Memberi Vonis pada Bakat-bakat Terbaik Merseyside

30 Maret 2017 18:46 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Gerrard, produk terbaik Kota Liverpool? (Foto: Carl Recine/Reuters)
Ketika Steven Gerrard memutuskan untuk mengucap selamat tinggal pada publik Anfield tahun 2015 lalu, Jason Koumas memutuskan untuk pensiun setelah klubnya, Tranmere Rovers, terdegradasi ke National League. Semua tahu siapa Steven Gerrard, tetapi Jason Koumas? Tunggu dulu.
ADVERTISEMENT
Tak banyak yang tahu kalau kedua orang itu adalah teman baik. Mereka, bersama Michael Owen, bertemu di Akademi Liverpool. Jika Gerrard dan Owen kemudian mampu mengawali karier profesional di tim utama setelah lulus dari sana, nasib Koumas berbeda. Akademi Liverpool memutuskan bahwa pemain berdarah Yunani itu tidak cukup bagus dan akhirnya Koumas pun dikirim ke tetangga mereka, Tranmere Rovers.
Leon Barton, dalam kolomnya di In Bed With Maradona, menuliskan bahwa kerabatnya pernah bercerita soal Koumas dan Gerrard. "Koumas," tutur sang kerabat, "Punya kemampuan lebih dibanding Gerrard. Masalahnya, cuma kemampuan-lah yang dimilikinya." Sang kerabat sendiri, tulis Barton, pernah bermain di Akademi Tranmere bersama Koumas.
Pada tahun 2011 lalu, sebuah studi yang dilakukan oleh Prof. Stefan Szymanski menunjukkan bahwa Kota Liverpool merupakan penghasil pesepak bola level teratas paling banyak sejak era Premier League. Tak mengherankan, karena dengan dua klubnya, Liverpool dan Everton, Kota Liverpool juga merupakan kota sepak bola tersukses. Selain dari sisi jumlah, baik Liverpool dan Everton sudah mampu memenangi semua gelar yang mungkin mereka dapatkan.
ADVERTISEMENT
Steven Gerrard dan Jason Koumas sendiri tidak dilahirkan di Liverpool. Gerrard lahir di Whiston, sementara Koumas dilahirkan di Wales, tepatnya di kota Wrexham. Namun, keberadaan Liverpool dan Everton sudah pasti menjadi daya tarik tersendiri bagi pemuda-pemuda yang bercita-cita menjadi pemain profesional. Tak mengherankan pula, jika dari akademi kedua klub itu muncul banyak sekali pemain-pemain berbakat, tak peduli di kota apa mereka dilahirkan.
Lewat tulisan ini, kami ingin mengajak para pembaca untuk menengok kembali beberapa nama yang pernah mencuat dari akademi Liverpool maupun Everton. Selain itu, kami juga akan (dengan lancang) memberi vonis pada karier profesional mereka.
1) Wayne Rooney (Everton)
15 tahun yang lalu, Wayne Rooney adalah sebuah fenomena. Di usia 16 tahun, dia sukses menyiksa dua tim London Utara. Pertama, ketika dia memberi assist kepada Mark Pembridge saat menghadapi Tottenham Hotspur, dan kedua, ketika dia membuat gol ini:
ADVERTISEMENT
Setelah gol ke gawang David Seaman tersebut, publik sepak bola Inggris segera melabeli Rooney sebagai pemuda harapan bangsa. Dan, mereka benar. 15 tahun kemudian, Wayne Rooney adalah pencetak gol terbanyak Manchester United dan Tim Nasional Inggris. Selain itu, dia pun sukses memenangi 15 gelar di klub kota rival tersebut.
Sayang, kini Rooney mulai mendapat tekanan dari sana-sini menyusul performanya yang terus menurun. Dia pun dikabarkan bakal dilepas Manchester United musim depan. Akan tetapi, kontribusi Rooney, baik bagi Everton, Manchester United, maupun Timnas Inggris, tentu tak bisa dinafikan begitu saja, bukan?
Vonis: Berhasil
2) Steven Gerrard (Liverpool)
Tidak ada orang yang lebih Liverpool dibanding Steven Gerrard. Meski tidak mengakhiri karier profesional di sana, Gerrard praktis sudah tutup buku ketika dia berpamitan dengan para suporter di Anfield.
ADVERTISEMENT
Sejak berusia tujuh tahun, Gerrard sudah mengenyam pendidikan di Akademi Liverpool dan 11 tahun kemudian, dia diberi debut tim utama. Sejak itu, Gerrard terus menanjak hingga akhirnya diserahi ban kapten pada usia 23 tahun.
