Nilai-nilai Pendidikan dalam Ibadah Salat (2)

Asep Abdurrohman
Pendidik dan Penulis Kehidupan
Konten dari Pengguna
16 September 2020 7:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Abdurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Umat muslim melaksanakan salat Jumat di Masjid Agung Almarkazul Islamic, Lhokseumawe, Aceh, Jumat (19/6/2020).  Foto: Rahmad/ ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Umat muslim melaksanakan salat Jumat di Masjid Agung Almarkazul Islamic, Lhokseumawe, Aceh, Jumat (19/6/2020). Foto: Rahmad/ ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Salat, sebagaimana yang sudah dijelaskan pada bagian pertama, memiliki banyak hikmah yang penting untuk dijadikan pelajaran. Selain mengajak manusia untuk berbuat menjaga kebersihan, menjaga persatuan, dan kedisiplinan, salat juga mengajarkan kepada kita untuk bersikap egaliter. Dalam salat, semua manusia di hadapan Tuhan sama.
ADVERTISEMENT
Mau pejabat atau rakyat biasa. Mau orang kaya atau orang tak berpunya. Mau pedagang sukses atau pedagang kaki lima. Mau dosen atau mahasiswa. Mau guru atau murid. Mau orang tua atau anak. Semua manusia di hadapan-Nya bernilai sama. Yang membedakan hanya takwanya (Qs al-Hujurat ayat 13).
Salat mengajarkan kepada kita, agar tidak silau dengan pangkat, kekayaan, pedagang sukses, dosen, guru serta yang lainnya, bahwa salat tidak melihat hal itu. Salat tidak membutuhkan profesi yang bersifat fana. Salat hanya melihat sampai seberapa jauh ibadahnya mampu memberikan pengaruh kepada kehidupan sehari-hari.
Ilustrasi salat bersama anak dan keluarga di rumah Foto: Shutterstock
Salat tidak tunduk dengan bintang yang bergerombol di pundak. Salat tidak juga sentimen atas perolehan manusia yang sukses dengan kerja kerasnya. Salat juga mengajarkan tidak ada yang perlu dilebihkan. Salat hanya butuh manusia-manusia yang mensejajarkan dirinya dengan orang-orang yang tidak berpunya.
ADVERTISEMENT
Bersanding dengan orang tidak berpunya, ia mampu merasakan dirinya sebagai orang yang tidak berpunya. Sehingga, kekayaanya banyak disedekahkan untuk orang-orang yang berhak menerimanya. Orang berpunya sadar bahwa hartanya, bukan sekedar dimiliki tetapi jauh dari itu, harta yang ia miliki ada hak yang harus diberikan kepada orang lain.
Ada harta yang tidak boleh dimakan semua oleh dirinya, melainkan ada bagian yang harus diberikan kepada yang berhak . Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang rasa persaudaraan luntur lantaran saudaranya sudah menjadi orang berada.
Melihat saudaranya tidak berpunya dijauhi. Melihat saudaranya berpunya didekati. Itulah sebagian manusia terkadang ada yang bersikap seperti itu. Begitupun dalam pergaulan antar individu dengan kelompok tertentu, banyak yang tidak sadar bahwa ia telah mengucilkan karena terbesit dalam pikirannya bahwa ia tidak sederajat dengannya dalam hal pikiran, pendidikan, kedudukan, kekayaan bahkan pakaian yang dikenakan.
ADVERTISEMENT
Dari sini, salat menekankan pentingnya rasa sederajat dengan sesama. Begitupun di luar salat. Tidak ada ceritanya dalam salat mengosongkan barisan depan, hanya karena ada orang terpandang salat di mesjid itu. Atau siapa pun yang mau salat di mesjid, tidak membeda-bedakannya. Siapa pun yang datang ke mesjid lebih awal, maka ia berhak mengisi barisan paling depan.
Semoga kita menjadi hamba yang mampu mengisi makna salat di luar salat. Karena tidak sedikit, orang sehabis salat justru lidahnya makin tajam. Sikapnya makin menyinggung perasaan orang lain. Perhatiannya kepada yang tak berpunya makin acuh tak acuh.
Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Tangerang