Saya akan langsung mengawali tulisan ini dengan memaparkan sebuah fakta sejarah yang seharusnya bisa bikin siapapun bergidik membayangkannya. Pada tahun 1965 jutaan orang yang dituduh komunis ditangkap, dibunuh, atau diasingkan ke kamp konsentrasi. Untuk bertahan hidup, sebagian dari mereka menyanyi dan menulis lagu selama di penjara. Lagu-lagu itu adalah mengenai ibu, anak, asa atau harapan, dan tentang kisah cinta.
Lebih dari 50 tahun kemudian, sekelompok penyintas ’65 mendirikan paduan suara Dialita yang merupakan akronim dari “di atas lima puluh tahun”. Grup ini fokus menyanyikan lagu-lagu yang dibuat di penjara dan lagu-lagu yang pernah dibungkam pada masa Orde Baru. Mereka berharap bisa meneruskan sejarah kelam Indonesia yang tidak kunjung selesai kepada generasi muda.
Saya mengenal Dialita pada 2016 ketika album pertama mereka, Dunia Milik Kita, dirilis. Pada masanya album itu langsung menjadi heavy rotation di pemutar musik saya. Sebagai seorang milenial, saya terpukau pada elan vital ibu-ibu penyintas ‘65 yang tergabung dalam Dialita. Meski sudah berada di usia senja, mereka tetap bersemangat mengisahkan ulang tragedi ‘65 melalui jalinan nada dan irama.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814