"Menjadi Santri"

Asep Totoh
Guru SMK Bakti Nusantara 666, Dosen Masoem University, Guru SMP Pasundan Rancaekek
Konten dari Pengguna
22 Oktober 2020 4:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
PARA santri di seluruh Indonesia, setiap tanggal 22 Oktober memperingati Hari Santri Nasional berdasarkan Kepres Nomor 22 Tahun 2015. Biasanya ribuan pesantren dan jutaan santri sibuk mengadakan berbagai kegiatan keagamaan dan ritual khusus mengisi Hari Santri tersebut, Mulai dari kegiatan mengaji di majelis taklim, menggelorakan sholawat hingga tabligh akbar.
ADVERTISEMENT
Di tengah pandemi Covid-19, merayakan Hari Santri Nasional tidak dapat dilakukan sama persis seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Perubahan perayaan ini dilakukan demi mencegah penyebaran virus Corona yang sampai saat ini masih belum berakhir.
Peringatan Hari Santri Nasional 2020 "Santri Sehat Indonesia Kuat" masih dapat digelar dengan memperhatikan protokol kesehatan. Seluruh pelaksanaan peringatan Hari Santri 2020 disesuaikan dengan kemampuan masing-masing, mengedepankan prinsip-prinsip kesederhanaan dan kekhidmatan, dengan tetap berpedoman pada Protokol Kesehatan dalam rangka pengendalian dan pencegahan Covid-19.
Sejarah telah mencatat pesantren sebagai institusi pendidikan Islam paling tua yang mengakar kuat dalam peradaban bangsa Indonesia. Sejak tujuh abad lalu atau mulai abad ke-15, pesantren hadir sebagai manifestasi dari perjumpaan sinergis antara ajaran “Islam dan kearifan nasional”. Pesantren merupakan lembaga keagamaan sekaligus lembaga pendidikan yang sangat khas Indonesia dan kaya budaya. Pesantren pun dapat bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan zamannya, dan mengalami perkembangan pesat dan transformasi dari masa ke masa.
ADVERTISEMENT
Jumlah perkembangan pesantren yang ada di Indonesia. Ada dua sumber yang dituliskan oleh Gus Dhofir (2018). Pertama, berasal dari peneliti pendidikan Islam dari Jerman, Manfred Ziemek mengutip temuan UNESCO yang mengatakan pada 1954 tercatat ada 53.077 pesantren di seluruh Indonesia. Kedua, Pusat Pengembangan Penelitian dan Pendidikan Pelatihan (P-5) Kementerian Agama pernah melakukan rilis bahwasannya jumlah pesantren di 33 provinsi di seluruh Indonesia mencapai 28.000 pesantren dengan jumlah santri mencapai 3,85 juta jiwa.
Keberadaan pesantren memiliki keunikan tersendiri, pesantren memiliki sistem kehidupan tersendiri yang dijalankan kiai dengan keterlibatan masyarakat sekitar. Kehadiran pesantren memiliki pertautan dengan kehidupan masyarakat dan melahirkan hubungan timbal balik. Patut diakui jika ketokohan kiai yang menjadi panutan pun tidak lahir begitu saja, tetapi ikut terlibat dalam pengembangan komunitas sosial masyarakat. Kiai tidak hanya dimintai pendapat tentang hal keagamaan, tetapi juga dalam soal tatanan, kesehatan, kesenian, ekonomi, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya selain berperan strategis dalam transfer keilmuan dan pelestarian nilai-nilai keislaman dan kebangsaan, pesantren juga berfungsi sebagai pusat pendalaman dan penguasaan ajaran agama (tafaqquh fi ad-din), melestarikan tradisi, kaderisasi ulama serta umaro bagi umat dan bangsa.
Pun diakui jika pondok pesantren mempunyai peran penting dalam pembangunan perekonomian nasional, hal tersebut jika dilihat dari jumlah pondok pesantren dan jumlah santri yang mayoritas ialah generasi muda berpendidikan, memiliki integritas dan mental yang tangguh. Senyatanya keberadaan pondok pesantren memiliki peran sebagai agen pembangunan yang sangat penting dan strategis dalam mengembangkan sumber daya masyarakat di perdesaan sehingga menjadi sarana penting dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Santri Pondok Pesantren Al Mizan Majalengka
Kata santri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti (1) orang yg mendalami agama Islam; (2) orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh (orang yg saleh); (3)Orang yang mendalami pengajiannya dalam agama islam dengan berguru ketempat yang jauh seperti pesantren dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Dari segi metode dan materi pendidikan, pemaknaan kata ‘santri’ pun dapat dibagi menjadi dua. Ada ‘Santri Modern’ dan ada ’Santri Tradisional’, seperti halnya juga ada pondok modern dan ada juga pondok tradisional. Sedangkan dari segi tempat belajarnya, ada istilah ‘santri kalong’ dan ‘santri mukim’. Santri kalong adalah orang yang berada di sekitar pesantren yang ingin menumpang belajar di pondok pada waktu-waktu tertentu tanpa tinggal diasrama pesantren. Sedangkan santri mukim ialah santri yang menuntut ilmu di pesantren dan tinggal di asrama pesantren (kobong).
Mengutip Gus Ach Dhofir Zuhry (2018) dalam bukunya "Peradaban Sarung" menjelaskan bahwa santri merupakan adaptasi dari tradisi cantrik Hindu yaitu “shastri” yang dalam bahasa Sanskerta berarti orang yang mempelajari Shastra (Kitab Suci) di pe-shastri-an atau pesantren. Atau santri juga merupakan gabungan dari huruf Arab Sin, Nun, Ta’, Ra’, dan Ya’ yang menyimpan makna tersendiri dibalik huruf-huruf keramat tersebut.
