Perang Tagar Dukungan Capres dan Kampanye Politik yang Berat

Arya Fernandes
Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS
Konten dari Pengguna
3 September 2018 11:40 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arya Fernandes tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Topi #2019GantiPresiden. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Topi #2019GantiPresiden. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Perang tagar antara pendukung #2019TetapJokowi dan #2019GantiPresiden yang kencang di media sosial mulai bergerak ke ‘darat’. Peralihan dari gerakan digital menjadi gerakan darat tersebut menunjukkan adanya perubahan strategi kedua pasangan.
ADVERTISEMENT
Bisa jadi para pengguna media sosial sudah jenuh dan bosan dengan perang cyber dan perang buzzer yang sudah berlangsung cukup lama. Atau bisa jadi gerakan di media sosial tidak menunjukkan efektivitas dalam menggaet pemilih baru.
Aktivitas kedua relawan yang menyasar dan memobilisasi masyarakat akar rumput dilakukan melalui deklarasi tagar dan dukungan kepada kedua pasangan. Di beberapa tempat, aktivitas tersebut diwarnai sejumlah insiden penolakan yang terjadi pada kedua belah pihak.
Saya berpendapat untuk menghindari gesekan kedua kelompok, sebaiknya kedua relawan dan partai politik penggusung menahan diri untuk melakukan mobilisasi massa sampai dimulainya masa kampanye politik. Berdasarkan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), kampanye anggota DPR dan calon presiden/wakil presiden akan dimulai pada 23 September 2018 mendatang.
ADVERTISEMENT
Artinya, pesta kampanye akan dimulai kurang dari 20 hari lagi. Untuk itu, sebaiknya kedua relawan bersabar menunggu waktu tersebut. Toh, banyak hal bisa dipersiapkan menjelang pelaksanaan kampanye tersebut.
Capres dan Cawapres di Pilpres 2019. (Foto: kumparan, Gerindra, dok. Biro Pers Setpres)
zoom-in-whitePerbesar
Capres dan Cawapres di Pilpres 2019. (Foto: kumparan, Gerindra, dok. Biro Pers Setpres)
Menurut saya, sebaiknya partai dan kandidat fokus mempersiapkan infrastruktur kampanye seperti: tim pemenangan kampanye, jaringan relawan partai atau profesional, dan materi kampanye. Partai juga sebaiknya fokus memberikan pembekalan kepada caleg dan relawan kampanye. Pasalnya, kompetisi politik ke depan menjadi sangat berbeda dibandingkan pemilu sebelumnya.
Kompetisi elektoral mendatang membuat partai politik harus menyiapkan diri sedini mungkin. Strategi dan taktik kampanye harus didesain secara terukur dan ilmiah. Partai dihadapkan pada kondisi harus bertahan dalam situasi yang tidak mudah.
Dalam banyak riset opini publik, terlihat bahwa efek ekor jas (coat-tail effect) dalam pencalonan presiden banyak diperoleh oleh partai yang diasosiasikan dekat dengan calon presiden. Dalam hal ini, pencalonan Joko Widodo secara politik akan menguntungkan bagi PDI Perjuangan dan pencalonan Prabowo Subianto akan menguntungkan Partai Gerindra.
ADVERTISEMENT
Kompetisi antarpartai juga berat karena terjadi banyak perubahan penting dalam Pemilu 2019 nanti, di antaranya perubahan sistem konversi suara dari Kouta-Hare menjadi Sainte-Lague dan kenaikan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dari 3,5% menjadi 4%.
Perubahan juga terjadi pada jumlah peserta pemilu yang meningkat dari 12 partai menjadi 16 partai, penambahan dari 77 menjadi 80 daerah pemilihan, serta penambahan jumlah anggota DPR dari 560 menjadi 575.
Perubahan-perubahan tersebut tentu mempengaruhi positioning partai politik di hadapan pemilih dan membawa implikasi pada strategi elektoral partai politik. Implikasi penting lainnya dari perubahan tersebut adalah terkait masa depan elektoral partai politik, terutama bagi partai menengah dan partai bawah. Tantangan yang paling tinggi adalah ancaman tidak lolos angka parliamentary threshold.
ADVERTISEMENT
Para petahana dihadapkan juga pada kondisi berubahnya metode hitung sehingga kursi yang didapatkan dengan metode sebelumnya bisa saja terancam hilang bila menggunakan metode baru. Selain itu petahana juga dihadapkan pada munculnya penantang baru yang berasal dari keluarga (anak/suami/istri) petahana atau mantan petahana yang sudah habis masa periode jabatannya serta mantan calon kepala daerah yang gagal dalam Pilkada.
Dari sisi kampanye politik, kampanye ke depan diperkirakan menjadi lebih modern. Selain karena mulai terlibatnya kelompok profesional baik konsultan politik dan pollster dari dalam dan luar ini. Para kelompok profesional kampanye ini sudah berpengalaman menangani banyak pemilu di era politik modern.
ADVERTISEMENT
Sejak Pemilu 2009 lalu, para profesional kampanye banyak yang lahir. Kelompok ini menjadi industri baru dalam politik Indonesia modern. Mereka memiliki keahlian khusus, mempunyai rekam jejak dalam penelitian kuantitatif, dan berasal dari banyak latar belakang: mulai dari ilmu politik, public relations dan komunikasi, ekonomi, psikologi, teknologi informasi, dan ilmu sosial lainnya.
Perpaduan multidisipliner, profesionalitas, dan kredibilitas membuat kelompok profesional tersebut bisa bertahan.
Kampanye yang panjang hingga 13 April 2019 membuat partai, kandidat, dan relawan yang menyiapkan energi yang panjang. Energi tersebut tentu jangan dihabiskan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat.
Saya berharap kedua relawan kontestan dapat bersabar hingga dibukanya masa kampanye pada 23 September 2018 mendatang tanpa adanya kegaduhan, intimidasi, dan kekerasan politik.
Neno Warisman, Mardani Ali Sera, dan Abu Jibril Fuad. Mereka para pentolan gerakan #2019GantiPresiden. (Foto: Puti Cinintya Arie Safitri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Neno Warisman, Mardani Ali Sera, dan Abu Jibril Fuad. Mereka para pentolan gerakan #2019GantiPresiden. (Foto: Puti Cinintya Arie Safitri/kumparan)
ADVERTISEMENT