Dilema Daring dan Keselamatan

Asep Totoh
Guru SMK Bakti Nusantara 666, Dosen Masoem University, Guru SMP Pasundan Rancaekek
Konten dari Pengguna
10 Juli 2021 6:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“IRONIS” memang, sampai dengan hari Jum’at 10/07/21 laju pertambahan konfirmasi kasus Covid-19 meledak. Tidak tertahan lagi, angkanya tembus 2,4 juta kasus lebih dengan kenaikan +38,124 per hari.
ADVERTISEMENT
Simalakama pilihan sulit pun dihadapi oleh dunia pendidikan kita saat ini, ketika membiarkan diri terlalu lama belajar dari rumah akan berisiko hilangnya pengalaman belajar bila proses pembelajaran terus dari rumah karena tidak dipersiapkan dengan baik dan kondisi rumah tidak memberikan daya dukung pembelajaran yang diperlukan.
Keniscayaannya jika situasi penyebaran covid-19 dan berbagai kajian para ahli terkait fenomena mutasi berbagai varian baru yang terus hadir di tengah-tengah masyarakat saat ini menjadi alasan untuk mengkaji kembali Pembelajaran Tatap Muka (PTM) walau terbatas.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menginginkan supaya uji coba Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di daerah yang positive rate penularan Covid-19 di atas 5 persen harus ditunda. Saat ini, positive rate di sejumlah daerah di atas 5 persen bahkan ada yang 17 persen.
ADVERTISEMENT
Menjadi alasan mendasar saat ini kita tidak bisa hanya mengandalkan kesiapan sekolah, tanpa mengindahkan kondisi-kondisi terkait lainnya. Tentunya akan sangat membahayakan keselamatan peserta didik, guru, dan keluarganya jika dihadapkan pada penyebaran varian baru, ketidakdisiplinan masyarakat, longgarnya pengetatan prokes dalam transportasi juga di tempat umum, dan mobilitas warga yang tinggi.
Artinya, bertambahnya kekhawatiran ketika memaksakan diri melakukan Pembelajaran Tatap Muka meskipun terbatas disaat varian virus baru Covid-19 yang lebih mematikan terus berkecamuk dan penangganan pandemi Covid-19 belum berjalan dengan baik karena berpotensi besar akan mengorbankan jiwa-jiwa generasi bangsa yang menjadi pemilik masa depan negeri ini.
Keputusan PTM ini memang sudah ditunggu-tunggu oleh kebanyakan masyarakat yang sudah menginginkan anak mereka belajar di sekolah. Hampir setahun setengah memaksa pembelajaran harus secara daring, ada banyak dijumpai kendala di lapangan misalnya kurangnya anak memahami pelajaran dengan baik, menjadi cenderung tergantung dengan orang tua dan potensi kehilangan pengalaman belajar.
ADVERTISEMENT
Situasi ini, tentu menghantui dan mencemaskan para orang tua, dan juga pendidik yang memahami bahwa kondisi Covid-19 ini berbahaya. Menyoal belajar dari rumah atau PJJ, ketika peserta didik harus kehilangan pengalaman belajar jika persoalannya apakah dikarenakan ketidaksiapan pendidik, tidak meratanya infrastruktur pendukung teknologi digital (listrik, gawai, jaringan internet), atau minimnya akses perangkat digital maka persoalan tersebutlah yang mendesak harus dibereskan.
Tentunya masalah kehilangan pengalaman belajar akan bisa diatasi mulai dari melatih dan menyiapkan kompetensi para guru dan menyediakan infrastruktur teknologi dan pemerataan akses perangkat digital.
Pun demikian harapan besar pada percepatan program vaksinasi para guru dan dosen, meskipun bisa meredakan penyebaran Covid-19 bila kekebalan minimum dalam masyarakat tercapai ternyata tidak menjadi jaminan. Faktanya, mereka yang sudah divaksinasi dua kali pun masih tetap rentan tertular Covid-19.
ADVERTISEMENT
Paling utama saat ini adalah dengan PPKM Darurat mampukah pemerintah pusat dan daerah bisa mengutamakan hak hidup, hak sehat dan hak pendidikan warga negaranya. Pandemi sudah selayaknya menjadi fokus konsentrasi utama yang harus ditangani dengan memastikan kepentingan publik.
Saat ini menghentikan pandemi tidak bisa hanya dengan cara coba-coba, improvisasi, membuat atan mengganti judul pengendalian, akan tetapi mengabaikan pokok masalahnya. Senyatanya, pokok masalah virus Covid-19 adalah mobilitas dan kerumunan.
Alhasil, jika harus PTM terbatas maka sekolah harus aman bagi guru, siswa dan semua warga sekolah. Jelaslah aspek kesehatan dan keselamatan siswa dan para guru lebih utama dari hanya sekedar untuk masuk sekolah, tentunya PTM harus dilaksanakan dengan aman, nyaman, tenang, dan tanpa rasa waswas.
ADVERTISEMENT
Vaksinasi, daftar check list, prokes ketat disekolah dan kerja sama orangtua harus menjadi jaminan. Namun jika sampai dengan saat ini masih adanya transmisi penyebaran dan penambahan kasus COVID-19 hampir di semua daerah, tentunya harus diperhatikan dan jangan sampai ditemukan adanya klaster sekolah.
Tuntutannya pemerintah pusat, pemerintah daerah, kanwil, dan kantor Kemenag wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembelajaran di satuan pendidikan. Selain itu harus adanya ketegasan dan keseragaman keputusan pemerintah dalam pelaksanaan PTM, jangan ambigu seolah-seolah saling lempar tanggung jawab sampai tingkat daerah terkecil.
Menjadi sebuah keniscayaan bagi semua masyarakat dalam budaya sadar penerapan prokes 6M (Mencuci tangan, Memakai masker, Menjaga jarak, Menghindari kerumunan, Mengurangi mobilitas dan Menghindari makan-makan bersama) agar virus corona ini segera hilang.
Ilustrasi sekolah /pixabay
Selain kondisi riil dilapangan, sudah banyak masukan kepada kemendikbudristek yang bisa menjadi bahan evaluasi. Pandemi ini entah kapan berakhir, kebijakan pembelajaran masih daring atau tatap muka maka harus bisa menjawab apa yang dibutuhkan oleh peserta didik dan pendidik dalam mendapatkan pendidikan yang berkualitas di tengah pandemi sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Sejatinya tujuan akhir pendidikan ialah untuk keselamatan dan kebahagiaan peserta didik, keselamatan dan kebahagiaan itu bisa diperoleh apabila kondisi kodrati fisiknya terjamin. Artinya, pilihannya jelas jika pendidikan kita untuk keselamatan bukan populisme kebijakan semata.
** Asep Totoh - Dosen Ma’soem University, Kepala HRD Yayasan Bakti Nusantara 666 Cileunyi.