Bertemu Dahlan Iskan

Arifin Asydhad
Bekerja sebagai jurnalis sejak 1999. Berawal di Harian Politik Monitor, lanjut ke detikcom. Per Oktober 2016 menapaki babak baru di kumparan (www.kumparan.com)
Konten dari Pengguna
9 Oktober 2017 13:22 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arifin Asydhad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dahlan Iskan dan Arifin Asydhad (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Dahlan Iskan dan Arifin Asydhad (Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT
Teko berwarna putih dan cangkir teh kecil putih disajikan ke ruang musala yang terbuat dari kayu. Ini bukan teko dan cangkir biasa, didatangkan secara khusus dari China. Yang lebih luar biasa adalah isinya: teh asli dari kebun teh di pegunungan Hangzhou, Provinsi Zhejiang. Kebun teh ini tepatnya di sebelah danau Xihu yang sangat terkenal dan menjadi lokasi syuting film serial terkenal White Snake Legend.
ADVERTISEMENT
“Namanya teh Long Jing. Harganya Rp 120 juta per kilogram. Ini dikirimi teman dari sana,” kata Dahlan Iskan membuka diskusi malam itu di rumahnya, di Surabaya. Teh Long Jing merupakan teh kualitas sangat premium, diambil dari pucuk daun ke 2 dan ke 3, hanya dipetik di bulan Februari. Pegunungan teh ini bisa ditempuh selama 3 jam perjalanan via darat dari Shanghai.
Malam itu, 30 April 2017, saya bersama 5 orang lainnya memang sengaja menemui Dahlan. Dia adalah guru sekaligus sahabat. Saya masih menyimpan topi Meksiko, kenang-kenangan dari Dahlan Iskan, saat bersama-sama berkunjung ke Meksiko sekitar tahun 2008. Pada tahun yang sama, saya juga masih ingat, diajak Dahlan masuk ke sebuah kasino di Kota Lima, Peru. “Kita lihat-lihat saja, gak usah ikut main. Sebagai wartawan, tempat seperti ini kita harus tahu juga,” kata Dahlan saat itu.
ADVERTISEMENT
Akhir April itu, saat saya menemuinya, Dahlan, yang seorang wartawan senior, pengusaha media sukses, mantan dirut PLN, dan mantan Menteri BUMN, masih dalam kondisi yang memprihatinkan, bahkan menakutkan. Memprihatinkan, karena dia sedang dibidik berbagai kasus hukum, yang dia tidak tahu siapa orang yang membidiknya. Status hukumnya saat itu: tahanan kota. Menakutkan, karena lebih banyak pejabat menghindarinya karena khawatir dibidik juga.
Dahlan dijadikan tahanan kota karena kasus penjualan aset PT Panca Wira Usaha (PWU), sebuah BUMD di Jawa Timur. Di awal-awal kasus ini muncul, banyak orang bilang kasus ini mengada-ada. Dahlan dicari-cari kesalahannnya. Tujuannya: memenjarakannya. Berbagai forum yang digelar dengan pembicara para tokoh penting dan bersih untuk meyakinkan Dahlan bersih dan tidak korupsi, tak mampu menghentikan laju aparat hukum untuk mempersoalkan Dahlan.
ADVERTISEMENT
Dahlan yang mengenakan baju lengan pendek merah muda menyambut kami di halaman rumah. Dahlan terlihat bugar, tampak lebih muda dari usianya yang 66 tahun. “Wah naik taksi. Ayo masuk,” ajak Dahlan setelah kami bersalaman. Saya datang bersama mantan Menteri ESDM Sudirman Said, mantan Sekjen Kementerian BUMN Muhammad Said Didu, dan teman-teman dari Institut Harkat Negeri (IHN): Ichsan Loulembah, Gunawan Adib Achmadi, dan Binti Nikmatul Afdila.
Copot sepatu, kemudian kami masuk ke ruang dalam. Rumahnya sederhana, meski saya yakin Dahlan, seperti pengusaha lainnya, punya rumah yang lain. Ruang yang dituju pertama kali adalah ruang makan. “Kita makan dulu,” ajak Dahlan sambil membuka tudung menu-menu yang sudah disediakan. Ada semur jengkol, gurame kuah kuning bertabur daun kemangi, sayur daun singkong campur daging sapi, orek tempe, peyek, dan sambal merah. Pak DI--begitu ia disapa--tahu betul kami sedang lapar-laparnya.
