KDRT (4)

Hari ini terasa begitu terik menyengat. Tak biasanya siang di sini sepanas ini. Maksudku, iya, benar memang kalau Surabaya adalah kota yang panas. Bahkan saking panasnya, banyak yang bilang kalau Surabaya letaknya lebih dekat dengan Matahari ketimbang Planet Merkurius. Yang lebih mencengangkan, ada teori yang bombastis yang menjelaskan bahwa Matahari sesungguhnya berotasi mengelilingi Surabaya. Tentu saja teori tersebut benar apabila Matahari yang dimaksud adalah pusat perbelanjaan dan bukannya Matahari dalam artian pusat tata surya. Ya kembali ke intinya, meski Surabaya memang panas, tapi biasanya juga tak sepanas ini.

Sebab itulah, dari kos, aku buru-buru pergi ke warung Ning Mun untuk memesan es teh supaya penderitaan ini bisa sedikit berkurang. Dan meskipun Surabaya panas, suasana Kampung Damai ini rasanya persis seperti namanya. Pepohonan masih cukup rimbun sehingga panas di kampung ini tak sepanas di kampung-kampung lain. Ada pohon mangga, ada pohon mangga, ada pohon mangga... bukan, di kampung ini bukan hanya ada pohon mangga, tapi memang jenis pohon yang kutahu hanyalah pohon mangga. Ada Pak Joni yang memandikan ayam jagonya di depan rumah. Ada Pak Tedi yang memandikan motor GL PRO-nya di samping pos ronda. Ada bocah-bocah yang main gim mobile legend di pelataran rumah. Dan itu dia, warung Ning Mun sudah tampak di pandangan mata. Terlihat juga becak Cak Met terparkir di depannya.

“Cak Met, tumben siang-siang gini sudah di warung,” kataku sambil menghampiri Cak Met.