Salat di Luar Salat (2)

Asep Abdurrohman
Pendidik dan Penulis Kehidupan
Konten dari Pengguna
25 Januari 2022 18:05 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Abdurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
masjidnuurhidayah.org
zoom-in-whitePerbesar
masjidnuurhidayah.org
ADVERTISEMENT
Salat di luar salat, pada bagian kesatu sudah dijelaskan terkait dengan pembersihan diri sebelum melaksanakan salat. Pembersihan diri tersebut lewat makna wudu. Wudu yang benar memberikan pengaruh dan efek yang baik pada kesucian rohani.
ADVERTISEMENT
Pada bagian ini, penulis akan mencoba, insya Allah, menjelaskan salat yang pada hakikatnya adalah permohonan. Namun masih menyisakan pembahasaan pada bagian kesatu. Pada bagian kesatu sudah sampai pada membasuh muka dan tangan.
Sedangkan pada bagian kedua ini menjelaskan bagian kepala. Bagian kepala, sebelum melaksanakan salat harus terlebih dahulu dibersihkan. Bukan sembarang bersih dan juga bukan sembarang membasuh salah satu anggota wudu tersebut.
Tetapi mempunyai makna dan filosofi yang dalam, yang perlu dihayati dan dikaji. Membersihkan kepala atau dalam bahasa kita sehari-hari adalah menyapu kepala, bukan mengusap rambut. Jika yang dibasuh rambut, rasanya Islam tidak adil kepada manusia lainnya.
Ini karena tidak setiap manusia mempunyai rambut. Ada manusia yang sama sekali tidak punya rambut, atau sama sekali tidak menginginkan ada rambut di kepalanya, entah itu karena tuntutan profesi atau karena lainnya.
ADVERTISEMENT
Menyapu kepala, pada hakikatnya adalah membasuh isi kepala agar tidak mempunyai pemikiran yang jahat. Dalam kehidupan sehari-hari banyak manusia yang tidak tahan dengan pembicaraan. Contoh yang masih hangat di tengah kita, kasus Anggota DPR RI, Arteria Dahlan, yang menyinggung suku sunda.
Pemikiran hal itu, mungkin bisa kita sadari bahwa itu adalah los kontrol. Sejatinya anggota DPR RI, yang merupakan perwakilan rakyat tidak boleh asal berbicara. Apalagi era digital, di mana setiap orang memegang gawai yang terhubung dengan internet. Gampang saja untuk memviralkan kasus tersebut.
Lebih-lebih jika sudah masuk media sosial, jangan harap kasus itu akan terhenti penyebarannya, sebaliknya akan terus bergulir seiring para nitizen yang membaca kasus anggota dewan tersebut.
ADVERTISEMENT
Itu bukti bahwa menjaga mulut dan isi kepala harus dalam keadaan waras. Sebaliknya, ke-tidak warasan akan merugikan orang lain dan tentu juga dirinya sendiri. Bagi umat beragama, khususnya umat Islam, perilaku tersebut sejatinya mendapat wadah yang berharga dalam agama lewat perintah berwudu.
Kepala yang disapu oleh air wudu, pada hakikatnya sedang menyapu kotoran isi kepala yang kadang menyakiti hati orang lain. Pikiran yang picik, pikiran yang merugikan orang lain, pikiran yang hanya mementingkan diri sendiri, pikiran yang melahirkan kebijakan menyengsarakan banyak orang, dan lain sebagainya, itu semua harus dibasuh.
Dibasuh oleh cahaya wudu yang mendorong agar segera kembali berpikir untuk kemaslahatan umat, di mana Tuhan meridoinya. Fasilitas wudu ini sebenarnya untuk kembali menjernihkan pemikiran manusia yang kusut. Saat pikiran kacau, yang ditandai dengan merugikan orang lain, maka sejatinya Tuhan mengingatkan lewat perintah salat untuk menyapu kepala.
ADVERTISEMENT
Kepala yang jarang disapu dengan air bersih, memang berisiko merugikan orang lain. Coba bayangkan, ada sekelompok manusia yang mencoba memanfaatkan kepentingan pribadi di atas penderitaan orang lain. Sungguh, tidak habis pikir. Terlebih kejahatan tersebut dilakukan di tengah merajalelanya Covid-19, masih tega mengambil keuntungan untuk dirinya dan kelompoknya.
Bukankah ini kepalanya harus dibasuh dan dicuci, atau kalau perlu direndam memakai detergen supaya pikirannya tidak kotor. Akibat sembarang mengusap kepala dan tidak menghayati perintah berwudu tersebut, jadilah akibatnya merugikan orang lain.
Kejahatan-kejahatan di masyarakat umum, yang diawali dengan pikiran jahat, memang banyak terjadi. Yang lebih aneh dan tidak habis pikir terdapat kasus kejahatan pada masyarakat akademik. Kejahatan ini lebih mengerikan lagi, terlebih berlindung dibalik dalil. Jadinya dalil dijadikan pembenaran untuk memuluskan rencananya.
ADVERTISEMENT
Atau pada kasus-kasus lain, menjual ayat-ayat agama untuk mendalilkan kewajiban agama tetapi endingnya adalah sebuah perkumpulan. Ini jelas, mesti dibasuh dan guyur dengan berbagai nasehat ditambah wudu yang mendalami maknanya.
sejatinya agama adalah aturan hidup universal untuk kemaslahatan umum, bukan golongan tertentu. Bukan juga dipakai untuk menyelamatkan pamor, akal bulus, rencana yang penuh nafsu, dan pikiran picik lainnya.
Semoga manusia yang di dadanya terdapat iman di bawah balutan kebenaran universal, selalu diberikan perlindungan oleh Tuhan agar dirinya diselamatkan dari segala pikiran yang akan merugikan banyak pihak. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.