Pendidikan Karakter 'Nyunda'

Asep Totoh
Guru SMK Bakti Nusantara 666, Dosen Masoem University, Guru SMP Pasundan Rancaekek
Konten dari Pengguna
18 Desember 2020 5:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi salam sunda sampurasun. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi salam sunda sampurasun. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
SISTEM pendidikan yang ada di Indonesia saat ini, hasil implementasinya lebih mengutamakan kepintaran (kognisi) dari pada karakter dan akhlak. Sampai saat ini pun masih terdapat beberapa diskusi perbedaan pendapat antara karakter dan akhlak.
ADVERTISEMENT
Menyoal akhlak, secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku atau tabiat.
Al-Ghazali dalam kitabnya IhyaUlumuddin” memberikan pengertian tentang akhlak, yakni spontanitas manusia dalam bersikap atau perbuatan yang telah menyatu atau melekat dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi. Mahmud al Mishri (2009) dalam kitabnya Mausu’ah min Ahlaqir Rasul” mengutip definisi akhlak dari Al-Jahish, yakni keadaan jiwa seseorang yang selalu mewarnai tindakan dan perbuatannya, tanpa pertimbangan ataupun keinginan.
Selanjutnya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), karakter didefinisikan tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain; watak.
ADVERTISEMENT
Setelah digaungkan istilah Revolusi Mental oleh Presiden Joko Widodo, terbaru masyarakat di engangkan oleh Konsep Revolusi Akhlak yang digaungkan oleh Imam Besar Habib Rizieq Syihab.
Ilustrasi Budaya Nyunda, Foto: dok Pribadi.
Pendidikan Karakter merupakan sistem tata kelola pendidikan yang memfokuskan pada penanaman dan pengembangan nilai-nilai karakter peserta didik, baik dari segi pengetahuan, keterampilan maupun sikap.
Berbicara pendidikan karakter, dalam budaya orang Sunda harapan itu diungkapkan dengan istilah semoga menjadi orang yang Cageur, Bageur, Pinter, Bener, dan Singer.
Menurut Wikipedia Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan tertua di Nusantara, kebudayaan Sunda yang ideal kemudian sering kali dikaitkan sebagai kebudayaan masa Kerajaan Sunda. Senyatanya, terdapat beberapa ajaran dalam budaya Sunda tentang jalan menuju keutamaan hidup. Kebudayaan Sunda juga merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia yang dalam perkembangannya perlu dilestarikan.
ADVERTISEMENT
Sistem kepercayaan spiritual tradisional Sunda adalah Sunda Wiwitan yang mengajarkan keselarasan hidup dengan alam. Kini, hampir sebagian besar masyarakat Sunda beragama Islam, namun ada beberapa yang tidak beragama Islam, akan tetapi walaupun berbeda namun pada dasarnya seluruh kehidupan di tujukan untuk kebaikan di alam semesta.
Mengacu sumber di atas, “Cageur diartikan sembuh (waras), “ Bageur” artinya baik, Pinter” artinya cerdas, "Bener" diartikan benar, dan "Singer" diartikan mawas diri. Kelima karakter itu adalah seperangkat etos dan watak yang menjadi penerjemahan dari makna kata Sunda itu sendiri.
Dalam bahasa Jawa Kuno, kata ”Sunda” memiliki pengertian bersih, suci, murni, tak tercela/bernoda. Orang Sunda yang memiliki karakter itu disebut dengan perilaku Nyunda.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi kegiatan belajar mengajar di sekolah. Foto: Shutter Stock
Senyatanya Karakter Nyunda jika merujuk beberapa ayat Al Qur'an atau Hadis, tuntutannya agar tercipta kondisi seseorang atau kelompok manusia yang Cageur (sehat) seperti pada hadis “ pergunakan waktu sehatmu sebelum waktu sakitmu…"(HR Bukhari).
ADVERTISEMENT
Bageur (bagus akhlaknya) digambarkan dalam hadis “mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya”( HR.Bukhari dan Muslim).
