Seminggu Menjelang Pernikahan (4)

Gendis agak menyesal berjanji kepada Siska mau menginap. Setelah bertemu dengan Estu, perutnya terasa melilit, pengin langsung pulang ke kampung saja. Siapa menduga di siang bolong itu ia bakal mendapatkan informasi yang membuat kepalanya serasa mau meledak? Untunglah Arsanti tidak bertanya macam-macam tentang pertemuan itu. Dia sedang menyirami kebun ditemani Wahyudi dan Henry. Gendis bergegas menyibukkan diri di dapur, memasak bajingan pesanan Henry. Siska membantunya. Mereka juga membuat tahu susur dan pisang goreng serta menyiapkan lodeh nangka muda dan empis-empis gereh untuk makan malam. Sayur nangka dan empis-empis, tinggal dihangatkan lagi, juga sedap untuk teman nasi jagung besok pagi. Memasak menolongnya meredakan debar di dada, sekaligus ia bisa pura-pura bersikap wajar, berlagak sebagai calon pengantin yang berbahagia menanti hari pernikahan.

Wahyudi sekeluarga sangat menikmati makan malam yang disiapkannya, tetapi dia sendiri tidak berselera. Gendis memilih duduk di dapur walaupun Siska mengajaknya duduk bareng di meja makan. Dia hanya mengunyah lambat-lambat sepotong pisang goreng dan minum air putih. Perutnya tegang. Cerita Estu yang mengejutkan tadi seakan terus berpilin-pilin di lambungnya, amat alot buat dicerna.

Setelah membereskan perlengkapan makan, Genis bersiap istirahat di kamarnya. Namun, Siska menyeretnya ke kamarnya.