'Self Disruption' Sekolah

Asep Totoh
Guru SMK Bakti Nusantara 666, Dosen Masoem University, Guru SMP Pasundan Rancaekek
Konten dari Pengguna
3 April 2021 6:19 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mengulang pelajaran dari situs maupun aplikasi lain. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mengulang pelajaran dari situs maupun aplikasi lain. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
DISRUPSI didefinisikan sebagai sebuah fenomena tergantikannya sistem lama oleh sistem baru yang diakibatkan hadirnya teknologi serta maraknya inovasi-inovasi yang  bersifat kreatif serta destruktif di berbagai sektor kehidupan.
ADVERTISEMENT
Disrupsi bersifat kreatif karena fenomena ini melahirkan sesuatu yang baru, dan juga bersifat destruktif karena menghilangkan sesuatu yang sudah lama ada.
Perubahan dan dampak dari era Revolusi Industri 4.0 juga terlebih akibat pandemi COVID-19 memaksa sekolah untuk melakukan self-disruption. Self-disruption didefinisikan sebagai kemampuan melakukan sendiri perubahan yang mendasar (fundamental) pada sistem. Selanjutnya, pengelolaan hingga proses belajar-mengajar harus adaptif terhadap perubahan yang sangat cepat dan tidak menentu.
Keniscayaan mendisrupsi diri sendiri tanpa harus menunggu terdisrupsi karena memang pilihannya adalah be disruptive, or you will be disrupted (Rhenald Kasali;2018).
Kesulitan yang paling utama saat ini adalah pendidikan sebagai salah satu institusi yang dikenal paling sulit berubah menghadapi terpaan disrupsi. Maka tidak heran jika kondisi dan metode pembelajaran sampai dengan saat ini tidak akan jauh berbeda dengan kondisi berpuluh-puluh tahun yang lalu.
ADVERTISEMENT
Saat ini, kondisi untuk memenangkan persaingan di era milenial adalah yang bukan yang kuat atau besar, akan tetapi yang cepat dan gesit.
Mengutif Albert Einstein, “The measure of inttelligence is the ability to change”. Maka menjadi keharusan dalam pendidikan kita mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
Ilustrasi Disrupsi Pendidikan, Foto: Pixabay
Menyarikan dari berbagai literatur, pola pikir self-disruption yang harus dilakukan sekolah, yaitu:
ADVERTISEMENT
Alhasil, berbagai jenis tantangan yang kini sedang dan bakal dihadapi bangsa adalah suatu keharusan yang tidak bisa diabaikan? Namun, bukankah pula kekinian adalah sesungguhnya hasil dari berbagai jenis proses yang telah dilalui bahkan mungkin pula masih merupakan realitas yang tidak terelakkan.
**Asep Totoh - Dosen Ma'soem University, Kepala HRD Yayasan Pendidikan Bakti Nusantara 666 Cileunyi Kab.Bandung