Bagaimana Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pandemi Covid-19?

Ari Widodo
S-1 Sosiologi UNJ
Konten dari Pengguna
29 Desember 2020 11:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ari Widodo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Penyebaran virus Corona semakin marak di Indonesia dengan ditandai pertambahan kasus positif dan kasus meninggal. Kebijakan dan antisipasi kewaspadaan pandemi ini baru dimulai oleh pemerintah dua pekan yang lalu, tepatnya di Minggu ketiga bulan Maret. Dampak dari kewaspadan pandemi dan darurat kesehatan masyarakat ditetapkan Presiden RI di tanggal 31 Maret 2020 yang berimbas kepada beberapa sektor/elemen seperti ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya, dan terutama pendidikan. Pendidikan pun merasakannya dengan pemberlakuan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) atau sebutan lainnya Study at Home/Study From Home dan guru atau dosen pun bahkan pekerja sektor non informal melakukan Work at Home/Work From Home (WFH).
ADVERTISEMENT
Apa itu partisipasi politik?, mungkin sebagian orang dalam dunia politik sudah sangat betul mehamaminya, atau malah keliru? Partisipasi politik yang penulis pahami adalah ekspresi atau perilaku lanjut mengenai sosialisasi politik yang didalamnya terjadi komunikasi politik. Dari hal itu, penulis melihat bahwa aktivitas tersebut berpengaruh untuk menentukan bagaimana kepentingan diakomodir untuk turut andil dalam pengambilan keputusan akan suatu hal dalam suatu negara. Menurut Hutington, partisipasi tidak hanya individu atau kelompok yang memiliki kekuasaan di dalam lingkup kerja pemerintahan atau lembaga politik saja, tetapi bisa dilakukan oleh individu dan kelompok, lembaga atau asosiasi yang berada di lingkungan pemerintahan. Partisipasinya pun bisa disampaikan secara langsung ataupun tidak, baik melalui media sosial, kanal video, web berita, atau melalui surat resmi, baik yang sifatnya kesadaran diri sendiri ataupun melalui mobilisasi oleh unsur (suprastruktur dan insfrastruktur politik).
ADVERTISEMENT
Pandemi covid-19 yang membuat semua elemen atau sektor terdampak membuat para akademisi, lembaga kesehatan, mahasiswa atau kelompok yang lain terlibat langsung dalam menyoroti kebijakan pemerintah akan penanganan Covid-19. Dengan teori politik yang bersifat pluralis, dan masyarakat kita yang cenderung mengarah kesana, dengan melihat pendekatan ini komponen jaringan interaksi antar indivdiu maupun kelompok dapat terjalin, karena sinkronisasi atau penyelarasan dalam konteks kemajemukan masyarakat dan sistem pemerintahan kita yang demokrasi. Jika hanya pemerintah dan para elite politik saja yang membuat kebijakan dan merumuskannya tanpa memandangan evaluasi atau aspirasi penyampaian dari luar apakah negara kita sudah menghapus nilai demokrasi?, walaupun memang pemangku kebijakan tetap ada di pemerintahan, tetapi konsep kekuasasn alokasi dan distribusi harus tetap diperhatikan dalam skema perpolitikan yang dijalankan, terlebih lagi ditengah situasi pandemi virus mematikan seperti ini.
ADVERTISEMENT
Komponen dan interaksi atau hubungan yang kuat sangat dibutuhkan untuk bersama-sama menangani wabah covid-19, dengan keterbukaan individu atau kelompok yang tidak memiliki kepentingan di dalam pemerintahan bisa memberikan aspirasi baik saran atau kritik dalam pengambilan kebijakan atau keputusan penanganan dari kalangan profesional ataupun kalangan masyarakat kelas ekonomi bawah yang terdampak. Dengan dibangun sinkronisasi partisipasi tersebut dan keterbukaan pemerintah melalui gugus tugas penanganan covid-19 bisa mempelajari ataupun mengevaluasi kebijakan yang sudah ada ataupun yang akan datang nantinya. Sistem keterbukaan informasi dan penyampaian aspirasi membuat hubunan sosial yang baik antara pemerintah dengan rakyatnya, dan kedisplinan penuh akan peraturan yang sudah dirancanga bersama dengan begitu pandemi covid-19 bisa segera diredam dan berjalan baik.
ADVERTISEMENT