Mending mana: data dipakai pemerintah untuk represi, atau digunakan hacker untuk membuka inkompetensi negara? Dari perspektif mana pun keduanya salah. Tapi dalam kondisi aparat dan pejabat negara dianggap kerap mengecewakan, perilaku hacker yang membuka data pejabat negara memicu tempik sorak membahagiakan buat sebagian orang.
Kemunculan hacker Bjorka dalam percakapan media sosial belakangan ini menarik untuk dibahas. Bukan cuma karena dia berkali-kali meledek Menkominfo Johnny G Plate, tapi juga karena sejarah kemunculannya yang seperti sudah terlupakan.
Dalam ingatan saya, Bjorka adalah peretas yang berniat menjual data warga Indonesia yang digunakan untuk registrasi kartu seluler. Dia mengaku meretas dan memiliki 1,3 miliar data pengguna nomor ponsel. Data tersebut selain memuat nomor seluler, juga nama lengkap pengguna, NIK, tanggal registrasi, dan lain-lain. Bjorka menjual data ini seharga 50 ribu USD dalam bentuk mata uang crypto, dan bersedia memberikan 1,5 juta sampel sebagai bukti.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814