TKMT ke-6 di Jember, membahas Sejarah & Standarisasi KKNI.

Arka Ardhyansah
Mahasiswa Program Studi Televisi dan Film, Universitas Jember. Podcaster #KataArka - Dengerin di Spotify, iTunes, Noice dan Roov.
Konten dari Pengguna
13 November 2019 12:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arka Ardhyansah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
TKMT ke-6 di Jember, membahas Sejarah & Standarisasi KKNI.
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi Pribadi, Tim TKMT
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi Pribadi, Tim TKMT
ADVERTISEMENT
Pada kesempatan di hari pertama, TKMT ke-6 di Jember dibuka dengan sambutan delegasi dari Kepala Program Studi Televisi dan Film, kemudian acara dilanjutkan dengan acara Simposium 1, membahas mengenai Industri Film dalam dunia pendidikan, terutama mengenai Sejarah hingga Standarisasi KKNI.
ADVERTISEMENT
Panelis pertama Candra Dwi Atmaja dosen ISI Surakarta, memulai obrolan mengenai Sejarah Studi Televisi dan Film yang mula-mula ada di Jogja pada 1950an, namun karena minimnya regenerasi kemudian LPKJ yang sekarang disebut IKJ memulai Program Studi yang sama pada 1971, yang akhirnya disusul banyak Universitas di Indonesia.
Ia kemudian menyinggung tentang visi jangka panjang dunia Televisi dan Film, dan mengharapkan PROFISI sebagai wadah tampungan untuk hal tersebut, karena Program Televisi dan Film ini tak hanya berdiri sendirian, prodi ini juga memiliki banyak saudara yang tentunya tersebar di beberapa Universitas lain.
Tunggul Banjaransari adalah Dosen Universitas Dian Nuswantoro, sebagai panelis kedua membahas tentang Deformasi Produk Film melalui Sekolah Film, pemetaan bagan dari Politik dan Pendidikan hingga lanjut dari Industri, masih saling berkaitan, dan dianologikan Mahasiswa Televisi Film seolah beras yang harus dipilah mana yang unggul dan tidak, yang tak unggul harus dibuang.
ADVERTISEMENT
Kemudian ia juga membahas tentang pembagian mahasiswa baru yang tak lolos Prodi Film dan Televisi di Negeri kemudian menjadi terbuang ke Universitas Swasta seperti Udinus, Binus dan sebagian lain, walaupun harusnya orang-orang terbuang ini menjadi sesuatu hal yang menarik kemudian diolah menjadi sesuatu hal yang tak kalah bersaing dengan lulusan Universitas Negeri yang belum tentu baik. Deformasi Film, bermula dari Crafting dan Exploring kemudian berlanjut pada Metode Konseling yang kemudian masuk dalam Deformasi Film.
Kemudian panelis melanjutkan mengenai metode pembelajaran di Universitasnya yang menjadi titik penting ialah konseling yang menitik beratkan pada saling curhat dan tidak satu arah, misalnya bila mahasiswa mempunyai masalah ia akan mendengarkan dan mencari solusi bersama, walaupun Dosen bukan orang psikologi, panelis ingin memberikan ruang dekat pada Mahasiswa agar tak menjadi ruang kelas dan belajar yang tegang, menjadikan Dosen bisa dekat dengan Mahasiswa, bukan Mahasiswa yang menjadi tumpukan kesalahan namun Dosen yang harus beberat hati menjadi tumpuk kesalahan bila Mahasiswanya tak dapat menjadi orang yang berkontribusi atau paling tidak baik, menjadi baik dalam pembelajaran.
Dokumentasi Pribadi, Tim TKMT
Bahkan ia juga mendata pemilihan ikut dalam aksi dan pilihan politik, walaupun kebanyakan masih berat sebelah, golput ataupun apatis, panelis juga membahas tentang ranah hal yang lain dalam dunia pendidikan yang menjadikan Universitas Swasta jauh lebih terbuka daripada Universitas Negeri.
ADVERTISEMENT
Tito Imanda, Ketua bidang Penelitian dan Pengembangan di Badan Perfilman Indonesia , sebagai panelis ketiga ia membahas tentang Standarisasi dalam dunia Film, khususnya terkait estetika film dan bagaimana membuat riset, serta penelitian praktis. Panelis ketiga membaca materi yang berada dalam bentuk teks, panelis ketiga membahas berbagai level dan jenjang dalam dunia Telvisi dan Film yang diperkirakan level yang sejajar pada jenjang KKNI.
Panelis kemudian menjelaskan level kualifikasi Standar Nasional dalam KKNI, dan menyinggung mengenai pembelajaran, seperti Taxonomy Bloom.