Sajian makanan di rumah Dahlan Iskan (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Sajian makanan di rumah Dahlan Iskan (Foto: Istimewa)
Setelah ambil menu, kami menuju ruang makan yang terletak di sebelahnya. Di atas kursi dan meja kayu, kami menikmati hidangan, sambil bincang serius. “Saya tidak bisa ke mana-mana, karena jadi tahanan. Meski sebenarnya di putusan, tidak disebutkan saya jadi tahanan di kota apa,” kata Dahlan membuka perbincangan. Pernyataannya getir dan penuh sindiran. “Hakim memvonis saya dua tahun penjara, karena tuntutan jaksa terlalu tinggi. Padahal hakim menetapkan dakwaan primer saya tidak terbukti,” ujar Dahlan.
ADVERTISEMENT
Perbincangan serius tentang kasus ‘kriminalisasi’ terhadap Dahlan membuat kami prihatin, meski kami masih tetap merasakan sangat lezatnya makanan yang disajikan Dahlan. “Tambah lagi,” pinta Dahlan. Sejak lihat menu, saya memang sudah berniat dari awal, paling tidak ada dua ronde untuk menyantap hidangan ini. Mengapa? Karena saya tidak mau mencampuradukkan kelezatan ikan gurame kuah kuning bertabur kemangi dengan yang lain. Rasanya nanti tidak otentik. Ronde pertama: nasi secukupnya dan gurame kuah kuning. Ronde kedua: nasi dengan jumlah lebih sedikit, semur jengkol, sayur daun pepaya, dan orek tempe. Semuanya enak dan sangat enak.
Acara makan malam selesai, kami pindah ke ruang musala, sekitar 10 meter dari ruang makan. “Kita pindah ke sana ngobrolnya,” pinta Dahlan sambil membuka tudung cemilan di atas meja. Ada dua piring cemilan. Seperti biasa, Dahlan tidak mau dibantu. Dia membawa sendiri cemilan-cemilan ini sendiri ke musala.
ADVERTISEMENT
Melewati jalan kayu dan kolam ikan, kami lesehan di musala yang beralas karpet merah. Ruang musala ini terbuka, berdinding satu, dengan tanaman-tanaman bunga di sekelilingnya. Beberapa tulisan kaligrafi dari ayat-ayat Alquran dipasang di dinding. Setelah menyalakan kipas angin yang terletak di tengah atap musala, Dahlan dan kami duduk lesehan. “Ini pisang dari Kalimantan. Istri saya habis dari sana. Kalau ini singkong goreng,” kata Dahlan memperkenalkan menu yang akan menemani obrolan kami.
Dahlan lantas menawari kami, sebagaimana yang dilakukan pelayan-pelayan di restoran seusai menyantap menu utama. “Teh atau kopi? Empat kopi, lainnya teh ya. Saya sediakan teh yang harganya Rp 120 juta per kilogram,” kata Dahlan sambil berlalu meninggalkan ruang musala menuju dapur. “Pak, saya ganti deh, jangan kopi. saya teh saja,” kata salah seorang di antara kami setelah Dahlan menyebut harga teh yang selangit. “Ini teh langka pasti,” kata teman saya itu yang tidak mau menyia-nyiakan kesempatan.
ADVERTISEMENT
Dahlan kembali ke ruang musala. Perbincangan dimulai, melanjutkan soal kasus hukum yang menimpa Dahlan. Beberapa menit kemudian, datang seorang pelayan membawa tiga cangkir kopi, satu teko teh dan tujuh cangkir khusus. Dahlan membawa cangkir teh tujuh buah, karena dia paham bahwa pemesan kopi juga pasti ingin merasakan teh mahal.
Kopi dihidangkan, sedangkan Dahlan menuangkan air teh ke cangkir-cangkir khusus tadi. Kami penasaran dengan teh Long Jing, yang dipromosikan Dahlan tadi. Warna air teh yang disajikan kuning muda kehijauan. “Ini teko dan cangkirnya khusus, gak bisa dengan cangkir biasa. Untuk menuangkan, juga ada caranya. Jangan sampai menuangkan ke cangkir dalam kondisi penuh,” kata Dahlan yang menuangkan air teh hingga tiga per empat volume cangkir. Dahlan kemudian membagi-bagikan air teh itu.
