Kebijakan Terhadap Rohingya, Unsur Politik atau Solidaritas Islam Semata?

Konten dari Pengguna
30 Oktober 2017 14:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Armand Luthfan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kebijakan Terhadap Rohingya, Unsur Politik atau Solidaritas Islam Semata?
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Etnis Rohingya di Myanmar menjadi sorotan dunia, tidak hanya di Indonesia namun internasional. Sorotan ini karena adanya kasus yang diduga sebagai genosida atau pembersihan suatu wilayah dari etnis, agama, dan ras tertentu yang juga sebuah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan secara sistematis dan berunsur politik oleh negara. Kasus yang melanda kaum Rohingya bisa dikatakan sebagai pelanggaran HAM karena pelanggaran ini dilakukan oleh negara yang menauingnya yaitu Myanmar. Pelanggaran HAM yang terlihat dalam kasus ini berdasarkan sifat HAM adalah pelanggaran dari Personal Rights yaitu hak pribadi yang meliputi hidup, merdeka, memeluk agama, dan berpendapat ; Social and Cultural Rights yaitu hak masyarakat dapat berbudaya dan bersosial bebas dari manapun asal-usulnya; Rights of Legal Equality yaitu mendapat kesamaan kedudukan dalam tatanan masyarakat; Procedural Rights yaitu jaminan perlindungan terhadap prosedur hukum.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus yang melanda Rohingya terjadi pelanggaran-pelangaran berkenaan dengan sifat dasar HAM tersebut. Pertama, yang sangat jelas terlihat dari masalah ini adalah tidak mendapatkan hak untuk hidup karena dianggap sebagai kaum pendatang. Anggapan bahwa kaum Rohingya adalah kaum pendatang juga secara tidak langsung menjadi pelanggaran berikutnya yaitu hak mendapat kesamaan kedudukan dan hak untuk bersosial dan bebudaya dalam negaranya. Keadaan ini juga diperparah dengan pelaku hal itu adalah negara tempat kaum ini bernaung tanpa adanya perlindungan hukum yang ditegakan dan merupakan pelanggaran terhadap hak perlindungan hukum. Hal-hal yang dijabarkan diatas adalah pemicu terjadinya tudingan dari masyarakat internasional terhadap Myanmar bahwa melakukan genosida, massacare, ethnic cleansing terhadap kaum Rohingya serta menimbulkan kepedulian-kepedulian yang mengalir dari dunia internasional.
ADVERTISEMENT
Kepedulian internasional atas terjadinya genosida yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap kaum Rohingya juga menjadi masalah dunia internasional. Hal ini terlihat dari bagaimana banyak negara-negara solidaritas agama Islam di dunia seperti Indonesia berusaha melakukan langkah politis dengan contoh konkret, seperti yang dilansir oleh Reuters pada minggu (3/9/2017), memberitakan mengenai lawatan Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno LP Marsudi ke Myanmar dengan judul Indonesia Envoy to Urge Myanmar to Halt Vilonce Against Rohingya Muslims. Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno LP Marsudi bertemu dengan pemimpin de facto Myanmar, Daw Aung San Suu Kyi, di ibu kota Myanmar, Naypyidaw untuk membicarakan peran Indonesia dalam meredam kekerasaan di Myanmar. Ia membawa amanah masyarakat Indonesia, yang sangat khawatir terhadap krisis HAM di Rakhine State dan Indonesia bersedia membantu, ia jugamenyuarakan suara dunia Internasional agar krisis HAM tersebut dapat segera diselesaikan.
Kebijakan Terhadap Rohingya, Unsur Politik atau Solidaritas Islam Semata? (1)
zoom-in-whitePerbesar
Kebijakan diplomatik yang diambil oleh Indonesia juga mendapat tanggapan baik oleh negara Bangladesh yang juga sangat peduli dengan kasus kaum Rohingya. Contoh konkret kepedulian Bangladesh terhadap rohingnya berdasarkan yang dilansir CNN, kamis (10/9/2017), dengan judul Bangladesh hospital at breaking point taking Rohingya victims, bahwa Bangladesh sejak bulan Agustus sudah mulai kewalahan dengan menampung pengungsi kaum Rohingya yang berjumlah sekitar 380.000 warga. Hal ini juga membuat adanya pertemuan diplomatik antara Menteri Luar Negeri Indonesia dengan Menteri Luar Negeri Bangladesh, Shahidul Haque, untuk membahas solusi konflik dan meminta akses pengiriman bantuan kemanusiaan, dilansir dari CNN Indonesia, Rabu (6/9/2017), berjudul Di Bangladesh, Menlu Retno Bahas Pengungsi Rohingya.
