Apakah Benar Pewdiepie adalah Seorang Fasis?

Arif Utama
we all gonna die (hopefully soon)
Konten dari Pengguna
22 Februari 2017 16:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arif Utama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Fasisme (Foto: PublishYourArticle.net)
Pewdiepie kehilangan kontraknya dengan Disney, dan bahkan, konten ekslusif di YouTube Red juga hilang. Diserang oleh media semisal Wall Street Journal.
ADVERTISEMENT
Semua karena konten videonya yang kontroversial di mana ia membayar freelancer di situsweb Fiverr untuk mengangkat papan bertuliskan “death to all of Jew”. Serta dalam video yang sama, ia membayar orang untuk mengatakan bahwa Hitler tidak bersalah dengan kostum Yesus.
Memang semua terdengar sangat ofensif, namun betulkah bahwa ia anti-Semit, atau bahkan fasis, sebagaimana yang dikabarkan selama ini?
Untuk memahaminya, kita perlu memahami apa yang dikatakan oleh Milo Jones dan Philippe Silberzahn dalam sebuah artikel di Forbes. Dalam artikel tersebut, keduanya sepakat untuk mengatakan bahwa tantangan di zaman sekarang bukanlah perihal kurangnya data selayaknya kata Edward Demings - “without data, you’re just a person with an opinion”.
ADVERTISEMENT
Data, lagipula, bisa mudah anda dapatkan di zaman seperti sekarang. Anda ingin cari makan? Anda tinggal googling. Anda ingin cari informasi? Tinggal buka sosial media. Anda membutuhkan informasi secara spesifik, Wikipedia akan membuka cakrawala anda.
Namun, pertanyaannya, bagaimana kita mengetahui data yang benar?
Pada realitanya, data tak benar-benar membuat kita pintar. Anda pernah menyaksikan orang secara sembrono men-copas data yang separuh benar – alternative facts – ke sosial media anda? Hal ini menggambarkan betapa sulitnya kemudian mencari data.
Untuk hal tersebut, Milo dan Philippe kemudian bersepakat bahwa bagi siapapun yang tak ingin tersesat dalam big data yang tiap hari jumlahnya terus bertambah, tiap individu harus berlaku layaknya saintis.
ADVERTISEMENT
Mereka harus memiliki hipotesis untuk diuji, sebelum pada akhirnya mereka tahu realitasnya seperti apa.
Akan tetapi, jelas kenyataannya pada realitas ini sulit. Ambil contoh mudahnya. Kala anda googling dan menemukan 10 laman di halaman pertama yang sembilan halaman mengatakan sesuatu yang berseberangan dengan anda, dan satunya yang sesuai apa yang anda cari, apa yang anda pilih? Kebanyakan tentu saja, memlilih yang satu tersebut. Kemudian dengan itulah mereka dapat mengatakan bahwa mereka telah berargumen dengan data. Sehingga mereka dapat terdengar benar tanpa betul-betul memahami konteks yang ada.
Lalu kembali kepada kasus yang terjadi Pewdiepie.
Dani Di Placido, lagi-lagi dari Forbes, mengatakan sesuatu yang membuat saya setuju. Ia mungkin bertindak ofensif, namun ia bukanlah seorang anti-semit. Atau Ethan Klein, seorang Yahudi yang kemudian memposting di channel YouTube-nya mengapa ia tak merasa tersinggung dengan apa yang dikakatakan Pewdiepie.
ADVERTISEMENT
Kedua orang ini, uniknya, tak seperti orang di Wall Street Journal. Mereka betul-betul paham tentang budaya populer di internet.
Apa yang dilakukan oleh Pewdiepie memang benar tampak ofensif, namun kalau anda tahu konteksnya sebenarnya hanya untuk bercanda, hal tersebut tentu biasa saja. Banyak konten bisa anda temukan di internet, tak hanya di YouTube, namun juga di Reddit, 9Gag atau situsweb semacamnya. Tapi kita ambil contoh saja agar tidak mengambang: di YouTube.