ADVERTISEMENT
Sebelum menyeruput, kami pun melakukan toast dengan dua tangan menggenggam cangkir kecil itu. Cangkir-cangkir kami bertempelan satu sama lain. “Demi NKRI, demi bangsa dan negara,” teriak kami saat melakukan toast. Kami pun minum dengan hati-hati, menikmati, meneguknya pelan-pelan.
Dia sangat serius menceritakan tentang kasus hukum yang menimpanya. Berkali-kali menggelengkan kepala, Dahlan Iskan tidak tahu mengapa dia ditarget, hanya bisa menduga-duga. Meski begitu, Dahlan akan menghadapi kasus ketidakadilan yang dialaminya.
Ada tiga kasus yang ia hadapi. Pertama, kasus penjualan aset PT PWU. Di tingkat pertama, Dahlan divonis hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan penjara. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntutnya hukuman 6 tahun penjara. Hakim memutuskan Dahlan tidak terbukti bersalah dalam dakwaan primer. Tapi dia dipersalahkan dalam dakwaan subsider.
ADVERTISEMENT
Kedua, kasus mobil listrik. Kasus ini dibawa Kejaksaan Agung di awal pemerintahan Jokowi. Terdakwa Dasep Ahmadi sudah divonis. Sementara Dahlan menjadi tersangka kedua. Saat kami bertemu, Dahlan mengatakan, kasusnya akan dilimpahkan dari kejaksaan ke pengadilan dalam waktu dekat.
Ketiga, kasus pembelian trafo.
Dahlan merasa tidak melakukan kesalahan dalam tiga kasus itu. Dalam kasus penjualan aset PWU di Kediri dan Tulungagung, Dahlan menyebut penjualan aset PWU sudah sesuai prosedur. Itu semata-mata keputusan manajemen, sesuai hasil RUPS.
Namun, Dahlan tetap dipersoalkan melanggar hukum, karena menjual aset PWU tanpa persetujuan DPRD Jawa Timur (Jatim). Padahal, sebelum penjualan itu sudah ada keputusan DPRD Jatim bahwa penjualan aset PT PWU ini tidak perlu persetujuan DPRD dan berpegang pada UU No 1/1995 (UUPT). Meski begitu, sebagai dirut, Dahlan sudah menulis surat penegasan mengenai penjualan itu kepada DPRD Jatim.
ADVERTISEMENT
“Saya saat ini divonis dua tahun penjara, padahal saat ini salah satu aset yang dipersoalkan itu ada yang bernilai Rp 500 miliar. Saya membuat aset BUMD naik, tapi saya dipersoalkan,” kata Dahlan. Penjualan aset PWU ini terjadi saat Dahlan menjadi dirut PWU tahun 2000-2010, tapi mengapa baru 2015 ini kasus ini dipersoalkan.
Terkait kasus ini, dalam nota pembelaannya, Dahlan mengatakan begini: "Saya bersyukur PT PWU yang modalnya hanya berupa inbreng senilai Rp 63 miliar kini memiliki pabrik steel con­veyor belt yang modern, memiliki gedung Jatim Expo yang megah, memiliki pabrik kulit yang terkonsentrasi, dan masih banyak lagi. Juga memiliki aset sebidang tanah yang luas di Surabaya yang nilainya sudah mencapai Rp 500 miliar. Semua itu sangat bermanfaat bagi rakyat Jatim dan Indonesia. Yang juga penting, perusahaan daerah tidak lagi menggerogoti APBD Jatim. Bahkan sudah bisa memperkuat APBD dengan cara setiap tahun PT PWU bisa menyisihkan sebagian labanya untuk disetor ke APBD Jatim. Dengan demikian, APBD bisa sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat."
