Bagaimana Eksistensi PJJ dalam penerapan PSBB di Perguruan Tinggi?

Ari Widodo
S-1 Sosiologi UNJ
Konten dari Pengguna
29 Desember 2020 11:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ari Widodo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Penyebaran virus Corona semakin marak di Indonesia dengan ditandai pertambahan kasus positif dan kasus meninggal. Kebijakan dan antisipasi kewaspadaan pandemi ini baru dimulai oleh pemerintah dua pekan yang lalu, tepatnya di Minggu ketiga bulan Maret. Dampak dari kewaspadan pandemi dan darurat kesehatan masyarakat ditetapkan Presiden RI di tanggal 31 Maret 2020 yang berimbas kepada beberapa sektor/elemen seperti ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya, dan terutama pendidikan. Pendidikan pun merasakannya dengan pemberlakuan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) atau sebutan lainnya Study at Home/Study From Home dan guru atau dosen pun bahkan pekerja sektor non informal melakukan Work at Home/Work From Home (WFH).
ADVERTISEMENT
Subsistem pendidikan yakni lembaga pendidikan formal dan non formal pun merasakannya akan dampak virus corona. Substansi pembelajaran yang dikembangkan oleh guru dan dosen melalui berbagai aplikasi penunjang PJJ terus diterapkan. Namun pihak universitas yang memberikan kebebasan bagi dosen terhadap pemilihan akan aplikasi penerapan PJJ belum sepenuhnya sesuai akan kapabilitas kemampuan mahasiswa dalam hal kuota internet. Penulis melalui esai ini menyampaikan gagasan dan inovasinya akan pengembangan aplikasi penunjang PJJ secara penuh agar optimal dan dapat dirasakan oleh mahasiswa dari tiap kalangan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Ketetapan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat serta Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No.9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB, PSBB menyaratkan agar dilakukannya pembatasan aktivitas di luar rumah, dan lebih sering untuk berdiam diri di rumah sesuai dengan imbauan Presiden Joko Widodo yang mengatakan bahwa belajar, bekerja, dan beribadah dilakukan di rumah. Selain itu, dalam regulasi tersebut diatur pula terkait penutupan tempat-tempat beraktivitas, seperti sekolah, kantor, dan yang lainnya. Diberlakukannya PSBB ini atas dasar pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Selain itu, dampak yang diakibatkan oleh virus Covid-19 pun cukup besar yang meliputi aspek politik, ekonotni, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan dan masyarakat di Indonesia. PSBB ini dilakukan mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah, sesuai dengan apa yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Terkait mekanisme penerapan PSBB, yakni sebagai berikut :
ADVERTISEMENT
1. Pemerintah daerah mengajukan regulasi terkait PSBB kepada Menteri Kesehatan
2. Menkes kemudian menanggapi usulan dari pemerintah daerah
3. Petugas Gugus Tugas Covid-19 mengimbau agar diterapkannya kebijakan PSBB
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) adalah pembelajaran yang berbasis teknologi, internet, dan segala sesuatu penunjang kegiatan secara daring tersebut. Metode pembelajaran ini sudah diterapkan di Amerika sejak tahun 1982 ketika universitas Chicago menerapkan kuliah daring dalam pendidikan tinggi.
PJJ sesuai dengan arahan dan instruksi dari Kemendikbud, pimpinan perguruan tingi dan sekolah sudah mulai menerapkan pada dua minggu lalu semenjak pembatasan sosial (social distancing). Beragam aplikasi mulai digunakan dan diterapkan mulai dari WhatssApp Group (WAG), Microsoft Teams, Google Classroom, Moodle, dan Zoom Us, Edmodo. Penggunaan aplikasinya pun beragam, dari sumber data yang kami dapatkan dari Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta rata-rata 79% dosen menggunakan WAG, Google Classroom dan Zoom US sebagai pengganti perkuliahan tatap muka. Kemendikbud melalui Pimpinan Universitas memberikan kebebasan terhadap dosen dalam melakukan PJJ ini guna memberikan kreativitas dan kapabilitas dalam menjalankannya. Penulis sebagai mahasiswa merasakan keberlangsungan sistem PJJ yang membuat mahasiswa kesulitan dalam mengakses aplikasi atau fitur-fitur didalamnya karena kapabilitas kuota internet dalam pembelian dan daya serap masing-masing aplikasi yang berbeda. Fokus utama dalam PJJ terletak pada kemandirian mahasiswa agar menunjang langsung pembelajaran daring. Guna menunjang kebutuhan belajar mahasiswa yang lebih kompatibel dosen tidak hanya sekedar membagikan materi melalui aplikasi saja, tetapi harus ada mekanisme khusus yang melibatkan mahasiswa secara langsung dalam pembelajaran melalui diskusi, tanya jawab, melalui pesan suara (voice note) atau video call agar value atau nilai dan ilmu yang disampaikan dosen terasa hadir walau melalui aplikasi.