Smosh, misalnya, perah mengunggah video serupa ke dunia maya dengan seakan mengolok islam. Anda bisa simak di menit 1:04 perihal ini.
Namun, sebelum anda marah dan mulai mengatakan sikap anti terhadap Amerika, saya berikan kabar buruk: sayangnya, bukan di situ poinnya. Shane, dalam video tersebut, meniru lagak dan laku presiden Amerika Serikat ke-45, Donald Trump.
ADVERTISEMENT
Ia bukan sedang menertawakan Islam, namun sedang menertawakan pola pikir Donald Trump. Di video tersebut, kalau dilihat keseluruhan sedang menertawakan pola pikir Trump secara habis-habisan perihal imigran, global warming, tembok raksasa, dan islam.
Mereka mengambil metafora, misalnya bagaimana jika Trump menjadi tukang pijit, berada dalam scene Game of Thrones, seorang Mexico, dan lain sebagainya. Dampaknya bisa menjadi sangat signifikan kala dipotong menjadi hanya bagian radical islam saja, namun kala diperlihatkan secara keseluruhan anda akan mengerti maksudnya.
Dan inilah yang terjadi pada Pewdiepie. Felix Kjalberg, nama asli Pewdiepie, sesungguhnya hanya sedang berargumen dengan cara-cara yang lumrah ditemukan di internet. Kala ia menyuruh orang mengangkat papan dengan tulisan death to all jew atau Hitler do nothing wrong, ia sedang tak menunjukkan sikap bahwa ia fasis. Ia sedang menertawakan sesuatu.
ADVERTISEMENT
Ia sedang mengatakan bahwa beberapa orang dengan mudahnya dikontrol demi mendapatkan uang dan itu benar adanya. Karena memang hanya orang serakah saja yang akan melakukan hal semacam ini. Memang perilaku yang ditunjukkan Pewdiepie, dalam pandangan masyarakat dunia pertama, jelas merupakan sesuatu yang ofensif.
Sama seperti di negeri ini di mana membahas PKI dapat menjadi suatu hal yang tabu, membahas tentang Nazi beserta simbol-simbolnya menjadi suatu hal yang mengerikan.
Di Jerman, mereka hendak menghilangkan Nazi dari sejarah mereka. Mereka menyulitkan distribusi buku Mein Kampf karangan Hitler, dan menyensor game seperti Wolfeinstein yang bermuatan Nazi serta menolak webseries Amazon, The Man In The High Castle. Meski tidak seekstrim Jerman, negara macam Amerika saja sangat ngeri kala Richard Spencer berteriak "Hail Trump!" dengan salam khas Nazi kala mengetahui Trump menjadi presiden Amerika
ADVERTISEMENT
Dan Pewdiepie menyadari hal ini. Ia kemudian meminta maaf perihal kontennya yang terlalu ofensif dan anda bisa membacanya di sini. Akan tetapi, ia juga tak terima akan tudingan yang disematkan oleh Wall Street Journal yang kadung tersebar di mana-mana.
Buruknya lagi, Wall Street Journal tampak memang sengaja untuk melanggengkan upaya pemikiran mereka untuk mengatakan bahwa Pewdiepie adalah seorang anti-semit. Mereka hanya mem-framing kurang lebih seperti ini agar terdengar fasis.
Padahal, aslinya seperti ini.
Pewdiepie kemudian mengatakan mengapa mereka tak datang terlebih dahulu kepadanya, yang notabene sumber berita.
Hal ini kemudian menandakan bahwa makin hari, kita makin dihadapkan dalam situasi pelik. Situasi di mana setiap orang, atau bahkan media dapat menyuguhkan sesuatu yang sesuai agendanya dan memenggal hal yang lain.
ADVERTISEMENT
Cara ini, dalam skala yang lebih besar, berhasil membawa Britania Raya keluar dari Uni Eropa yang dikenal dengan Brexit. Juga cara ini yang berhasil melanggengkan Trump menjadi seorang presiden.
Ah, ini belum Maret dan aku sudah benci 2017.