kumplus arie saptaji gendis 1

Mulih, ya, Nduk (1)

Arie Saptaji
Penulis, penerjemah, editor.
15 Agustus 2021 12:27 WIB
·
waktu baca 6 menit
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gendis baru saja rampung membaca cerpen yang bikin matanya hangat dan air matanya meleleh ketika masuk pesan pendek dari kampung yang memintanya pulang pada akhir pekan itu—Mulih ya, Nduk, ana sing perlu dirembuk—tanpa penjelasan lebih lanjut untuk keperluan apa, tetapi ternyata, setelah nanti ia mengetahui maksud pesan itu, merupakan permintaan khusus Bapak dan Simbok yang tak mungkin ditolaknya dan, tentu saja, bakal mendikte kelokan jalan nasibnya.
Biasanya Gendis langsung menelepon Simbok. Simbok sudah hafal, jam-jam seperti ini ia sudah longgar, tugas di rumah majikan sudah beres, tinggal berleha-leha sebentar. Setiap ada pesan-pesan pendek yang kurang jelas, Simbok adalah tempat bertanya lebih lanjut. Tidak selalu seperti itu. Pesan pendek kebanyakan adalah isyarat bahwa Simbok sedang pengin ngobrol dan meminta Gendis meneleponnya. Waktu-waktu Gendis menjelang tidur adalah kesempatan bagi mereka untuk leluasa bertukar cerita.
Namun, kali ini perhatiannya agak tersedot oleh cerpen yang baru dibacanya. Ia terdiam beberapa lama sambil masih memegangi majalah yang memuat cerpen itu. Gendis merasa si penulis cerita pernah mengamat-amati kisah hidupnya, mengintip kegelisahan dalam lubuk hatinya, atau malah memintanya bercerita. Apakah si penulis orang daerah sini juga? Sayang, ia tak mencantumkan lokasi penulisan cerpennya.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
check
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
check
Bebas iklan mengganggu
check
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
check
Gratis akses ke event spesial kumparan
check
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten