Prabowo Subianto dan Tagar #2019GantiPresiden

Arya Fernandes
Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS
Konten dari Pengguna
2 Juli 2018 20:11 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arya Fernandes tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Prabowo Subianto  (Foto: Facebook/Prabowo Subianto )
zoom-in-whitePerbesar
Prabowo Subianto (Foto: Facebook/Prabowo Subianto )
ADVERTISEMENT
Beberapa bulan menjelang masa pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden, tim komunikasi Prabowo Subianto dan PKS membuat gebrakan komunikasi. Mereka mempopulerkan gerakan tagar #2019GantiPresiden. Tak tanggung, tim komunikasi Gerindra dan PKS sengaja merekam lagu tersebut di studio rekaman. Lagu tersebut disebarluaskan melalui sejumlah medium, seperti channel YouTube, platform media sosial, dan aplikasi chatting.
ADVERTISEMENT
Dalam pilkada serentak Juni lalu, strategi tersebut diduplikasi di daerah. Beberapa calon kepala daerah menggunakan figur Prabowo untuk menggerek suara. Dari Jawa Barat misalnya, pasangan Sudrajad-Akhmad Saikhu menggunakan tagline “2018 Asyik Menang, 2019 Ganti Presiden” ketika masa kampanye.
Dalam hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei, suara pasangan yang diusung Gerindra, PKS, dan PAN berhasil parkir di nomor urut dua setelah Ridwan Kamil dan UU Ruzhanul Ulum.
Menjelang pendaftaran calon presiden, gerakan yang dimotori Fadli Zon dan Mardani Ali Sera berusaha mengonsolidasikan masa pendukung Prabowo di pemilu 2014 dan pendukung Anis-Sandi di Pilkada DKI Jakarta, lalu.
Bersama mereka bergabung pentolan group band Dewa, Ahmad Dhani dan aktris senior Neno Warisman. Seberapa efektifkah gerakan tersebut dan bagaimana membaca perubahan strategi komunikasi Prabowo tersebut?
ADVERTISEMENT
Tak banyak waktu bagi Prabowo Subianto untuk mengejar ketertinggalan suara dengan petahana Joko Widodo. Sejumlah lembaga survei yang kredibel melansir jarak suara Jokowi dan Prabowo masih terpaut sekitar 25-35 persen.
Tingkat elektabilitas Prabowo berada pada kisaran 25-30 persen, sementara Jokowi pada kisaran 55-60 persen. Dengan jarak yang terpaut cukup jauh tersebut tak heran bila Prabowo kerap kali melontarkan pernyataan-pernyataan yang bernada menyerang pada petahana.
Prabowo Subianto (Foto: Instagram @prabowo)
zoom-in-whitePerbesar
Prabowo Subianto (Foto: Instagram @prabowo)
Perubahan komunikasi politik Prabowo menjelang pemilu mendatang tampak dari perubahan strategi komunikasi menjadi lebih menyerang. Beberapa isu yang menjadi perhatian Prabowo di antaranya adalah struktur dan posisi utang Indonesia dan pembiayaan LRT di Jakarta. Namun, dengan persiapan data yang kurang memadai, data hutang yang disampaikan Prabowo segera mendapatkan respons balik dari Kementrian Keuangan.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks politik Indonesia di tingkat nasional, biasanya kritik menyerang tak terlalu efektif untuk memengaruhi pemilih. Pemilih moderat yang belum terpolarisasi menjadi bagian dari Jokowi atau Prabowo biasanya tidak tertarik dengan kritikan frontal antar-kandidat.
Dengan kompetisi yang ketat antar-calon, komunikasi politik yang ideal adalah menyasar segmen pemilih tertentu. Seperti pemilih berdasarkan usia (milenial dan non-milenial), segmen berdasarkan pekerjaan (profesional, buruh, karyawan, nelayan, dll) atau berdasarkan segmen ibu rumah tangga dan perempuan.
Sejauh ini, dibandingkan Prabowo, Jokowi lebih berhasil membangun kampanye yang segmented, yaitu dengan menyasar segmen suara pemilih milenial, perempuan dan industri kreatif. Efektivitas tersebut tampak dari keberhasilan Jokowi memperlebar jarak suaranya dengan Prabowo di segmen pemilih milenial. Jokowi juga mulai menyasar segmen pemilih dari industri kreatif dan industri digital.
ADVERTISEMENT
Prabowo sejauh ini masih mengandalkan pendekatan yang konservatif dan lama. Kampanye politiknya sangat general dengan menyasar semua lapisan pemilih. Isu-isu kampanyenya juga terasa usang karena masih memproduksi isu lama yang sudah digunakan pada pemilu 2009 dan 2014. Padahal isu hutang dan isu asing serta aseng tersebut tampak tidak efektif dalam menarik perhatian pemilih baru.
Gerakan tersebut juga berhasil memanfaatkan medium-medium komunikasi yang tersedia, terutama televisi dan media sosial. Dalam salah satu wawancara di media massa, calon Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengakui massifnya penggunaan tagar #2019GantiPresiden berhasil menggerus suaranya.
ADVERTISEMENT
Perubahan yang tampak dari tim kampanye Prabowo adalah perubahan dari sisi pengorganisasian isu kampanye. Tim kampanye Prabowo mulai berhasil membangun satu imej nasional, tim pusat yang teroganisir serta tagline yang memorable.
Namun, pengorganisasian yang baik tersebut, akan berpotensi gagal bila tak dibarengi dengan narasi yang kuat dan konten kampanye yang tepat. Dari sisi Jokowi, pengorganisasian isu kampanye masih terserak di banyak tempat dan banyak aktor.
Belum ada isu yang kuat secara nasional. Sementara, partai koalisi masih sibuk bermanuver untuk menjadi calon wakil Jokowi. Meskipun tak semassif #2019GantiPresiden, gerakan #2019TetapJokowi terlihat masih bisa sedikit mengimbangi.