Branding Perguruan Tinggi Swasta

Asep Totoh
Guru SMK Bakti Nusantara 666, Dosen Masoem University, Guru SMP Pasundan Rancaekek
Konten dari Pengguna
23 Oktober 2020 7:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Penyelenggaraan Perguruan Tinggi Swasta sebagai lembaga nirlaba yakni kegiatan yang tujuan utamanya bukan untuk mencari laba, sehingga seluruh sisa hasil usaha dari kegiatannya tersebut harus dikembalikan dan diinvestasikan kembali ke Perguruan Tinggi dalam upaya meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan Pendidikan. Akan tetapi, bagi PTS yang tidak mampu memeroleh mahasiswa dengan jumlah yang optimal sesuai dengan kapasitas sarana prasarana yang dimiliki, akan menjadikan operasional PTS menjadi terhambat dan mengalami kesulitan dalam peningkatan kapasitas dan/atau mutu layanannya.
ADVERTISEMENT
Terlebih disaat pandemi covid-19, terbukti jika jumlah penerimaan mahasiswa baru Perguruan Tinggi Swasta banyak yang mengalami penurunan. Banyak faktor lain memang yang mempengaruhi hal tersebut, bisa karena faktor ekonomi, peminatan, kualitas PTS, persaingan dan Brand Image PTS tersebut. Harus diakui jika dikotomi Negeri Minded masih kuat dalam presepsi masyarakat dalam menentukan sekolahnya, PTS menjadi alternatif pilihan kedua terkecuali bagi PTS yang memiliki citra merek yang kuat.
Untuk bisa memperkuat merek (brand), maka yang akan dibutuhkan adalah Branding. Branding merupakan sebuah aktifitas untuk dapat membuat sebuah brand jadi makin dikenal dan terkenal, termasuk diantaranya melalui berbagai promosi, campaign, atau kegiatan-kegiatan lainnya.
Bisa dipastikan, begitupun dengan Perguruan Tingggi apabila tidak membangun 'merek' maka bisa-bisa tenggelam. Perguruan tinggi pun kian menyadari pentingnya pemasaran dan branding, beberapa perguruan tinggi negeri dan khusus swasta yang masuk favorit pun kini gencar beriklan di berbagai channel media.
ADVERTISEMENT
Menyoal Merek, Roy dan Banerjee (2007) memaparkan pada dasarnya citra merek menggambarkan apa yang dipikirkan dan dirasakan konsumen terhadap merek. Sementara Delgado-Ballester dan Jose Luis (2005) menjelaskan bahwa membangun merek yang kuat merupakan tujuan dari banyak organisasi dikarenakan hal tersebut akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan, termasuk berkurangnya kerentanan bertindak dalam pemasaran yang kompetitif, margin yang lebih besar, perantara kerja sama yang lebih besar dan mendukung penambahan merek. Sehingga dalam hal ini adalah bagaimana para calon konsumen menggambarkan apa yang dipikirkan dan dirasakannya dari merek PTS.
Ilustrasi Kampus; Foto Shutterstock
Para pengelola perguruan tinggi swasta saat ini makin menyadari bahwa untuk bisa bersaing, PTS harus bisa dibedakan dari para pesaingnya dengan branding-nya. Maka yang harus dilakukan juga adalah aktivitas branding agar perguruan tinggi yang dikelolanya harus bisa dibedakan dengan pesaing sehingga menjadi unik dan mudah dikenali.
ADVERTISEMENT
Hal ini akan berimplikasi bisa jadi muncul pergeseran perguruan tinggi sebelumnya dikenal favorit, akan mulai ditinggalkan. Ketika perguruan tinggi swasta selain memiliki keunggulan kompetitif karena keunikannya, saat ini misalnya brandingnya menjadi perguruan tinggi berkelas dunia.
Pada dasarnya perguruan tinggi sebagai brand akan dibangun dari identitas yang ditampilkannya. Jadi, misalnya jika perguruan tinggi swasta tersebut ingin dikenal sebagai perguruan tinggi kelas dunia, maka identitas yang harus ditampilkan adalah identitas keinternasionalannya, program dual degree, mulai dari komposisi mahasiswa, logo, bahasa pengantar, dosen, kegiatan dan prestasi lembaga dan kemahasiswaa dan lainnya.
