Membaca Episode Kehidupan dari Masa Ke Masa (1)

Asep Abdurrohman
Pendidik dan Penulis Kehidupan
Konten dari Pengguna
21 Agustus 2021 11:54 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Abdurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kehidupan ini, laksana sebuah film sinetron yang terdiri dari beberapa episode. Kehidupan yang hanya terdiri dari satu episode, barangkali sangat membosankan, tidak ada pasang surut dalam kehidupan. Kehidupan yang menyimpan kisah, mengharuskan nilai kehidupan terpenggal-penggal dalam beberapa episode.
ADVERTISEMENT
Episode ke-1
Dok. Pribadi.
Pada episode ke satu, manusia mempunyai cerita proklamasi kemerdekaan teologis. Manusia di muka bumi ini tidak ada yang tidak memproklamirkan kemerdekaan teologis, semua manusia mengalaminya. Persoalannya kemudian bergantung pada lingkungan manusia. Secara de facto, jika manusia lahir dari keluarga muslim, maka manusia mempunyai potensi menjadi manusia yang beragama Islam.
Sebaliknya, jika manusia lahir dari keluarga non muslim, maka kemungkinan besar manusia itu menjadi non muslim. Mengapa demikian, karena faktor lingkungan sangat berpengaruh dan menentukan identitas keagamaan, di samping takdir Tuhan yang pasti. Dalam teori konvergensi Wiilliam Stern, manusia merupakan perpaduan dari nativisme dan empirisme.
Ini juga kemudian diamini oleh Hadis Nabi Muhammad Saw, yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa “setiap dilahirkan dalam keadaan fitrah, Ibu Bapaknya yang akan menjadikan Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” HR. Bukhori Muslim).
ADVERTISEMENT
Pada episode kesatu ini, manusia sudah penuh tafsir. Tafsir lahir, yang dikaitkan nilai intrinsik ‘fihrah’ sudah menarik sekian banyak ilmuan untuk mengkaji apa itu ‘fithrah’. Dari sebagian ulama ahli tafsir, seperti; Ibnu Katsir, Imam al-Baghawi, dan lain-lain, mengartikan ‘fihtrah’ dengan fitrah beragama.
Artinya, manusia sejak dalam kandungan sudah mempunyai kecenderungan untuk memeluk agama Islam. Dalam perspektif pendidikan, fithrah bukan hanya diartikan dengan kecenderungan memeluk agama Islam, tetapi diartikan juga dengan bakat yang dibawa sejak lahir.
Terlepas dari penuh tafsir ini, yang jelas manusia sudah melewati episode tiang pancang kehidupan dalam beragama. Tiang pancang kehidupan agama ini, kemudian dihadapkan pada berbagai realita kehidupan saling pengaruh mempengaruhi. Dari sini wajar, dalam konteks para ilmuan sudah mendapat banyak sorotan dan ragam tafsir kehidupan manusia. Setelah episode kesatu ini selesai dilewati, selanjutnya berhadapan dengan episode kedua, yaitu masa kanak-kanak.
ADVERTISEMENT
Episode ke-2
Pada episode kedua, manusia yang sudah memproklamirkan secara teologis tersebut, mulai mengenal lingkungan terdekat. Lingkungan terdekat yang ia kenal adalah orang tua, ayah dan Ibu. Bayi yang baru lahir, matanya belum bisa memandang jarak jauh. Bayi baru bisa memandang dengan jelas kepada orang-orang yang terdekatnya, khususnya ibu yang memberikan ASI.
Ini barangkali renungan awal sejak dilahirkan, kenapa Tuhan sebagai Sang Pencipta bayi itu, tidak langsung menganugerahkan penglihatan jarak jauh kepada bayi. Hemat penulis, ini mengandung pesan yang dalam bagi manusia dewasa.
Sangat mudah bagi Tuhan memberikan langsung kepada bayi penglihatan jarak jauh, tetapi itulah Tuhan ingin menyerahkan hikmah yang penuh tafsir kepada manusia, agar bisa mendayagunakan pikirnya.
Pada diri seorang bayi, sebagaimana yang kita ketahui, gaya komunikasi yang dilakukan oleh sang bayi melalui tangisan. Saat bayi lahir, suara pertama yang kita dengar adalah suara tangisan bayi. Tangisan bayi ini, bukan tanpa maksud, tetapi penuh maksud dan hikmah besar yang perlu kita renungkan.
ADVERTISEMENT
Sebagai bayi yang belum mengerti memberi respon kepada lingkungan, maka salah satu jalan lewat tangisan itu. Tangisan sebagai bentuk komunikasi antara bayi dengan lingkungan terdekatnya.
Ketika bayi haus, bayi akan menangis. Ini pertanda, bahwa bayi memberikan informasi kepada orang terdekatnya, ibu. Ibu akan menghampiri bayi itu, lalu diberikanlah ASI. Dengan sendirinya bayi itu akan diam dan dengan khusuknya menyantap hidangan ASI yang diberikan ibunya.
Begitu juga: ketika bayi itu Buang Air Kecil (BAK), Buang Air Beasr (BAB), kepananasan, kedinginan, dan lain sebagainya, maka akan memberikan kode berupa menangis. Menangis menjadi satu-satunya komunikasi antara bayi dengan orang terdekatnya.
Dari kondisi tersebut, ini bergantung pada seberapa cepat orang terdekat merespon atas tangisan itu. Semakin cepat merespon tangisan sang bayi, semakin cepat juga bayi akan berhenti menangis. Di sisi lain, semakin cepat orang terdekat memberikan respon atas tangisan sang bayi, maka akan semakin tahu apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh sang bayi itu.
ADVERTISEMENT
Di sinilah perlu kepekaan orang terdekat, agar ketika bayi menangis, berarti ada sesuatu yang dibutuhkan oleh sang bayi. Entah itu kehausan, ingin ASI, BAK, BAB, atau kebutuhan lainnya. Semoga kita yang sudah tidak menjadi bayi ini. Semoga kita yang sudah menjadi ibu dan ayah, atau calon ayah dan ibu.
Semoga kita yang sudah menjadi nenek dan kakek ini, lebih cepat lagi dalam merespon tangisan sang bayi. Merespon dengan tulus dan merespon dengan kasih sayang yang menghujam pada sang bayi. Semoga bermanfaat. Wallahu al’alam
Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Tangerang