ADVERTISEMENT
Dahlan juga menceritakan selama 10 tahun menjabat dirut PT PWU, dirinya tidak digaji, karena memang tidak mau digaji. “Saya tidak digaji, tidak menerima tunjangan, tidak menerima fasilitas apapun. Biaya-biaya perjalanan dinas, baik di dalam maupun ke luar negeri, selama 10 tahun itu saya bayar sendiri dari uang pribadi,” kata Dahlan. Bahkan, ketika PT PWU sudah laba miliaran rupiah, Dahlan pun tidak mau menerima bonus.
Dalam kasus ini, Dahlan masih tetap bersyukur tidak terbukti dalam dakwaan primer. Meski begitu, Dahlan tetap mengajukan banding. Dan akhirnya, kasus ini pun berbuah manis untuk Dahlan. Dalam putusan banding di akhir 2017 hakim membebaskan Dahlan Iskan, karena tidak terbukti merugikan negara.
Mendorong Pemimpin-pemimpin Baru
Dalam tahanan kotanya, Dahlan Iskan, meski dijauhi pejabat, tapi malah didekati masyarakat. Dahlan sibuk menerima tamu dari beragam kalangan: kalangan profesional, media, ulama dan kiai, para politisi, dan para tokoh yang menginginkan adanya perubahan. Kalau sudah begitu, yang mereka bahas pun macam-macam, tak terkecuali politik. Ada pembahasan upaya menyiapkan pemimpin-pemimpin di masa mendatang.
ADVERTISEMENT
Dahlan, pengusaha sukses di media, bukan tokoh biasa. Di bidang pemerintahan, tokoh pers ini pernah menjadi menteri BUMN. Di bidang korporasi, dia pernah menjadi dirut PLN. Di bidang politik, pria asal Magetan ini pernah menjadi salah satu peserta konvensi capres Partai Demokrat. Dia peringkat teratas, mengalahkan peserta lainnya termasuk Anies Baswedan dan mantan KSAD Jenderal TNI Pramono Edhi Wibowo.
“Saya selalu teratas. Tapi sayangnya Demokrat tidak mengumumkan apa pun di akhir konvensi,” kata Dahlan yang kecewa karena konvensi ini tidak berjalan dengan fair. Seharusnya, kata dia, apa pun hasilnya, partai politik pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu menyampaikan hasilnya kepada publik.
Setelah konvensi usai, Dahlan kemudian tetap melanjutkan kiprahnya di dunia politik. Dalam pilpres, Dahlan dihadapkan apakah mendukung Prabowo atau Joko Widodo (Jokowi). Akhirnya dia memutuskan mendukung Jokowi. Dia mendirikan kelompok sendiri, tidak bergabung dengan kelompok-kelompok yang sudah ada, dan masuk ke program dan target yang selama ini tidak dimasuki para relawan pendukung Jokowi.
ADVERTISEMENT
Dia tidak menyesali kiprahnya di dunia politik selama ini. Setiap apa yang ia alami, ada pelajaran yang bisa diambil. Bahkan dia menilai ide-ide untuk menjaring pemimpin masa depan Indonesia, seperti konvensi, seharusnya terus dilanjutkan, meski dengan dibuat cara-cara yang lebih baik. Indonesia dengan jumlah populasi 260 juta orang, seharusnya memiliki calon-calon pemimpin yang banyak. “Saya akan support upaya-upaya memunculkan pemimpin-pemimpin,” kata Dahlan.
Dahlan bercerita, dirinya pernah didatangi para kiai berpengaruh dari beberapa daerah. Mereka menilai Dahlan dizalimi dengan ditarget beberapa kasus hukum yang dipaksakan (baca: kriminalisasi). Mereka mendorong Dahlan untuk tidak berdiam diri. Bahkan, dengan melihat kondisi bangsa ini, Dahlan diminta bersiap untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Aha!
Di dunia politik, tidak ada hal yang tidak mungkin. Apalagi di Indonesia ini. Seseorang yang jelas-jelas dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) yang akhirnya dilengserkan dari ketua DPR saja bisa kemudian jadi ketua DPR lagi. Aneh? Iya, tapi nyata. Pak Jokowi yang sebelumnya walikota Solo, hanya perlu waktu 2 tahun menjadi gubernur DKI sebelum terpilih jadi presiden. Sementara Dahlan memiliki banyak track record yang baik, dia juga memiliki kapabilitas. Apalagi Dahlan punya media dengan jaringan terbanyak di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Namun Dahlan bukan besar kepala. Dia sih siap saja. Tapi memang perlu strategi dan dana untuk menatap 2019. Yang jelas, Dahlan mengapresiasi pandangan dan saran para kiai itu. Pandangan mereka yang memang hidup di tengah-tengah masyarakat cukup objektif. Genuine. Sebab, selain para kiai itu, banyak juga tamu-tamu Dahlan yang lain mengungkapkan hal yang sama.
