Makam Sunan Bayat: Wisata Religi dan Edukasi

Ashila Dhian Elisalise
Mahasiswa S1 Pariwisata Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
27 November 2022 17:33 WIB
Tulisan dari Ashila Dhian Elisalise tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Komplek Makam Sunan Bayat, atau yang biasa disebut dengan Makam Tembayat merupakan salah satu destinasi wisata religi yang terletak di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Makam tersebut hingga saat ini masih dianggap sebagai destinasi yang wajib dikunjungi oleh para peziarah, terutama peziarah yang beragama Islam. Banyak di antara peziarah merupakan para santri dari berbagai pondok pesantren yang menjadikan kegiatan ziarah di Makam Tembayat sebagai agenda rutin setiap tahun.
ADVERTISEMENT
Sunan Bayat yang dikenal dengan nama Ki Ageng Pandanarang sendiri merupakan salah satu penyebar agama Islam yang hidup di masa yang sama dengan Sunan Kalijaga yang saat itu sangat berpengaruh dalam penyebaran Islam di tanah Jawa. Salah satu kisah paling terkenal tentang Sunan Bayat sendiri adalah legenda Kota Salatiga yang diberi nama dari peristiwa tiga orang penyamun yang akhirnya menjadi pengikut setia Sunan Bayat. Peristiwa tersebut akhirnya mengilhami penamaan Kota Salatiga yang diambil dari kata salah tiga, yang menjurus kepada tiga orang yang bersalah (para penyamun).
Meskipun merupakan sebuah destinasi wisata religi muslim yang dianggap sakral, makam tersebut dapat menjadi sebuah destinasi wisata edukasi. Makam Tembayat memiliki keunikan, terutama dalam hal arsitektur bangunannya. Walaupun makam tersebut merupakan makam dari seorang penyebar agama Islam, namun arsitektur bangunan komplek makam, terutama pintu masuknya atau gapura yang berjumlah enam buah dan berbentuk candi bentar serta paduraksa merupakan arsitektur khas di bangunan agama Hindu. Beberapa gapura juga dibuat dari batu putih yang dipahat, khas bangunan candi pada masa itu. Diperkirakan Makam Tembayat sendiri dibangun pada masa Kerajaan Mataram Islam, kira-kira pada abad ke-16 hingga 17 di bawah pemerintahan Sultan Agung. Hal ini diketahui dari prasasti yang dipahatkan di gapura pertama, yaitu Gapura Segara Muncar yang berada di kaki bukit. prasasti tersebut berbunyi, murti sarira jleging ratu yang diartikan sebagai tahun 1448 Saka atau 1526 Masehi. Sedangkan prasasti yang ada di gapura keempat, yaitu Gapura Panemut bertuliskan wisaya hanata wisiking ratu yang bernilai tahun 1555 Saka yang diartikan sebagai tahun 1633 Masehi yang mana pada saat itu masa Mataram Islam berada di bawah pemerintahan Sultan Agung.
Selain itu, Makam Tembayat terbuka untuk umum, tidak hanya bagi wisatawan atau peziarah beragama Islam. Hanya saja, ada aturan khusus, yaitu bagi wanita yang sedang datang bulan tidak diperkenankan untuk memasuki komplek makam utama atau cungkup utama makam, yaitu setelah gerbang keenam. Meskipun begitu, Makam Tembayat dapat menjadi salah satu pilihan destinasi yang dapat dikunjungi ketika Anda berkunjung ke Kabupaten Klaten, terutama jika Anda memiliki minat khusus dalam wisata sejarah ataupun edukasi.
ADVERTISEMENT