Kebijakan Terhadap Rohingya, Unsur Politik atau Solidaritas Islam Semata? (2)
zoom-in-whitePerbesar
Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh kedua negara, Indonesia dan Bangladesh bukan hanya semata-mata kesolidaritasan Islam. Hal ini ternyata juga adanya kepentingan berunsur politik. Untuk mengetahui hal ini diperlukan pendekatan sistem politik perbandingan untuk mengetahui bagaimana kedua kebijakan politik kedua negara dihasilkan. Pendekatan politik perbandingan diperlukan untuk menganalisa hasil kebijakan seperti yang diambil Indonesia dan Bangladesh, berdasarkan pendapat Gabriel Almond dalam Comparative Political System Journal of Politics XVII, ia berpendapat bahwa “konsep menyeluruh mencakup semua tindakan berpola yang relevan dengan pengambilan keputusan politik” (1956:393). Berdasarkan pendapatnya, secara esensial Almond mengonseptualisasikan kedalam pendekatan skematik studi perbandingan politik, dalam skema tersebut terdapat empat ciri yang menonjol (1960:11), yaitu : Pertama, semua sistem politik memiliki struktur politik. Kedua, fungsi-fungsi yang sama muncul dalam seluruh sistem politik. Ketiga, seluruh struktur politik adalah multi fungsional. Keempat, seluruh sistem politik bercampur dengan pengertian budaya.
ADVERTISEMENT
Ciri-ciri skematik studi perbandinagn politik dijelaskan Almond mendapat pengaruh konsep kerangka kerja input, output, dan feedback (Easton:1965). Berdasarkan hal ini maka Almond menyusun garis besar kategori-kategori fungsional sendiri yang memisahkan antara input dan output yaitu sebagai berikut : Fungsi-fungsi input meliputi sosialisasi dan perekrutan politik, artikulasi kepentingan, penggabungan kepentingan, dan komunikasi politik. Sedangkan fungsi-fungsi output meliputi pembuatan aturan, penerapan aturan, dan penilaian aturan. Almond kemudian mempertajam skema tersebut dalam buku Comparative Politics : A Developmental Approach (1966), ia menyempurnakan pendekatan fungsionalnya pada perbandingan politik, penyempurnaan ini menghasilkan jenis klasifikasi baru meliputi output pemerintah yang diantaranya terdapat artikulasi kepentingan, penggabungan kepentingan, dan komunikasi. Output tersebut mengalami proses konversi dan menjadi trasnformasi demand (permintaan) dan support (dukungan) yang mengalir ke dalam sistem politik. Dalam proses aliran demand dan support, diluarnya juga mengalir ekstraksi, regulasi, dan distribusi kedalam masyarakat dan lingkungan internasional. Proses pada masyarakat seperti ini dirasa oleh Almond bahwa output regulasi, ekstraksi, dan distribusi sangat dipengaruhi oleh input permintaan dari suatu kelompok-kelompok masyarakat dan bahwa masyarakat-masyarakat ini selanjutnya memiliki kemampuan respon yang lebih tinggi (1966:29).
ADVERTISEMENT
Penjelasan oleh Almond mengenai bagaimana suatu sistem politik memiliki suatu proses input dan output yang menghasilkan permintaan dan dukungan menjadi landasan utama untuk melihat kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah suatu negara. Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas maka kita dapat melihat langkah pemerintah Indonesia dan Bangladesh mengambil kebijakan menyikapi isu kaum Rohingya di Myanmar adalah suatu kebijakan politik. Pernyataan ini dapat dijelaskan dengan meihat keadaan politik di Indonesia dan Bangladesh saat mengambil kebijakan-kebijakan tersebut.
Kondisi politik di Indonesia saat terjadinya pemanasan kasus Rohingya bertepatan dengan sedang memanasnya populisme Islam yang sangat mempengaruhi laju politik di Indonesia saat ini, contoh konkretnya adalah terjadinya gerakan sosial yang menuntut salah satu calon gubernur ibu kota DKI Jakarta, Basuki Tjahya Purnama atau Ahok yang dianggap melakukan penistaan agama Islam pada salah satu kesempatan memberikan sambutan di wilayah Kepulauan Seribu. Ahok yang diusung oleh salah satu partai pro pemerintahan presiden Joko Widodo, Jokowi, mendapat cekaman yang sangat keras dari berbagai lapisan masyarakat Islam di Indonesia. Hal ini mendorong terjadinya gerakan sosial yang dikenal sebagai aksi bela Islam yang merupakan gerakan sosial dengan isu agama terbesar sepanjang sejarah Indonesia yaitu aksi 212. Hasil gerakan 212 yang berjilid-jilid ini rupanya juga berhasil menggagalkan kemenangan Ahok untuk pencalonan gubernur DKI Jakarta sekaligus menjadikannya tersangka kasus penistaan agama. Gerakan sosial ini juga diduga dimobilisasi dan ditungangi oleh golongan-golongan oposisi partai pengusung Ahok yang merupakan partai pro pemerintah Jokowi. Hal seperti ini juga memengaruhi stabilitas politik pemerintah Jokowi, untuk mencegah hal ini maka langkah yang diambil oleh pemerintah Jokowi adalah menuruti keinginan golongan dengan atas nama mayoritas masyarakat Islam di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hal yang sama juga terjadi kepada isu Rohingya, adanya gerakan yang menekan pemerintah Jokowi untuk mengambil kebijakan membantu kaum Rohingya di Myanmar oleh masyarakat Islam dan dimobilisasi oleh salah satu partai Islam yang juga oposisi partai pro pemerintahan Jokowi. Gerakan ini menekan agar pemerintah Indonesia untuk turun tangan membantu menyelesaikan masalah Rohingya di Myanmar, gerakan ini pada akhirnya berhasil memengaruhi pemerintah untuk mengambil kebijakan diplomatis Indonesia terhadap pemerintah Myanmar. Berdasarkan penjabaran diatas dapat terlihat bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah untuk kasus Rohingnya juga berunsur politis, kebijakan ini adalah untuk menghasilkan suatu support (dukungan) terhadap pemerintah agar tetap terjaganya stabilitas politik pemerintahan Jokowi.
