Gim (13)

Melihat dunia warung kopi yang berubah begitu cepat, ada rasa sentimentil dalam diri ini yang muncul. Bukan apa-apa. Dulu semasa kecil, aku masih sempat merasakan nonton bola di warung kopi bersama-sama dengan ayahku. Saat itu Timnas sedang bertanding lawan Malaysia. Semua orang, dengan segala macam profesi, termasuk ayahku yang saat itu karyawan kantoran kelas kroco, memesan segelas kopi sambil asyik nonton bola bersama-sama. Ada rasa hangat yang muncul dari kebersamaan yang tercipta. Rasa kebersamaan yang sekarang dapat kurasakan kembali saat nongkrong di warung Ning Mun. Rasa yang sayangnya mungkin tak dirasakan banyak orang yang lain.

Mengapa aku bilang begitu?

Selain warung Ning Mun, di kampung ini banyak warung lain yang tentu saja lebih ramai dari warung punya Ning Mun. Dugaanku, sebabnya tak lain dan tak bukan karena adanya wifi di warung mereka. Bocil-bocil main ML (maksudku ML dalam artian Mobile Legends dan bukannya yang seperti ada dalam pikiranmu), hingga bapak-bapak fakir kuota yang juga tak mau kalah ikut bermain ML. Mereka semua berkumpul di sana dengan niat utama untuk menumpang internet agar bisa bermain. Membeli kopi dan lain sebagainya hanyalah alasan sekunder saja.