Akmal Marhali: Terlalu Murah Harga Nyawa di Sepak Bola Indonesia

Arif Utama
just like cactus jack, i quit.
Konten dari Pengguna
14 November 2017 21:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arif Utama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Akmal Marhali: Terlalu Murah Harga Nyawa di Sepak Bola Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Bill Shankly boleh berkata bahwa urusan sepak bola bisa lebih besar daripada hidup dan mati. Tapi nyawa tetaplah nyawa. “Tak boleh ada sepak bola seharga nyawa,” begitu cuitan Zen RS pada 9 November 2014. Waktu itu, ada insiden terjadi antara suporter Persib dan Persija di Tol JORR, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Salah satu insiden terburuk dalam Indonesia.
ADVERTISEMENT
Maju ke tiga tahun ke depan, sedihnya, cuitan Zen RS ini masih relevan. Mari kesampingkan lambang klub di dada dan bicara tentang kemanusiaan. Perihal nyawa ini membuat kita sadar bahwa mendukung sepak bola ini tak pernah murah harganya. Pada Minggu 12 November 2017, Rizal Yanwar Putra, seorang pendukung Persija dari Cikarang, yang harus meregang nyawa. Ia mengalami luka di sekujur tubuh dalam ikhtiarnya mendukung Persija Jakarta saat dijamu Bhayangkara FC di Stadion Patriot, Bekasi.
Adalah yang makin membuat iba, Rizal adalah tumbal ke-66 dari fanatisme sepak bola di Indonesia sejak Liga Indonesia digulirkan pada musim 1994/1995 sebagaimana data yang dirilis oleh Save Our Soccer. Tahun ini saja, sudah ada 12 orang yang meregang nyawa kala mendukung klub kesayangannya. Bahkan, jika hendak melihat dalam tiga bulan terakhir, sudah ada tiga nyawa melayang karena sepak bola.
Akmal Marhali: Terlalu Murah Harga Nyawa di Sepak Bola Indonesia (1)
zoom-in-whitePerbesar
Bulan ini ada satu. Catur Yuliantono, suporter Timnas Indonesia asal Duren Sawit tewas akibat petasan kala menyaksikan Timnas Indonesia melawan Fiji pada dua bulan lalu. Tepatnya pada tanggal 2 September di Stadion Patriot, Bekasi. Sebulan berselang, ada Banu Rusman, pendukung Persita, yang harus meninggal kala menonton Persita bersua dengan PSMS di Stadion Mini, Cibinong, 11 Oktober.
Akmal Marhali: Terlalu Murah Harga Nyawa di Sepak Bola Indonesia (2)
zoom-in-whitePerbesar
PSSI dan Kemenpora kemudian menyatakan bahwa mereka akan mengusut secara serius masalah ini. Namun sialnya, realisasi itu belum juga tampak. Langkah Kemenpora, misalnya dalam kegiatan “Rembuk dan Jumpa Suporter Indonesia” pada 3 Agustus 2017 lalu nyatanya tak efektif. Begitu jua dengan program PSSI yang membentuk Departemen Khusus Area Fans dan Community Engagement yang diragukan kinerjanya.
ADVERTISEMENT
Sampai sekarang, suporter sepak bola masih merasa waswas menyaksikan sepak bola di stadion. Hal ini sebagaimana yang diutarakan oleh Akmal Marhali, Koordinator Save Our Soccer. “Selama ini pengusutan terhadap tewasnya suporter tak pernah tuntas. Hanya lips service setelah itu hilang ditelan bumi. Hanya ungkapan prihatin dan belasungkawa yang disampaikan tak ada tindakan nyata. Di mana pengawasan pemerintah?” jelas Akmal kepada kumparan (kumparan.com) pada Selasa (14/11).
Akmal kemudian juga menyatakan keprihatinannya terhadap masalah sepak bola Indonesia yang bak kanker ini. Masalah ini memang membutuhakn peran suporter, tapi PSSI dan Kemenpora harus serius. Bilamana ingin membuat sepak bola Indonesia sendiri tak lagi meregang nyawa.
“Terlalu murah harga nyawa di sepak bola Indonesia. Bahkan, hanya masuk ketegori kejadian biasa. Tak ada pengusutan secara tuntas. Alhasil, kejadian yang luar biasa ini menjadi biasa dan lumrah. Tidak baik buat perkembangan sepak bola Indonesia,” tandasnya.
ADVERTISEMENT