Review Angin Kencang: Alter Ego Noh Salleh yang memikat telinga

Arif Utama
we all gonna die (hopefully soon)
Konten dari Pengguna
26 September 2017 18:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arif Utama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sama seperti Alex Turner yang mengajak Miles Kane untuk menciptakan duo The Last Shadow Puppets, sebab Noh Salleh merilis album Angin Kencang pada 2014 adalah soal kepuasan batin. Sama seperti Alex Turner, Noh tentu memiliki kesadaran bahwa proyek untuk merilis lagu dengan nada-nada klasik beresiko untuk Hujan, band yang kadung besar kini di Malaysia. Ia ingin merilis suatu hal yang baru tapi tak ingin mengacaukan masa depan Hujan.
ADVERTISEMENT
Kata Noh, dalam sebuah wawancara di Rolling Stones Indonesia pada tahun 2014, “Di Malaysia, masyarakatnya benar-benar menyukai rekaman modern. Tak ada yang kembali ke sound klasik.” Lagipula, musisi yang menyukai Sore ini juga menyatakan bahwa “Hujan sudah jadi serius, sudah jadi perusahaan, semuanya tentang uang.”
Di album ini, kegilaan Noh terhadap band bernama Sore memang terlihat jelas. Lagu seperti Angin Kencang, Gelung, hingga Mr Polia memiliki permainan drum khas lagu Sore secara keseluruhan. Apa ini meniru? Sebelum anda marah-marah, saya dengan yakin akan katakan bahwa jawabannya adalah tidak. Adapun sebab kemiripan ini, selain karena memang Noh sangat menggilai Sore, juga karena Noh meminta Ramondo “Mondo” Gascaro, yang merupakan anggota Sore, untuk menjadi produser dalam lagu ini.
ADVERTISEMENT
Kerja sama antara keduanya terjadi pada 2013. Noh mengirim demo lagu-lagunya ke Mondo via surat elektronik, dan Mondo akan menggarapnya. Musiknya sendiri dikerjakan di Jakarta, lalu setelahnya baru dikirim Noh untuk mengisi vokal di suatu daerah di Kuala Lumpur yang bernama Ampang. Mondo dibantu Agus “Adink” Budi, yang merupakan personil dari band indie-pop Klarinet.
Kendati memiliki influence dengan Sore, tentu masih ada pembeda yang membuat album Noh ini pantas dimiliki. Ide Noh adalah membuat lagu dengan nuansa klasik. Musik dari Sore sendiri hanyalah sebagian dari influence dari album ini. Beberapa lagu seperti Biar Seribu, Sarawak, atau Sang Penikam terasa lembut seperti lagu sendu klasik dengan nada-nada Jazz yang menjadi rona di telinga. Lagu seperti Renjana penuh dengan nuansa musik khas Melayu. Sementara lagu Bunga di Telinga seperti lagu-lagu cinta era lama.
ADVERTISEMENT
Hal ini tidak mengherankan. Adink menjelaskan di Rolling Stones bahwa Noh memang seorang yang spesial. Sehingga proyek yang awalnya satu lagu ini bisa menjadi satu album.
"Lagu-lagu Noh itu seperti merangsang, seperti memberi ide. Jadi langsung keluar ide, "Wah, bikin seperti ini! Wah, nanti gitarnya seperti George Harrison!" Jadi sebenarnya kalau ini nggak selesai, sayang banget. Lagunya keren-keren banget, mengerjakannya senang, senyum!" jelas Adink sebagaimana dilansir di The Rolling Stones.
Jika anda penyuka musik seperti Sore, atau musik-musik era 70-an atau 80-an, lagu-lagu dari album Angin Kencang akan membawa anda menuju perjalanan ke masa lampau. Lalu membuat anda berharap anda terjebak di masa lampau. Karena begitulah magisnya lirik dan nada-nada dalam lagu Noh yang ini. Sama seperti Noh yang mengaku puas dengan hasil karyanya, saya begitu juga kala mendengarkannya.
ADVERTISEMENT
Satu-satunya kekurangan adalah, album yang dirilis tahun 2014 ini baru bisa didapatkan di Indonesia pada tahun ini. Beruntung ada Spotify yang membuat saya mampu mencolong start.
https://open.spotify.com/album/4KPLIqzqXYLHsJywLa9uaL