Bias Konfirmasi Dalam Teori Konspirasi

arif gumantia
Ketua Majelis Sastra Madiun
Konten dari Pengguna
25 Juni 2020 11:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari arif gumantia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Salah satu hal yang menyeruak dan ramai di ruang publik kita saat terjadi pandemi Corona ini adalah “Teori Konspirasi tentang Corona”. Ada beberapa teori konspirasi tentang Corona, yang pertama yaitu, virus Corona diyakini merupakan senjata biologis dari Wuhan, China, yang sengaja dilepaskan dari sebuah laboratorium dengan tujuan menyerang negara lain. Kedua, virus Corona juga disebut menyebar lewat jaringan 5G. Dampaknya, banyak orang yang akhirnya merusak beberapa tower 5G seperti misalnya di Inggris..
ADVERTISEMENT
Ketiga, virus Corona yang saat ini mewabah di berbagai negara berasal dari luar angkasa dibawa oleh meteor yang meledak di China pada Oktober lalu. Keempat, Dalang di balik terjadinya pandemi virus Corona COVID-19 di dunia adalah Bill Gates. Ia dicurigai mempunyai agenda tertentu di balik pandemi ini. Alasan ini muncul lantaran Bill Gates ingin segara membuat vaksin virus Corona dan telah menggelontorkan sejumlah dana sebanyak USD 250 juta atau setara dengan 3 triliun rupiah. Dan mungkin masih banyak lagi teori-teori konspirasi yang lain.
Pertanyaannya adalah kenapa sebagian orang menyukai dan bahkan percaya tentang teori-teori konspirasi? Pertama-tama mari kita definisikan dulu apa itu Konspirasi? Menurut Oxford English Dictionary, teori konspirasi diartikan sebagai "suatu teori, bahwa kejadian atau gejala timbul sebagai hasil konspirasi antara pihak-pihak yang berkepentingan, dan adanya suatu lembaga yang bertanggungjawab atas kejadian yang tak bisa dijelaskan."
ADVERTISEMENT
Adapun berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, kata konspirasi memiliki arti persekongkolan atau komplotan orang dalam merencanakan sebuah kejahatan yang dilakukan dengan rapi dan sangat dirahasiakan. Pelaku konspirasi disebut dengan konspirator. Sebab sifat pengerjaannya yang mulus dan rahasia, maka sulit untuk membuktikan konspirasi dan hanya berujung desas-desus. Ketidakmampuan menjawab inilah yang disebut sebagai teori konspirasi.
Setelah kita ketahui definisinya, maka kita kembali ke pertanyaan awal mengapa teori konspirasi ini disukai dan bahkan punya kecenderungan untuk dipercayai oleh sebagian orang, meski tidak ditemukan data dan fakta sebagai pembuktian pengetahuannya. Saya mencoba menganalisanya dari sudut pandang psikologi.
Yang pertama adalah karena adanya bias konfirmasi, yaitu sebagian orang cenderung percaya pada hal-hal yang dipercaya oleh lingkungan sekitarnya, atau komunitas-komunitas yang diikutinya. Dengan adanya bias konfirmasi ini maka bisa menghilangkan sikap kritis kita terhadap berita-berita atau informasi-informasi yang beredar di sekitarnya, padahal di era maraknya hoax dan “fake news” saat ini, bukan hanya sikap kritis yang diperlukan, tapi sikap skeptis, yaitu sikap untuk tidak mempercayai begitu saja informasi yang kita dapat, sebelum kita bisa membutktikan secara empiris dan nalar berpikir yang sehat.
ADVERTISEMENT
Yang kedua adalah karena adanya bias proporsional. Bias proporsional adalah kecenderungan orang untuk mempercayai bahwa hal-hal yang besar itu pasti terjadi karena hal-hal yang besar juga. Misalnya, genocida yang dilakukan Hitler kepada orang-orang Yahudi karena Hitler ingin menguasai dunia, karena merasa bahwa ras Aria adalah yang paling hebat di dunia, padahal itu semua mungkin saja terjadi karena Hitler tidak lolos masuk sekolah seni. Contoh yang lain perang antar negara bisa saja terjadi bukan karena perebutan pengaruh geopolitik dan ideology, akan tetapi karena salah satu kepala negaranya tersinggung dan ingin memuaskan hasrat egonya.
Yang ketiga adalah apa yang dinamakan proyeksi. Proyeksi yang dimaksud di sini sebagian orang cenderung percaya jika yang berbicara atau memberi informasi mempunyai pandangan politik yang sama, atau yang berbicara adalah seorang tokoh yang dikagumi. Proyeksi juga bisa terjadi pada berita dari televise-televisi, biasanya orang akan menonton berita-berita yang disiarkan oleh stasiun televise yang disukainya.
ADVERTISEMENT
Missalnya ketika kita punya kecenderungan untuk menyukai partai A misalnya, maka apa yang dikatakan oleh politisi-politisi dari partai A tersebut juga kita percaya. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Ada contoh menarik tentang proyeksi ini, di Amerika Serikat pernah dilakukan penelitian, jika pembawa acara ramalan cuaca mempunyai afiliasi politik ke partai Republik, maka para penonton dari simpatisan partai Demokrat cenderung untuk tidak mempercayainya, begitu juga sebalikinya. Sesuatu hal yang menggelikan jika kita berfikir dengan nalar yang sehat tanpa terkontaminasi politik..
Profesor Chris French, seorang psikolog dari Universitas Goldsmith, London, mengatakan, teori konspirasi dapat dipercaya siapapun, dengan dimensi politik apa saja (kiri, kanan, atau tengah), juga menembus lapisan kelompok sosial mana saja.
Coronavirus
ADVERTISEMENT
"Ketika Anda mengkaji data kependudukan, keyakinan pada konspirasi terjadi pada semua kelompok sosial, menembus gender dan umur. Mau kamu ada di spektrum kiri atau kanan, kamu bisa saja percaya teori konspirasi.