#2019GantiPresiden Debat Pilgub Jabar; Cerminan Kompetisi Politik Pragmatis Indonesia

Konten dari Pengguna
26 Mei 2018 0:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Armand Luthfan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menjelang pesta demokrasi rakyat Republik Indonesia tahun 2019 mendatang, suasana memanas persaingan politik di publik mulai terasa. Hal tersebut nampak jelas dengan mulai adanya tren #2019GantiPresiden. Dari tagar ini diketahui bahwa ada aspirasi rakyat Indonesia yang menghendaki pergantian presiden di ajang Pilpres mendatang.
ADVERTISEMENT
Apabila melihat penjelasan Ketua Panja RUU Penyelenggaraan Pemilu Lukma Edy , Selasa (25/4/2017). Bahwa, Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 dijadwalkan digelar secara serentak pada 17 April 2019. Rangkaian tahapan sudah dilakukan sejak tahun lalu, tepatnya pada Oktober 2017. Kampanye akan mulai dilaksanakan bulan Oktober 2018 hingga April 2019 mendatang.
Namun, disatu sisi Pilkada serentak yang dilaksanakan tahun ini juga sangat berdekatan dengan rangkaian Pemilu seperti yang dijelaskan oleh Lukman tersebut. Hal ini tak jarang dijadikan salah satu kesempatan bagi para pasangan calon Gubernur dan Bupati untuk dapat memperoleh salah satu blok suara. Kemudian kesempatan ini memungkinkan terjadinya kerancuan dalam ajang kontestasi Pilgub dan Pilpres mendatang.
Hal ini terjadi dalam peristiwa penunjukkan pesan #2019GantiPresiden dalam Debat Publik Pilgub Jabar pada 14 mei 2018 di Univeritas Indonesia. Dalam debat Pilgub Jabar tersebut salah satu pasangan calon Gubernur yaitu Sudrajat-Ahmad Syaikhu (Asyik) yang disusung oleh partai Gerindra dan PKS, memamerkan kaos yang bertuliskan pesan #2019GantiPresiden.
Peristiwa tersebut sontak membuat publik kaget dan menimbulkan pro dan kontra terhadap aksi tersebut. Peristiwa ini merupakan suatu bentuk pelanggaran regulasi apabila dikaitkan dengan pernyataan Lukman bahwa kampanye Pemilu dan Pilpres baru akan dilaksanakan bulan Oktober 2018 mendatang. Selain itu, terdapat kerancuan dalam pesan ajang debat Cagub Jabar tersebut, pesan yang disampaikan dimengerti sebagai pesan yang seharusnya berdada dalam ranah Pilpres bukan Pilgub. Namun, mengacu dengan pesan yang terkandung dalam baju tersebut secara harfiah tidak mengandung sesuatu hal yang menyatakan dukungan terhadap salah satu figur lain selain presiden menjabat saat ini.
ADVERTISEMENT
Walau demikian, pesan politik dalam aksi tersebut sangatlah jelas yaitu, rakyat yang mendukung atau memiliki keinginan untuk mengganti Presiden pada Pilpres yang akan datang memiliki kesamaan dengan Paslon Gubernur Jabar tersebut. Dengan demikian, diketahui bahwa Paslon Sudrajat-Ahmad Syaikhu (Asyik) menggunakan kontestasi Pilpres yang akan datang sebagai sarana untuk meraih suara bagi mereka.
Pilgub diketahui adalah suatu ajang untuk menentukan Gubernur. Gubernur terpilih nantinya adalah suatu perpanjangan tangan dari pemerintah pusat, maka dari itu Presiden menjabat diwajibkan untuk netral. Namun, bagaimana dengan para pasangan calon tersebut? yang diketahui bahwa mereka merupakan sosok yang diusung berbagai partai dibelakangnya.
Terdapat beberapa pendekatan untuk melihat fenomena tersebut. Alan Ware dalam bukunya yang berjudul Political Parties and Party Systems, 1996. Menjelaskan bahwa bahwa partai tidak akan lepas dari sebuah ideologi didalamnya. Hal ini dapat diidentifikasi melalui tiga pendekatan atau pandangan untuk dapat menjelaskan kedudukan partai politik yaitu, faktor sosiologis, faktor institusional, dan faktor kompetisi. Faktor-faktor ini juga akan mempengaruhi bagaimana sosok yang diusung partai dalam melakukan tindakan politis.
ADVERTISEMENT
Ware menjelaskan bahwa, (1) Faktor sosiologi fokus kepada pola konflik sosial dalam suatu negara, dan melihat institusi sebagai penengah. (2) Kemudian faktor institusional berpendapat bahwa institusi itu penting, dan bahwa mereka memiliki pengaruh yang mendalam terhadap partai dan bagaimana mereka berinteraksi dengan seseorang. (3) Sedangkan, faktor kompetisi melihat partai sebagai aktor yang hanya mementingkan diri sendiri, bagaimana cara mereka untuk mendapatkan kemenangan atas kepentingan golongannya sendiri, hal ini didorong oleh kebutuhan mereka untuk bersaing dalam pemilihan.
Apabila melihat peristiwa yang dilakukan oleh Paslon Sudrajat-Ahmad Syaikhu (Asyik) yang diusung oleh partai Gerindra dan PKS, yang juga amerupakan partai oposisi pemerintahan saat ini. Maka diketahui bahwa mereka melakukan aksi tersebut merupakan salah satu tindakan faktor kompetisi yang mementingkan diri sendiri dan hanya berfokus untuk mendapatkan kemenangan atas kepentingan golongannya tersendiri.
ADVERTISEMENT
Aksi yang dilakukan Paslon Sudrajat-Ahmad Syaikhu (Asyik) yang diusung oleh partai Gerindra dan PKS dapat dilihat bahwa mereka tidak melihat bahwa ajang Pilgub secara subtansial merupakan ajang untuk mendapatkan Kepala Daerah yang sejatinya merupakan Wakil Pemerintah Pusat di daerah. Tentu, para calon Gubernur secara konstitusional yang akan terpilih kelak adalah salah satu kepanjangan tangan pemerintah pusat.
Berdasarkan pandangan ini terlihat bahwa aksi pesan #2019GantiPresiden yang dilakukan Paslon Cagub Jabar bernomor urut 2 beberapa waktu lalu merupakan salah satu bentuk konkret dari cerminan penurunan ideologi-ideologi partai yang ada di Indonesia yang hanya praktis kepada faktor kompetisi.
Referensi
Ware, A. (1996). Political parties and party systems (Vol. 9). Oxford: Oxford University Press.
ADVERTISEMENT
Von Beyme, K. (1985). Political parties in Western democracies. Gower Publishing Company, Limited.