ADVERTISEMENT
Pengetahuan dan konstruksi berpikir mahasiswa dalam memahami materi berbeda-beda, terlebih melalui aplikasi, “toh melalui tatap muka langsung saja susah, apalagi melalui aplikasi” (Inisial P, Mahasiswi FIS UNJ). Penulis mengemukakan gagasan inovasinya melalui esai ini dengan substansi sistem, saran pengembangan aplikasi, kapabilitas daya serap kuota dari aplikasi, dan value keberlangsungan dalam pembelajaran jarak jauh antara dosen dan mahasiswa.
Dampak dari Covid-19 ini dirasakan oleh masyarakat dari berbagai elemen, terkhusus elemen pendidikan. Pembelajaran konstruktivistik merupakan pendekatan yang baik dalam penggunaan analisa ketercapaian perkuliahan daring. Pendekatan ini mengemukakan bahwa mahasiswa sebagai objek dirinya untuk membangun dan mengembangkan hasil pengetahuan, ide dan gagasannya melui perkuliahan. Menurut pandangan kontruktivistik, mahasiswa haruslah aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Dalam hal PJJ lingkungan pembentuk konstruksi belajar terbatas akan beberapa aplikasi penunjang yang hanya bisa menggunakan fitur chat dan tugas, contohnya Google Classroom.
ADVERTISEMENT
Sistem PJJ dengan menggunakan fitur chat dan tugas saja apakah tercapai bagi semua mahasiswa?, penulis rasa tidak karena gaya belajar dan kecerdasan jamak tiap mahasiswa berbeda, dosen harus mampu mengembangkan desain model pembelajaran daring yang menarik dan valuenya tersampaikan keseluruh mahasiswa. Tidak hanya memberikan tugas saja dan absen secara cuma-cuma karena toh mahasiswa membayar biaya kuliah kepada universitas, maka universitas harus memberikan feedback yang sesuai, contohnya yang baru-baru ini dilakukan oleh pihak UNJ memberikan kuota internet kepada seluruh mahasiswa aktifnya. Namun, sistem pemberian kuota, penulis tidak tahu apakah diberikan di tiap bulan, atau yang lain, terlebih lagi masing-masing dosen memiliki kehendaknya sendiri mau menggunakan aplikasi yang berbeda. Di sisi lain pun, mahasiswa haruslah bijak dalam penggunaan kuota internet yang diberikan agar kesesuaian dan ketercapaian PJJ berjalan dengan optimal.
ADVERTISEMENT
Pengoptimalan PJJ dapat dilakukan melalui aplikasi, penulis ingin menyoroti satu aplikasi yakni, Google Classroom. Di dalam Google Classroom yang dibuat oleh Google ini memiliki kelebihan dan kekurangan, seperti itupun di setiap aplikasi penunjang PJJ. Aplikasi Google Classroom hanya memuat fitur upload status/pemberitahuan dalam bentuk yang beragam memang seperti gambar, file word, excel, pdf, ppt dan video, yang terlihat seperti aplikasi media sosial Facebook lalu hanya ada fitur tugas (pemberian/pengumpulan) tidak lebih dari itu.
Penulis memberikan saran pengembangan aplikasi tersebut dalam hal layout design yang menarik, video call, virtual video, virtual chat yang kompatibel agar menunjang langsung proses pembelajaran dan value pun tersampaikan. Penulis pun menyarankan aplikasi ini memuat hal tersebut dan tidak dibatasi oleh waktu, kemudian fitur share screen yang bisa secara langsung melalui video call untuk keberlangsungan pembelajaran. Kemudian fitur voice note secara langsung yang dikolaborasikan dengan fitur yang disebutkan tersebut agar berjalan maksimal untuk mendukung perbedaan gaya belajar dan kecerdasan jamak masing-masing mahasiswa. Selanjutnya kapabilitas daya serap kuota internet harus didukung sesuai dengan pemilihan kualitas video, penulis rasa 240p – 360p sudah lumayan cukup grafik kualitasnya dalam panggilan video dan penggunaan aksesnya yang disesuaikan. Dengan adanya fitur tambahan video call ini maka perkuliahan bisa berjalan lebih efektif lagi serta dosen pun bisa memantau aktivitas mahasiswa sehingga etika mahasiswa dalam perkuliahan pun bisa dinilai lewat pantauan video tersebut dan mahasiswa pun bisa lebih gampang menyerap materi yang disampaikan. Kerja sama pengembangan ini pun perlu dilakukan antara pihak mahasiswa, dosen, universitas keseluruhan, kementerian pendidikan dan pihak pembuat aplikasi yakni Google. Penulis berharap melalui gagasan ini dapat tersampaikan dan tersalurkan demi keberlangsungan pengoptimalan yang maksimal akan substansi Pembelajaran Jarak Jauh di Indonesia yang tidak hanya karena virus saja.
ADVERTISEMENT
(Editor: Ari W.)
Gambar dari: Google