ADVERTISEMENT
Sin artinya Salik ilal-Akhirah (menempuh jalan spiritual menuju akhirat). Santri meyakini bahwa sejarah manusia bukan di bumi, kerajaan manusia bukan di dunia, kebahagiaan haqiqi manusia bukan di dunia, tapi di akhirat. Sehingga apa pun yang ditempuh dan diperjuangkan santri, semata demi kebahagiaan di akhirat kelak. Tak penting sebuah popularitas dan menjadi pusat perhatian di bumi, tak mengapa tak terkenal di bumi tapi yang penting terkenal di langit. Oleh karena itu, santri lebih memillih jalan sunyi daripada publisitas. Maka, filosofi pertama dari kaum sarungan adalah orientasi hidupnya jelas, tidak zigzag dan miring.
Nun maknanya Na-ib ‘anil-masyayikh (penurus para guru). Filosofi yang kedua yaitu kaderisasi yang dilakukan oleh para kiyai agar santri-santri mereka kelak menjadi estafet perjuangan para guru dan leluhur. Tak ada yang mengungguli para santri dalam hal adab mengagungkan dan memuliakan guru. Inilah mengapa ikatan emosional para santri dengan kiyai dan guru-guru mereka sangat mengakar dan mengkristal hingga jasad berkalang tanah. Biasanya, santri belum boleh pulang dari pesantren sebelum mumpuni ilmu, etos, dan karakternya agar kelak bisa menggantikan sang kiyai.
ADVERTISEMENT
Ta’ maksudnya adalah Tarik ‘anil-Ma’ashi (meninggalkan maksiat). Dengan demikian, filosofi yang ketiga kaum santri adalah selalu bertobat melakukan penyucian rohani dengan cara menjalani hidup sederhana dan menjauhi dosa-dosa. Dosa-dosa tersebut diantara lain yang pertama adalah dosa intelektual, yakni kebodohan dan atau memperjualbelikan ilmu dan agama. Yang kedua yaitu dosa sosial, dalam arti tidak peduli dan peka terhadap lingkungan sekitar. Yang ketiga yaitu dosa spritual, dosa karena tidak menjalani hidup asketik (zuhud), sederhana dan bersahaja, menjauhi gemerlap, pukau, pesona dan tipu daya dunia.
Ra’ akronim dari Raghib ilal-Khayr (selalu menghasrati kebaikan). Filosofi yang keempat ini kian mempertegas posisi santri sebagai pribadi yang lebih menomorsatukan kebaikan daripada keburukan. menyampaikan kebeneran dengan cara-cara yang baik dan santun. Karena lazimnya seseorang bukan tidak mau menerima kebenaran, tapi karna kebenaran itu dibungkus dengan tidak baik, sehingga ia sulit untuk menerimanya.
ADVERTISEMENT
Ya’ adalah singkatan dari Yarjus-Salamah (optimis terhadap keselamatan). Filosofi kelima dari santri adalah selalu optimis menjalani hidup dan mengharap keselamatan di dunia pun lebih-lebih kelak di akhirat. Santri tak sekedar optimis dalam pikiran, tapi optimisme dibarengi dengan tindakan nyata. Sebabnya apa? Karena teramat banyak kegagalan umat manusia karena bertindak tanpa berpikir dan atau sebaliknya berpikir tanpa bertindak.
Lima falsafah santri yang mencerminkan diri sebagai pribadi yang memiliki kejelasan orientasi hidup, menjadi penerus para guru, meninggalkan maksiat, cenderung menghasrati kebaikan, dan senantiasa optimis akan keselamatan dunia-akhirat merupakan pedoman hidup kaum sarungan yang akan terus dibawa dan dibela sampai mati. Artinya walau kita tidak pernah belajar secara resmi di Pesantren, namun jika kita memiliki kelima prinsip tersebut dan sungguh-sungguh kita yakini-hayati untuk kemudian diamalkan dalam keseharian, maka kita adalah santri
ADVERTISEMENT
Pun mengutip definisi Santri Menurut K.H. Ma’ruf Amin saat menjabat sebagai Rais ‘Aam PBNU menegaskan, sebutan santri bukan hanya diperuntukkan bagi orang yang berada di pondok pesantren dan bisa mengaji kitab. Namun, santri adalah orang-orang yang meneladani para kiai. “Santri adalah orang-orang yang ikut kiai, apakah dia belajar di pesantren atau tidak, tapi ikut kegiatan kiai, manut (patuh) kepada kiai. Itu dianggap sebagai santri walaupun dia tidak bisa baca kitab, tapi dia mengikuti perjuangan para santri.
Maka menjadi santri, mondok atau tidak mondok di pesantren. Paling utama adalah takzim kepada Kiai dalam menempuh dan mengamalkan ilmu demi masa depan dunia dan akhirat. Menjadi Santri, harus berguna memperbaiki diri dan bangsa ini dengan terus dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT, melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi larangan-Nya menjadi hal yang pasti.
ADVERTISEMENT
Alhasil, Senyatanya menjadi Santri akan menjalani kehidupannya dengan perpaduan antara urusan dunia dan akhirat dan itu yang akan membuat haqul yakin bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang kaya raya, adil makmur, dan diridhoi oleh Allah SWT.
Selamat Hari Santri Nasional 22 Oktober 2020.
Asep Totoh - Dosen Ma'soem University, Kepala HRD Yayasan Pendidikan Bakti Nusantara 666