Selama di Liverpool, Gerrard sukses menyumbang sembilan gelar, termasuk satu trofi Liga Champions yang diraih lewat keajaiban di Istanbul tahun 2005. Sayang, tak satu pun dari sembilan gelar itu yang bertajuk "Juara Premier League".
Vonis: Berhasil
3) Jack Rodwell (Everton)
Seharusnya, Jack Rodwell bisa menjadi jawaban Everton atas keberhasilan Liverpool menghasilkan Steven Gerrard. Sejak kecil, Rodwell memang sudah menjadi suporter Everton dan pada tahun 2007 lalu, dia melakukan debut tim utama pada usia 16 tahun.
Selama lima tahun bermain untuk tim utama Everton, Rodwell berhasil menunjukkan potensi besarnya. Sebagai gelandang bertahan, dia tangguh dan mampu tampil taktis. Tak jarang, ketika itu dia dikait-kaitkan dengan Manchester United yang memang sedang butuh gelandang bertahan.
ADVERTISEMENT
Namun, Manchester City yang kemudian jadi pelabuhan Rodwell berikutnya. Sejak itulah, semua potensi dan harapan akan Rodwell musnah.
Dua musim di City, Rodwell hanya bermain sebanyak 16 kali. Kini, pemain bertinggi 188 cm itu memperkuat Sunderland dan setiap tahun, dia selalu bergelut dengan zona degradasi.
Vonis: Gagal
4) Neil Mellor (Liverpool)
Tahun 2004 menjadi tahun impian bagi seorang Neil Mellor. Ketika itu, Mellor yang masih berusia 22 tahun berhasil membukukan dua catatan penting. Pertama, ketika dia mencetak gol kemenangan Liverpool atas Arsenal, dan kedua, saat dia mencetak satu dari tiga gol yang meloloskan The Reds dari fase grup Liga Champions.
Tak heran jika harapan pun dipikulkan ke pundak Mellor. Namun, dua gol krusial tersebut ternyata lebih bisa dibilang sebagai kebetulan, alih-alih awal dari sebuah era. Selama empat musim di tim senior, Mellor hanya bermain sebanyak 12 kali dan pada 2012 lalu, dia memutuskan untuk pensiun bersama Preston North End. Cedera kambuhan dan berkepanjangan menjadi alasan utama di balik keputusan Mellor.
ADVERTISEMENT
Vonis: Gagal
5) Francis Jeffers (Everton)
Mencetak 31 gol dari 65 pertandingan bersama Everton dan Timnas Inggris U-21. Itulah resume Francis Jeffers ketika Arsene Wenger merekrutnya dari Everton dengan mahar 8 juta poundsterling.
Mentas dari Akademi Everton, Jeffers punya segalanya sebagai seorang poacher: kecepatan, kelincahan, dan insting membunuh yang hebat. Hal itu sebenarnya sudah dia buktikan.
Namun, cedera berkepanjangan membuat kariernya di Arsenal dan klub-klub lain setelahnya, bubar jalan. Dia pun terus bergonta-ganti klub hingga akhirnya pensiun di klub divisi bawah, Accrington Stanley, pada 2013 lalu. Kini, dia bekerja sebagai salah satu anggota staf kepelatihan The Toffees.
Vonis: Gagal
6) Raheem Sterling (Liverpool)
"The world at his feet, Raheem Sterling!"
ADVERTISEMENT
Kalau Anda hobi bermain Pro Evolution Soccer edisi 16 dan 17, seharusnya Anda familiar dengan frasa di atas. Peter Drury, si komentator, akan meneriakkannya ketika Anda berhasil mencetak gol menggunakan Raheem Sterling.
Ketika di Liverpool, dunia memang ada di dua kaki Raheem Sterling. Sebagai seorang penyerang sayap, gocekan-gocekan Sterling sangatlah merangsang. Hal itu juga masih ditambah dengan insting mencetak golnya yang tak kalah hebat. Sterling pun akhirnya dibeli Manchester City dengan banderol 49 juta poundsterling.
Jika hanya melihat capaiannya kini di bawah Pep Guardiola, takkan banyak yang mengira jika sebelumnya, Sterling sempat kesulitan di City. Banyak pihak yang kemudian lantas mempertanyakan "duit 49 juta pounds-nya itu jadi apa". Namun, Sterling kini mampu kembali tampil impresif, seiring dengan membaiknya performa City di bawah Guardiola.
ADVERTISEMENT
Vonis: Berhasil