Perbincangan saat itu juga menyinggung Sudirman Said. “Saya dengar-dengar Anda akan diusung di Pilkada Jawa Tengah. Bagus sekali itu. Apa yang bisa saya bantu?” tanya Dahlan terus terang. Sudirman Said hanya tersenyum saja dan mengucapkan terima kasih. “Kita lihat nanti saja, Pak Dahlan,” ujar Sudirman yang berasal dari Kabupaten Brebes ini.
Sudirman Said (kiri), Dahlan Iskan (kanan) (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Sudirman Said (kiri), Dahlan Iskan (kanan) (Foto: Istimewa)
Dahlan juga bertanya kepada Sudirman Said gerangan apa yang membuat diberhentikan dari Menteri ESDM oleh Presiden Jokowi. Dahlan termasuk orang yang terkejut Sudirman dicopot presiden. Padahal, apa yang dilakukan Sudirman Said di kementerian ESDM sudah sangat baik. Tapi, jabatan menteri memang bukan segala-galanya. Jabatan menteri adalah jabatan politik, kapan pun presiden bisa memberhentikan seorang menteri dengan hak prerogatif yang melekat pada dirinya.
ADVERTISEMENT
Masih banyak tema yang dibahas dalam pertemuan ‘bersejarah’ di rumah Dahlan Iskan. Kalau ditulis satu per satu memang bisa sangat panjang. Tapi saya kira cukup sampai di sini saja kisah pertemuan dengan Dahlan Iskan. Yang penting, kami bisa bertemu Dahlan Iskan, mengkonfirmasi kasus-kasus hukum yang dialaminya, dan juga menyerap pandangan dan ide-idenya.
Seiring malam yang semakin larut dan hujan yang mulai mengguyur Kota Pahlawan, kami pamit. Foto bersama dulu di teras rumah dan salam pelukan perpisahan, sebelum kami masuk kembali ke mobil. Sampai ketemu lagi, Pak Dahlan.
**
Setelah 4 bulan berlalu sejak pertemuan itu, kabar baik untuk Pak Dahlan saya baca di kumparan. Menjelang Idul Adha, di akhir bulan Agustus, Pengadilan Tinggi Surabaya membebaskan Dahlan Iskan. Sebagai sahabat, saya turut senang, meski Jaksa Agung Prasetyo tetap ngotot meminta kejaksaan ajukan kasasi.
ADVERTISEMENT
Begitu Dahlan divonis bebas, Dahlan pun lebih leluasa bertemu para tokoh. Dahlan bertemu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri, di Bandara Internasional Juanda, Sidoarjo pada 11 September. Mega mengajak Dahlan membahas Pilkada Jawa Timur. Pertemuan Dahlan dan Mega berlangsung santai, kangen-kangenan antara dua sahabat lama.
Minggu, 8 Oktober 2017, Dahlan kembali bertemu tokoh negeri ini, Presiden Jokowi. Alhamdulillah. Pertemuan Dahlan dan Jokowi berlangsung di markas Jawa Pos di Surabaya. Salah satu yang dibahas mengenai mobil listrik nasional, sesuatu yang sudah diimpikan Dahlan saat menjabat Menteri BUMN. Gara-gara mobil listrik ini, Dahlan dan kawan-kawan juga dibidik oleh kejaksaan.
Meski Dahlan sudah bertemu kembali dengan para pejabat dan pimpinan partai politik, termasuk Presiden Jokowi, hingga saat ini pertanyaan ‘siapa sebenarnya pihak yang menginginkan Dahlan masuk penjara’ belum terjawab. Semoga jalan Pak Dahlan di masa mendatang semakin mulus.
Pertemuan di rumah Dahlan Iskan (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Pertemuan di rumah Dahlan Iskan (Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT