti All New Toyota Rush juga bisa di ajak masuk kawasan dengan fasilitas transportasi sederhana. Setelah melewati semak dan hutan muda di pintu masuk taman nasional, rombongan sampai di area Savana Bekol.
Lokasi ini dipilih sebagai tempat pemotretan keseluruhan rangkaian konvoi. Dengan latar belakang Gunung Baluran yang gagah dan padang Savana Bekol yang sedang menghijau bak mini Afrika di Pulau Jawa , foto barisan bintang road trip kita kali ini diambil dengan menggunakan drone.
Rombongan tidak bisa berlama-lama di tempat ini karena hari sudah semakin siang, sedangkan masih banyak agenda yang belum dikerjakan.
ADVERTISEMENT
Aku hanya bisa menikmati savana ini dari dalam mobil. Ketika mobil melaju, di kiri kanan dan kanan jalan aku jumpai rusa-rusa sedang bersantai dalam kelompok besar. Menurut keterangan dari Jo, di pagi dan siang hari gerombolan rusa, banteng, dan hewan pemamah biak lainnya akan merumput di Savana Bekol. Wow! Jika kalian ingin melihat pemandangan yang lebih menakjubkan lagi memang sebaiknya datang kemari pada saat musim kemarau di pagi atau petang hari.
Iring-iringan diarahkan menuju Pantai Bama. Pantai ini terintegrasi dengan Taman Nasonal Baluran. Aku semakn kagum dengan Baluran dan Banyuwangi; hutan, gunung, dan pantai jadi satu.
Pantai Bama menjadi tempat rombongan beristirahat makan siang. Tempat ini dihuni oleh banyak sekali monyet ekor panjang. Aku perhatikan mulai dari pintu masuk, Savana Bekol, hingga Pantai Bama, ada banyak monyet-monyet yang sedang menggendong bayi.
ADVERTISEMENT
“Sepertinya saat ini adalah musim beranak bagi para monyet Taman Nasional Baluran”, gumamku.
Sembari menunggu hidangan tersedia, teman-teman bermain-main di pantai tentunya berburu pemandangan-pemandangan bagus untuk dijadikan bahan laporan perjalanan. Aku paling kagum melihat hasil kerja Jo dan teman-teman yang berhasil mengambil foto selfie monyet sebagai berikut. Good job Jo and the gang! Hehe.
Sebagai informasi disarankan untuk tidak memberi makan monyet di lokasi ini. Hal tersebut dikarenakan jika sobat tidak sigap dan siaga maka seluruh monyet yang jumlahnya cukup banyak tersebut dikhawatirkan akan menyerbu sobat sekalian secara tak terkendali. Hal ini kami rasakan ketika hendak memasukkan sisa pisang dari dalam warung menuju mobil. Butuh pengawalan ketat dari power ranger hijau, Sigit, dilengkapi dengan senapan anginnya agar pisang-pisang tersebut dapat tiba dengan selamat.
ADVERTISEMENT
Aku anak pantai. Lahir dan dibesarkan di pesisir pantai. Begitu berdomisili di Jakarta, aku sangat jarang ke pantai. Adapun pantai Jakarta sendiri kurang menarik perhatianku karena aku sudah terlanjur tahu ada pantai yang lebih indah di negeri ini. Oleh karena itu aku sangat bahagia mengikuti Road Trip Kumparan bersama All New Toyota Rush.
Hidangan yang disajikan di warung sederhana di pinggiran Pantai Bama ini menggugah selera makanku. Terutama rempeyek udang kesukaanku ini, nikmatnya!
Perut sudah terisi penuh kini saatnya kembali beraksi. Hujan rintik-rintik yang turun tidak menghapus niat kami untuk tetap berkontribusi bagi lingkungan dengan cara menanam bibit mangrove.
Panitia memberi komando untuk segera memakai jas hujan. Rombongan segera menuju lokasi penanaman. Masing-masing diminta membawa 2 bibit. Setiap orang kemudian membuat lubang yang sekiranya cukup untuk memasukkan 2 bibit sekaligus. Tumbuh besar ya nak! Sampai jumpa lagi!