Masalah politik seperti ini juga dirasakan pada negara Bangladesh yang merupakan negara dengan kaum mayoritas Muslim sekaligus negara yang berbatasan langsung dengan Myanmar. Atas dasar negara Islam dengan wilayah yang berbatasan langsung dengan Myanmar, maka timbulah kesolidaritasan sesama kaum muslim dari masyarakat Bangladesh. Maka, pemerintah Bangladesh membuka secara bebas penerimaan pengungsi kaum muslim Rohingya, bahkan pemerintah Bangladesh siap membangun 14.000 kamp untuk pengungsi kaum Rohingnya, hal ini dilansir dari Kompas, Minggu (17/9/2017), dengan judul Bangladesh Siap Bangun 14.000 Kamp untuk Pengungsi Rohingya. Pemerintah Bangladesh merespons masuknya poengungsi dengan mendirikan 14.000 tempat penampungan tambahan di Kutapalong, dekat perbatasan dengan Myanmar. Kebijakan seperti ini diambil oleh Pemerintah Bangladesh agar tertap terjaganya kestabilan dalam pemerintahan Bangladesh yang mayoritas masyarakatnya merupakan kaum Muslim walau pemerintah Bangladesh sudah mulai kewalahan karena sebanyak 380.000 pengungsi kaum Rohingya yang berada di Bangladesh dan sudah melampaui daya tampung. Kondisi ini adalah yang membuat terjadinya kerjasama pemerintah Indonesia dengan pemerintah Bangladesh untuk mesolusikan kasus yang sudah terjadi berlarut-larut. Hal ini dilakukan selain bersdarkan nilai solidaritas sesama kaum Muslim, juga agar tetap mengalirnya support (dukungan) masyarakatnya terhadap pemerintahan Bangladesh dan Indonesia saat ini.
ADVERTISEMENT
Dari ulasan mengenai kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Indonesia dan Bangladesh dalam menangani kasus kaum Rohingya dapat terlihat bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah suatu negara adalah hasil artikulasi kepentingan, penggabungan kepentingan, dan komunikasi politik untuk mendapatkan suatu output berupa support dari masyarakat kepada pemerintah.
Dari kasus Rohingya ini dapat diambil kesimpulan untuk kebaikan bersama antara pemerintah dan masyarakat terjadi sebuah proses input dan output bersifat politis yang terkomunikasikan dengan baik. Jenis komunikasi ini adalah dengan pemerintah mendengar setiap demand (permintaan) dan memproses secara bijak permintaan tersebut agar mengasilkan output berupa support (dukungan) terhadap pemerintah. Kebijakan-kebijakan yang dihasilkan juga harus terbuka dengan kerjasama dalam lingkungan internasional apabila diperlukan. Maka, pemerintah terbuka dengan masyarakat karena masyarakat menentukan nilai dukungan terhadap pemerintah seacara signifikan seperti yang dikemukakan Almond bahwa permintaan dari suatu kelompok-kelompok masyarakat dan bahwa masyarakat-masyarakat ini selanjutnya memiliki kemampuan respon yang lebih tinggi (1966:29).
ADVERTISEMENT
Referensi:
Almond, G.A., Comparative political systems. The Journal of politics XVII, Hlm 391-409. 1956 (http://www.journals.uchicago.edu)
Almond, G.A, Powell, G. Bingham. Comparative Politics : A Development Approach (Little Brown, Boston), 1966.
Easton, D.,A systems analysis of political life. 1965 (Wiley online library, http://onlinelibrary.wiley.com/)
Reuters.com, minggu (3/9/2017) Indonesia Envoy to Urge Myanmar to Halt Vilonce Against Rohingya Muslims
CNN.com, kamis (10/9/2017), Bangladesh hospital at breaking point taking Rohingya victims
CNNIndonesia.com, Rabu (6/9/2017), Di Bangladesh, Menlu Retno Bahas Pengungsi Rohingya.
Kompas.com , Minggu (17/9/2017), Bangladesh Siap Bangun 14.000 Kamp untuk Pengungsi Rohingya.