Pendidikan Entrepreneurship di Perguruan Tinggi?

Asep Totoh
Guru SMK Bakti Nusantara 666, Dosen Masoem University, Guru SMP Pasundan Rancaekek
Konten dari Pengguna
9 Februari 2021 23:34 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ENTREPRENEUR dan Entrepreneurship selalu menarik untuk dijadikan kajian diskusi dan atau bahkan masih jadi diperdebatkan. Sampai dengan saat ini pun hampir semua perguruan tinggi di Indonesia pasti menyelenggarakan pendidikan kewirausahaan.
ADVERTISEMENT
Pendidikan kewirausahaan merupakan program prioritas perguruan tinggi di Indonesia, tujuan Pendidikan Kewirausahaan di perguruan tinggi tidak lain untuk menyiapkan calon sarjana yang memiliki keahlian (skill) berwirausaha, sehingga mampu mencipatkan lapangan pekerjaan (job creator).
Sejak tahun 2007, saat itu Dikti atau Kemenristek Dikti telah memfasilitasi Pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi dengan program pengembangan kewirausahaan di perguruan tinggi yang menawarkan berbagai kegiatan yaitu Kuliah Kewirausahaan (KWU), Magang Kewirausahaan (MKU), Kuliah Kerja Usaha (KKU), Konsultasi Bisnis dan Penempatan Kerja (KBPK), dan Inkubator Wirausaha Baru (INWUB).
Selanjutnya di dalam perkembangannya Dikti menawarkan program yang di kemas sebagai program kreativitas mahasiswa (PKM) yang memfasilitasi mahasiswa untuk berkreasi dalam berbagai bidang meliputi bidang penelitian, pengabdian kepada masyarakat, penerapan teknologi, artikel ilmiah, gagasan tertulis, karsa cipta, dan kewirausahaan. Kemudian, sejak tahun 2009 Dikti menyediakan program bagi maha siswa yang berminat sebagai job creator melalui program mahasiswa wirausaha (PMW).
ADVERTISEMENT
Semua kebijakan tersebut dilaksanakan dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan pendidikan tinggi dengan mengimplementasikan kemampuan, keahlian, sikap tanggung jawab, membangun kerja sama tim maupun mengembangkan kemandirian dan mengembangkan usaha melalui kegiatan yang kreatif dalam bidang ilmu yang ditekuni.
Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan tinggi antara lain adalah membentuk insan yang kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan berjiwa wirausaha.
Upaya-upaya Pemerintah ini bertujuan untuk menumbuhkan jiwa dan semangat kewirausahaan sejak dini dikalangan pelajar dan mahasiswa agar berminat menjadi wirausaha. Namun persolan yang muncul adalah gerakan pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi yang telah dilakukan ternyata belum memberikan hasil seperti yang diharapkan.
ADVERTISEMENT
Setidaknya ada 4 (empat) kompetensi utama yang harus dimiliki oleh entrepreneur, yaitu:
Ilustrasi Pendidikan Entreprenurship di Perguruan Tinggi, Foto; Dok.Pribadi
Kondisinya adalah jika pendidikan kewirausahaan belum mampu mengubah mind-set lulusan perguruan tinggi dari mencari pekerjaan (jobseeker) menjadi pencipta lapangan kerja (job creator). Meski pun sudah menyelesaikan mata kuliah kewirausahaan ternyata sebagian besar lulusan masih berorientasi mencari pekerjaan dan mengalami masa tunggu kerja yang cukup lama Handriani, 2011; Yuniza, dkk, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan kewirausahaan tidaklah sesederhana yang di bayangkan.
ADVERTISEMENT
Artinya untuk menumbuhkan jiwa dan semangat kewirausahaan apalagi sampai menghasilkan lulusan yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan tidak bisa dilakukan hanya dalam jangka pendek (satu atau dua semester) apalagi hanya 2-3 sks, tetapi harus secara terus menerus melalui kegiatan pendidikan dan pengembangan yang berkesinambungan (Murtini,2008).
Melihat model pendidikan kewirausahaan tahun 1990-an di National University of Singapore (NUS) yang diawali dengan menanamkan sikap mental kewirausahaan dilanjutkan dengan aktivitas inovasi dan kreatif dalam penelitian, serta komersialisasi hasil penelitian. Melalui model ini NUS dapat menciptakan academi centrepreneur, social entrepreneur sekaligus business entrepreneur berbasis teknologi.