Kami meninggalkan Pantai Bama diringi dengan langit yang cukup mendung. Jam sudah menunjukkan pukul 15.30 waktu setempat. Aku berharap tidak hujan. Aku sangat ingin berkunjung ke pulau dan berenang di sana. Ternyata rencana berubah, rombongan diarahkan langsung menuju pusat oleh-oleh khas Banyuwangi bernama Osingdeles.
ADVERTISEMENT
Aku sedikit kecewa, namun sudahlah memang tidak baik memaksakan diri di tengah waktu yang sudah sangat terbatas. Mari nikmati saja apa yang ada di depan mata.
Begitu tiba di Osingdeles. Aku melihat-lihat apa saja kira-kira barang yang cukup bersahabat dengan kantongku. Pilihan utama tentunya berbagai jajanan. Aku akhirnya membeli sale pisang, bagiak, keripik jagung, kunci sirih, dan keripik mangrove. Sale pisang dan bagiak dipilih karena paling khas, keripik jagung karena harganya yang super duper murah, kunci sirih karena kelihatannya unik, dan keripik mangrove agar terlihat keren. Pasalnya membeli keripik mangrove setelah menanam mangrove kedengarannya sangat klop. Apakah sobat setuju dengan pemikiranku tersebut? Hehe.
Osingdeles diambil dari nama suku asli banyuwangi yaitu suku osing. Adapun arti kata deles tidak sempat aku tanyakan. Beberapa sumber mengatakan bahwa Osingdeles artinya osing banget gitu lho. Well, bagi yang tahu arti sesungguhnya, sejujurnya, dan sebenarnya, tolong tulis di kolom komentar ya. Terima kasih.
ADVERTISEMENT
Toko oleh-oleh ini tidak hanya menjual berbagai cemilan dan jajanan ringan, tetapi juga menyediakan berbagai pakaian khas dan pernak-pernik lainnya. Selain, sobat juga bisa meminta belanjaan sobat dikemas dalam kardus mini sehingga akan lebih aman di bawa dalam perjalanan.
Bagi teman-teman yang kerjanya hanya duduk-duduk menunggu, juga tidak perlu khawatir merasa di’kacangin’ karena pihak Osingdeles telah menyediakan welcome drink berupa kopi dan teh segar. Selain itu gerai oleh-oleh ini juga dilengkapi dengan toilet dan mushola yang sangat ramah pengunjung karena diletakkan di bagian paling depan dan mudah dijangkau.
Puas berbelanja, kini saatnya menjajal kuliner khas Banyuwangi. Rombongan menuju kedai ‘Mbok Nah’ yang menyediakan nasi tempong. Menurut keterangan dari pemilik kedai kata ‘tempong’ merujuk pada sambal super pedas yang menjadi andalan kedai ini. Rasa pedas yang membakar lidah tersebut membuat para pengujung terasa ditempong, ditampol, alias ditampar, hehe.
Pengalaman aku pribadi makan di sini, sambalnya memang cocok untuk dibilang tempong. Pedasnya secara bertahap membakar lidah, jadi tidak serta merta. Adapun peserta yang merasa pedasnya sambal ini belum apa-apa, kemungkinan besar memiliki selera pedas di atas rata-rata. Lauk-pauk yang ditawarkan sebenarnya sangat sederhana, ada telor goreng kremes, ati-ampela, lele, dan ayam. Sajian nasi tempong “Mbok Nah” seperti berikut.
Perut kenyang, saatnya pulang! Rombongan bergerak kembali menuju Hotel Santika.
Setibanya di hotel, seluruh peserta diizinkan beristirahat. Akupun segera ke kamar dan beribadah. Setelah itu tanpa basa-basi berpindah menuju kolam berenang. Perlu diketahui aku adalah makhluk amfibi yang selalu tidak tahan pengen ‘nyemplung’ kalau lihat air.
ADVERTISEMENT
Bersama teman-teman lainnya kami menghabiskan malam di kolam renang. Lumayan mengobati kekecewaan tidak jadi berenang di laut hari ini. Aku kembali ke kamar setelah sekitar 1.5 jam berenang.
Hari yang melelahkan, namun menyenangkan. Apalagi ditutup dengan olah raga kegemaran.