Pinter (cerdas berilmu) “…Allah akan meninggikan orang yang beriman dan berilmu pengetahuan dengan beberapa derajat/keunggulan. (Al Mujadilah : 11). Dan diterangkan..“Barang siapa menghendaki (kesuksesan) kehidupan dunia maka hanya dengan ilmu, dan barang siapa menghendaki (kesuksesan) kehidupan akhirat maka hanya dengan ilmu dan barang siapa menghendaki (kesuksesan) keduanya (dunia akhirat) maka hanya dengan ilmu (HR.Turmudzi).
Bener (amanah, menepati janji, tidak berbohong), Allah subhanahu wa ta’ala juga telah berfirman dalam Al Qur’an tentang pengertian amanah dan anjuran berperilaku amanah. Hal ini termaktub dalam surat an Nisaa’ ayat 58 yang artinya, “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya…'. Demikian pula Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang amanah, “Tidak ada iman yang sempurna bagi orang yang tidak memiliki sifat amanah, dan tidak ada agama yang sempurna bagi orang yang tidak menepati janji” (HR. Ahmad).
ADVERTISEMENT
Singer (mawas diri), setiap orang pasti menginginkan keselamatan dan kebahagiaan di akhirat kelak. Untuk itu, Allah SWT mengingatkan manusia untuk muhasabah. Inti muhasabah adalah introspeksi, mawas diri, melihat, memeriksa, melakukan perhitungan, dan mengoreksi diri sendiri secara jujur. Mawas diri merefleksikan kesadaran akan esensi diri yang tidak sempurna serta eksistensinya di dunia yang sementara.
"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik" (QS Alhasyr [59]: 19).
"(Apakah kamu, hai orang-orang musrik, yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu malam dengan sujud dan berdiri. Sementara itu, ia selalu merasa cemas dan khawatir akan azab akhirat dan mengharap rahmat Tuhannya…" (QS Az-Zumar [39]: 9). Ayat ini merupakan satu dari 12 ayat yang berbicara tentang keutamaan mawas diri, hati-hati, dan waspada. Al-quran menyebut istilah-istilah itu dengan "hadzar". Sikap ini merupakan akhlak Al-quran yang sepatutnya dimiliki oleh mereka yang berakal atau 'Ulul Albab', seperti yang dikehendaki pada akhir ayat ini.
ADVERTISEMENT
Bisa diduga jika kegagalan pendidikan akhlak, moral, dan karakter selama ini disebabkan ketidakpahaman dan ketidakjelasan konseptual tentang dimensi, strategi dan proses pendidikan akhlak, moral dan karakter. Misalnya dimensi apa-apa saja yang akan ditanamkan pada pikiran dan hati masyarakat ini, dan itu harus jelas.
Misalnya berbicara karakter atau perilaku nilai-nilai Pancasila, namun masih “jauh panggang dari api” apa yang diucapkan dengan apa yang dilakukan. Contoh yang baik adalah misalnya; Ketika Aisyah ra ditanya mengenai akhlak Rasulullah Saw, maka Ia menjawab “Akhlak Rasulullah adalah Al-Qur’an”, dikutip dari HR. Muslim, Hakim, Ahmad, dan Baihaqi. Artinya, dimensinya sangat jelas, yakni: “Al-Qur’an”.
Selanjutnya, pendidikan dan pembelajaran berbasis akhlak, moral, karakter dan sejenisnya harus dirancang secara terintegrasi dengan pendidikan dan pembelajaran lainnya. Ia tidak dapat berdiri sendiri sebagai mata pelajaran dan dilakukan secara dialogis bukan indoktrinasi (Aswandi;2020).
ADVERTISEMENT
Dan untuk mengimplementasikan pendidikan karakter adalah dengan kunci utama “Leading by Example” atau Memimpin dengan Keteladanan. Keyword of Leading by Example, sederhananya adalah keteladanan perilaku atau pemberian contoh perilaku kepada seluruh warganya, anak buahnya atau bawahannya.
Bagaimana orang lain mau memiliki karakter cageur, bageur, pinter, bener, dan singer jika dalam diri pemimpin dan kepemimpinannya tidak ada keteladanan yang bisa dijadikan contoh dan panutan dalam ucapan, perangai, dan perilakunya.
Oleh:
Asep Totoh - Dosen Ma'soem University, Kepala HRD Yayasan Pendidikan Bakti Nusantara 666