Kemudian untuk model pendidikan kewirausahaan di China lebih menekankan pada pembentukan business entrepreneur. Peran pemerintah dan orangtua sangat besar dalam pendidikan kewirausahaan. Pemerintah menyediakan program kompetisi business plan, inkubator bisnis yang didirikan di perguruan tinggi maupun dikota-kota, menyediakan modal awal serta memberi insentif kepada mahasiswa wirausaha berupa pengurangan pajak dan dukungan keuanganlainnya. Sedangkan orang tua mahasiswa menyediakan bantuan keuangan, berbagi pengalaman bisnis dan network (Lyan 2009).
ADVERTISEMENT
Kuncinya jika Pendidikan kewirausahaan harus diawali dengan pembentukan pola pikir wirausaha dilanjutkan dengan pembentukan perilaku kreatif dan inovatif agar dapat berkreasi. Kreasi-kreasi yang dapat dihasilkan wirausaha meliputi creation of wealth, enterprise, innovation, change, employment, value dan growth (Morris,LewisdanSexton,1994:22).
Sejalan dengan penelitian dalam disertasinya Asep Sujana (2020), pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi dalam pelaksanaannya masih perlu perbaikan khususnya pada metode pengajaran serta pengorganisasian pembelajaran. Metode pengajaran dalam pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi harus dikembangkan tidak hanya dalam kerangka pengembangan ilmu, tetapi juga harus diarahkan pada project base learning yang memungkinkan mahasiswa melakukan eksplorasi terhadap lingkungan bisnisnya.
Lalu, harus ada manajemen mutu pendidikan kewirausahaan dengan model ekosistem mutu manajemen pendidikan kewirausahaan. Dengan fondasi dasarnya berupa kebijakan perguruan tinggi, network/mitra, mental mahasiswa serta dua pilar/tiang utama berupa lingkungan perguruan tinggi beserta kapasitas SDM berikut infrastruktur yang dimiliki.
ADVERTISEMENT
Selain itu dibutuhkan juga kebijakan pendidikan tinggi (DIKTI) yang dioperasionalisasikan melalui penjaminan mutu pada setiap unit kewirausahaan (inkubasi bisnis, career center, fakultas/prodi dan kelompok mahasiswa wirausaha). Dan penting juga integrasi kurikulum kewirausahaan yang multi disiplin ilmu sehingga akan dapat meningkatkan kepercayaan diri mahasiswa dalam berwirausaha.
Alhasil, melalui kemampuan menghasilkan kreasi-kreasi terbaru, maka seseorang dapat disebut sebagai wirausaha dalam bidang apapun. Sebagai contoh, seorang business entrepreneur dituntut untuk mampu menciptakan creation of wealth, enterprise, innovation, employment, value dan growth; sedangkan seorang intrapreneur sebaiknya memiliki kemampuan creation of innovation, change, value yang secara tidak langsung akan menumbuhkan creation of wealth, enterprise, innovation, change, employment, value dan growth bagi organisasi dimana seseorang tersebutbergabung/bekerja.
ADVERTISEMENT
Memandang hal ini, maka fokus utama jika pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi bisa dikembangkan secara professional yang bisa bersaing dengan kompetitif untuk menjadikan perguruan tinggi sebagai Entrepreneureal University (EU).
Peran perguruan tinggi sebagai EU memiliki dua makna yaitu (Hendri et all, 2016): Pertama, perguruan tinggi dapat menjadi sebuah lembaga Entrepreneurship yang memanfaatkan sumber daya manusia dengan efisien dan optimum. Kedua, mahasiswa, staf pengajar, dan fakultas terintegrasi dengan lembaga bisnis, industri, dan komunitas melalui inovasi dan pengenalan ilmu pengetahuan serta kerjasama dengan industri.
Kedua hal diatas dimaksudkan jika perguruan tinggi bisa menjadi fasilitator dalam mengembangkan Entrepreneurship karena dengan menggunakan sumber daya manusia berserta fasilitas yang ada di dalam perguruan tinggi, maka perguruan tinggi bisa membentuk entrepreneur yang memiliki inovasi baru.
ADVERTISEMENT
Jika mampu memperbaiki penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi maka penulis berkeyakinan bahwa perguruan tinggi akan mampu menciptakan wirausaha muda baru yang kreatif dan inovatif berasal dari kampus.
** Asep Totoh - Dosen Ma'soem University, Kepala HRD Yayasan Pendidikan Bakti Nusantara.