Kemuliaan Seorang Guru

Asep Totoh
Guru SMK Bakti Nusantara 666, Dosen Masoem University, Guru SMP Pasundan Rancaekek
Konten dari Pengguna
23 September 2021 11:13 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seorang guru, berperan besar dalam ikhtiar siswa menuju pribadi yang berkahlah, mandiri, cerdas. Maka sebelum melanjutkan tulisan “Cerita Kebaikan yang Menular”, saya bangga menjadi seorang guru walau masih sebagai guru honorer swasta dan saya ingin mengucapkan terima kasih atas jasa dan pengabdian seluruh para guru di seluruh penjuru tanah air.
ADVERTISEMENT
Al-ghozali mengatakan bahwa siapa yang memilih pekerjaan mengajar sesungguhnya ia telah memilih pekerjaan yang sangat mulia. Di dalam Islam, guru memiliki banyak keutamaan seperti menurut sebuah hadis yang menyebutkan, “Sesungguhnya Allah, para malaikat dan semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, sampai semut yang ada di liangnya dan juga ikan besar, semuanya bershalawat kepada muallim (orang yang berilmu dan mengajarkannya) yang mengajarkan kebaikan kepada manusia (HR. Tirmidzi).
Masalah rendahnya gaji guru masih terus menyelimuti ragam masalah pendidikan kita. Mampukah jika minimal gaji guru honorer sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan standar gaji UMK di daerah? Sebab masih banyak para guru yang hanya mengandalkan besaran gajinya berdasarkan banyaknya jumlah jam.
ADVERTISEMENT
Saat ini pemerintah memang sudah serius memajukan kesejahteraan guru serta mendorong peningkatan mutu pembelajaran. Hal tersebut bisa terlihat dari kesejahteraan guru berstatus PNS sudah jauh lebih baik, melalui pemberian tunjangan profesi guru (TPG). Namun, berbeda dengan guru honorer yang kesejahteraannya tidak memiliki kepastian lantaran bergantung pada sekolah tempat penugasan. Ataupun, bagi guru swasta tidak tersertifikasi yang bergantung pada yayasan.
Guru-guru yang mengajar di sekolah swasta yang berijazah S1 banyak yang masih jauh dari layak dalam penghasilannya, mereka bahkan masih ada yang dibayar per jam di bawah Rp 50.000,-. Diperparah lagi, mereka dibayar per bulan dengan hitungan jumlah jam dalam satu minggu, artinya tiga minggu mengajar tidak masuk hitungan penggajian.
Ironis memang, gaji pertama mengajar di sekolah swasta di wilayah Rancaekek, Kabupaten Bandung tahun 2006 sejumlah seratus dua puluh ribu rupiah. Saat itu terasa berat, karena dengan ijazah STM saja gaji saya sebulan 1.200.000 saat itu. Seolah tidak yakin akan masa depan merasa lemas. Pikiran tak karuan, dengan uang segitu bagaimana saya menafkahi keluarga?
ADVERTISEMENT
Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, hari ini masih banyak guru benar-benar tidak diberi tanda jasa yang sesuai secara materil. Apa yang mereka dapatkan tak lebih dari honor yang minim dan sangat jauh dari kata sejahtera. Kesejahteraan para guru dan tenaga pendidik di Indonesia harus terus diperjuangkan menuju 'Guru sejahtera, Guru berkualitas'. Alhasil, akan memudahkan mewujudkan Generasi unggul, Indonesia maju.
Terlepas dari masalah kesejahteraan, profesi guru menjadi profesi yang mulia. Saat ini, reorientasi niat mengajar menjadi utama. Jika selama ini mengajar yang kita lakukan bukan hanya untuk menggugurkan kewajiban maka saat ini niat mengajar itu adalah proses mengolah “ladang amal”. Karena kebahagiaan hanya dapat diraih dengan amal kebaikan dan menyebarkan manfaat kepada orang lain.
ADVERTISEMENT
Harus kita pahami, jika ilmu adalah investasi yang abadi. Rasulullah SAW telah menggambarkan, ilmu tidak pernah berkurang saat dibagi, bahkan bisa melimpah dengan berkahnya. Ilmu tidak akan habis atau hilang walau dibagi semuanya kepada orang lain. Pahala ilmu tidak akan terhenti meski pemiliknya meninggal dunia.
Ada banyak keutamaan orang yang berilmu dan mengajarkan ilmu yang disebutkan dalam Al Quran dan Al Hadits.
“…. niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat….” (Q.S. Al-Mujadilah : 11).
Rasulullah SAW pernah bersabda:
Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang soleh.” (HR. Muslim)
ADVERTISEMENT
Menurut Adian Husaini, jiwa pengajar adalah kunci kemajuan pendidikan sekaligus kemajuan bangsa. Jiwa yang sehat adalah jiwa yang bersih dari penyakit syirik, dengki, riya’, nifak, sombong, cinta dunia, gila jabatan, penakut, lemah semangat, dan sebagainya.
Ilustrasi guru Pixabay
Sebagai seorang guru, setiap kita wajib menjadi pengajar atau pembelajar atau keduanya. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al Quran Surah Ali Imran ayat 79:
“…. Hendaknya kamu menjadi orang-orang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.”
Semoga kita para guru bisa menemukan keberkahan hidup karena mengajar itu tidak hanya sekadar menjadi “ladang uang”, namun juga bisa menjadi “ladang amal” untuk kita..Aamiin
“Teruslah berbuat baik, karena kebaikan itu menular”
** Asep Totoh-Dosen Ma'soem University, Kepala HRD Yayasan Pendidikan Bakti Nusantara 666.
ADVERTISEMENT