Begitupun misalnya jika perguruan tinggi swasta tersebut ingin dikenal sebagai perguruan tinggi pencetak wirausaha, maka identitas yang harus ditampilkan adalah identitas keintrepreneurshipannya dengan pembuktian besarnya prosentase lulusan yang jadi pengusaha atau wirausaha. Artinya Jargon atau Tagline perguruan tinggi harus selaras dengan outcomes lulusannya.
ADVERTISEMENT
Artinya, identitas akan memunculkan persepsi-persepsi yang dalam kaitannya dengan merek disebut citra merek dalam benak audiensenya. Idealnya, antara identitas dan citra merek haruslah selaras. Bila tidak terjadi keselarasan maka disini diperlukan re-branding atau memberikan ulang merek yang bertujuan untuk mengatasi masalah persaingan.
Maka jika branding mampu menghasilkan citra merek akan melahirkan kesan kualitas sebagai penilaian (persepsi) konsumen terhadap keunggulan produk secara keseluruhan dibandingkan produk penggantinya. Kesan kualitas merupakan kemampuan produk untuk dapat diterima dalam memberikan kepuasan pelanggan, dibandingkan secara relatif dengan alternatif produk pesaing. Kesan kualitas yang tinggi akan mendorong konsumen lebih memilih merek tersebut dibandingkan dengan merek pesaing. Dan kesan kualitas dapat memberikan pengaruh yang positif dan menguntungkan bagi kinerja pemasaran. Kesan kualitas pada umumnya ditetapkan sebagai konstruk pasca pembelian, namun demikian dapat juga sebelum dilakukannya pembelian (Tsiotsou;2005).
ADVERTISEMENT
Kondisi saat ini yang harus disikapi khususnya oleh Perguruan Tinggi Swasta, berdasarkan data informasi yang dhimpun dari SNMPTN 2020 yaitu terdapat lima prodi populer atau favorit dan empat prodi kurang populer. Prodi populer adalah, Prodi Pendidikan Dokter (Fakultas Kedokteran), Prodi Sistem Informasi (Fakultas Ilmu Komputer), Prodi Teknik Tambang (Fakultas Teknik), serta Prodi Akuntansi dan Prodi Manajemen (Fakultas Ekonomi).
Sedangkan prodi tidak populer atau kurang diminati yaitu, Prodi Peternakan dan Prodi Pertanian (Fakultas Pertanian dan Peternakan), Prodi Sastra Daerah dan Prodi Sastra Indonesia (Fakultas Sastra). Menjadi paradox, jika mengingat Indonesia sering disebut sebagai Negara agraris. Dan di sisi lain, fakultas yang sejatinya berfokus pada bidang tersebut mulai ditinggalkan. Artinya fenomena tersebut menunjukkan bahwa suatu strategi positioning bisa juga mengalami kondisi sangat lelah, segmen target tersebut menjadi jenuh yang ditunjukkan dengan kurangnya minat masyarakat untuk memilih fakultas tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks branding (LSP3I;2020), menyatakan jika perguruan tinggi saat ini dituntut untuk melakukan reposisitioning karena mereka mengalami situasi yang disebut Jack Trout sebagai krisis mikro. Saat ini hampir semua perguruan tinggi harus menyesuaikan rencana mereka dengan lingkungan mereka yang berubah. Ini karena beberapa perubahan lingkungan yang kemudian menciptakan krisis internal.
Lingkungan perguruan tinggi kini berubah total, salah satunya dapat dilihat dari beberapa tren yang belakangan berkembang. Tren yang paling penting dalam branding pendidikan tinggi dan pemasaran adalah lembaga pendidikan tinggi kini makin memperhatikan fungsi pemasaran dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Alhasil, Perguruan tinggi sebagai institusi penyedia jasa layanan bidang pendidikan sudah seharus memiliki "branding" yang baik dan tepat agar dapat eksis menghadapi persaingan dunia pendidikan tinggi yang ketat seperti sekarang ini. Branding yang diterapkan perguruan tinggi selain menarik bagi stakeholder, juga meningkatkan minat generasi muda untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
Asep Totoh - Dosen Ma'soem University