Soal Peraturan KPU, Menteri Yasona : Kalau Mau Buat UU Jadi DPR Saja

Konten dari Pengguna
2 Juni 2018 0:57 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari arief hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jakarta - Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly menyindir sikap Komisi Pemihan Umum (KPU) yang kukuh ingin disahkannya peraturan eks koruptor dilarang menjadi Calon Anggota Legislatif (Caleg). Menteri Yasonna mengatakan agar KPU jadi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saja, jika ngotot mau peraturan tersebut dijadikan Undang-Undang (UU).
ADVERTISEMENT
Menteri Yasonna menuturkan agar KPU tidak membuat aturan yang menabrak UU.
Menteri Yasonna menuturkan agar KPU tidak membuat aturan yang menabrak UU."Saya sarankan janganlah menabrak UU. Kalau mereka mau buat UU mereka jadi anggota DPR aja," ujarnya di Gedung Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Kamis (31/5). anggota DPR aja," ujarnya di Gedung Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Kamis (31/5).
Peraturan KPU dinilai menabrak UU karena menghilangkan hak seseorang untuk dipilih. 
Dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan, mantan napi yang sudah menjalani masa hukuman 5 tahun atau lebih boleh mencalonkan diri, selama yang bersangkutan mengumumkan diri ke publik bahwa pernah berstatus tersangka.
Menteri asal PDI Perjuangan itu menambahkan, ketentuan pencalonan eks koruptor menjadi Caleg sudah diatur oleh Mahkamah Konstitusi. "Kan aturan menghilangkan hak orang tidak baik. Perkaranya di situ. Ini bertentangan dengan UU ada juga keputusan MK tentang hal tersebut (eks koruptor dilarang jadi Caleg)," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menteri Yasonna mengaku dilema dengan posisinya. "Saya dalam dilema, kalau kita undangkan (sahkan peraturan larangan eks koruptor nyaleg jadi UU), nanti kita sahkan UU yang bertentangan dengan UU lainnya," ucapnya.
Namun demikian, Menteri Yasonna menilai ide peraturan KPU ini bertujuan baik. Ia mendukungnya. "Idenya baik sekali, kita dukung. Tapi caranya tidak tepat. Ya caranya ojo ngono (jangan begitu -red)," katanya.
Menteri kelahiran Sumatera Utara itu juga memberi saran agar tujuan Peraturan KPU tetap terlaksana, namun tidak melanggar UU. "Caranya apa, buat himbauan kepada seluruh partai politik. Buat, kami dengan hormat meminta kepada semua partai politik jangan melakukan ini (mencalonkan eks koruptor jadi Caleg). Yang kedua, ya KPU umumkan apa Caleg-Caleg mantan apa (narapidana korupsi)," imbuhnya. 
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD juga memberi saran kepada KPU. Agar meminta presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait hal ini.
"Kalau dianggap mendesak ya minta kepada presiden untuk dikeluarkan Perppu tapi kalau dianggap sesuatu yang reguler ya dimasukkan ke prolegnas saja," ujarnya beberapa waktu lalu.
Kemudian, jika dinilai sangat penting dan KPU percaya diri, larangan eks koruptor jadi Caleg dimasukkan saja dalam Peraturan KPU. "Nggak apa-apa juga dimasukkan dalam PKPU. Dengan catatan menurut saya tidak lama nanti akan ada yang minta judicial review ke MA," ungkap Mahfud. 
Namun demikian, Presiden Joko Widodo menilai pencalonan mantan narapidana korupsi jadi Caleg adalah hak warga negara Indonesia. Haknya untuk dipilih. "Kalau (menurut) saya, itu hak. Hak seseorang berpolitik," kata Jokowi di Jakarta, Selasa (29/5).
ADVERTISEMENT
KPU sendiri sudah melakukan rapat dengan Komisi II DPR RI terkait peraturan ini. Namun menuai pro - kontra dukungan.
Selain itu, KPU jugabtelah mengirimkan draft peraturan terkait pencalonan anggota legislatif (caleg) kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk diundangkan pada Rabu (30/5) sore. Peraturan KPU tersebut sudah melalui proses pleno.
Komisioner KPU, Wahyu Setiawan menyatakan lembaganya siap bertarung bila PKPU soal larangan tersebut digugat oleh pihak yang merasa dirugikan ke Mahkamah Agung (MA).
"Kami di KPU sudah sepakat, kami ekstrim. Lebih baik kalah di uji MA ketimbang bersepakat dengan DPR," ujarnya beberapa waktu lalu.