Pertemuan Elite Parpol di Istana, Cara Lain Meredam Kritik

BAMBANG ARIANTO
Peneliti Institute for Digital Democracy
Konten dari Pengguna
30 Agustus 2021 18:48 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari BAMBANG ARIANTO tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pertemuan Petinggi Partai Politik (Sumber Kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pertemuan Petinggi Partai Politik (Sumber Kumparan)
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan para ketua umum partai politik pendukung pemerintah, Rabu (25/8/2021). Pertemuan ini dihadiri oleh Ketum dan Sekjen dari PDI Perjuangan, Gerindra, PKB, Nasdem, PPP, juga dihadiri oleh PAN.
ADVERTISEMENT
Pertemuan ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan dari publik. Meski begitu banyak amatan menilai bila pertemuan ini memiliki makna politis selain ingin memperkenalkan anggota baru koalisi yakni Partai Amanat Nasional (PAN) serta bagian konsolidasi dalam menyelaraskan berbagai agenda pemerintah.
Makna politisnya adalah berupa strategi untuk meredam kritikan yang berasal dari internal partai politik (parpol) koalisi. Hal itu tanpa alasan, sebab akhir-akhir ini banyak elite parpol koalisi yang ikut mengkritisi berbagai kebijakan Presiden Jokowi terutama dalam penanganan pandemi Covid-19. Sebut saja seperti PDI Perjuangan yang kerap memberikan kritikan terhadap berbagai kebijakan Presiden Jokowi dalam penanganan pandemi Covid-19.
Memang sikap kritis dalam internal koalisi menjadi persoalan dilematis bagi parpol. Sebab kalau hanya diam, tentu akan semakin dijauhi oleh rakyat. Tapi bila kritis, bisa dikatakan telah mengkhianati koalisi.
ADVERTISEMENT
Padahal, partai politik juga memiliki idealisme untuk tetap berupaya memperbaiki citranya di hadapan publik. Salah satunya dengan tetap tampil kritis dan bisa konsisten menjadi corong suara rakyat. Meski begitu, dalam konteks penanganan pandemi Covid-19, tentu tidak haram bila para parpol internal koalisi untuk terus mengkritisi setiap kebijakan yang digulirkan oleh pemerintahan Jokowi. Sebab, kritikan ini bisa menjadi bahan evaluasi bagi implementasi kebijakan ke depan. Apalagi selama ini dikenal oleh publik, bahwa kebijakan yang digulirkan oleh pemerintahan Jokowi selalu tidak liner antara pusat dan daerah. Bahkan, banyak kebijakan yang acapkali tumpang tindih hingga seringkali membuat rakyat kebingungan.
Meski begitu, dalam kondisi saat ini, memang yang sangat diuntungkan adalah partai oposisi seperti Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kedua partai ini tentu akan banyak meraih simpati publik dan bisa terus memperbaiki elektabilitasnya, asalkan mereka tetap konsisten atau rajin mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Tentu kritikan yang digulirkan kritikan yang berbobot atau dengan kata lain kritik yang konstruktif dan argumentatif.
ADVERTISEMENT