Negeri Bahagia

AS Laksana
Seorang sastrawan, pengarang, kritikus sastra, dan wartawan yang aktif menulis cerita pendek di media cetak nasional
Konten dari Pengguna
9 Januari 2017 19:28 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari AS Laksana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Semua keluarga bahagia selalu serupa; semua keluarga sengsara akan sengsara melalui jalan masing-masing,” tulis Leo Tolstoy dalam Anna Karenina.
ADVERTISEMENT
Mungkin kalimat itu juga berlaku untuk negara. Semua negara bahagia akan selalu serupa; sementara negara-negara yang sengsara akan menempuh jalan masing-masing untuk menjadi sengsara.
Saya pikir itu karena jalan untuk menjadi bahagia bisa dicontoh, tetapi jalan untuk menjadi sengsara tidak. Kita tidak pernah secara sengaja mengikuti jalan kesengsaraan orang lain. Anda tidak akan pernah mengatakan, “Saya memang sengaja mencontoh jalan hidup orang itu, menjadi sengsara 24 jam sehari dan meratap setiap tiga jam.”
Sebuah negeri di pelosok. (Foto: Dikaseva/Unsplash)
Bahwa kita kemudian sengsara, kita sengsara melalui jalan yang kita tempuh sendiri—setelah gagal mengikuti jalan yang membuat orang bisa bahagia.
Karena jalan untuk menjadi bahagia bisa dicontoh, negara-negara yang bahagia pun akan terlihat serupa: masing-masing individu di negara tersebut memiliki kesadaran yang lebih baik tentang bagaimana hidup bersama orang-orang lain, birokrasi lebih beres, setiap institusi berdiri tegak dan bisa dipercaya dalam menjalankan urusan masing-masing, warga negara hidup lebih sehat dan lebih tenteram dan akan mendapatkan pelayanan yang baik ketika sakit.
ADVERTISEMENT
Itu semua adalah hasil akhir. Yang jelas, mereka peduli pada sistem pendidikan, sebab mereka percaya bahwa pendidikan merupakan hal sangat penting untuk mempersiapkan warga negara menjadi orang-orang yang kelak mampu berpartisipasi maksimum sebagai warga negara.
Sayangnya kita tidak suka mencontoh. Kita telanjur dicekoki racun bahwa kita adalah bangsa yang memiliki kepribadian sendiri, tidak semua hal baik yang datang dari Barat atau Timur Laut atau Tenggara bisa diterapkan di Indonesia, Pancasila bukan ini bukan itu, dan sebagainya.
Astaga! Bahkan untuk mencontoh yang baik pun kita enggan.