Jangan Sering Mager, Anak Muda

Ashri Riswandi Djamil
Pengajar yang masih belajar
Konten dari Pengguna
18 Oktober 2021 21:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ashri Riswandi Djamil tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sleeping man (image source: freepik.com).
zoom-in-whitePerbesar
Sleeping man (image source: freepik.com).
ADVERTISEMENT
Malas gerak, sebuah kalimat yang sering kita dengar. Sedikit-sedikit mager. Bangun pagi, mager. Mau mandi, mager. Mau makan, mager. Seperti tidak ada habis-habisnya si mager ini. Atau hanya sekadar istilah saja. Buktinya bilang mager tapi tetap dikerjakan juga. Mager di mulut tidak mengapa. Tapi kalau sering-sering diucap, akan merasuk ke dalam pikiran. Dan jangan salahkan siapa-siapa Anda jadi mager beneran.
ADVERTISEMENT
Kebiasaan malas gerak ini bisa diakibatkan banyak faktor. Di antaranya adalah:

Pergaulan

Kok pergaulan? Ya karena kebiasaan anak muda zaman sekarang ini kan menyingkat kata-kata atau kalimat. Bukan lagi inisial. Seperti: mager yaitu malas gerak. Ada juga bacrit singkatan dari banyak cerita, yang kasarnya pun ada seperti bacot. Banyak cocot. Cocot itu bahasa slang Jawanya mulut. Banyak lagi lah istilah itu. Kreatif memang. Cuma harus kita perhatikan penempatannya. Kapan digunakan Bahasa itu. Tahu tempat lah. Akibat seringnya anak muda mendengar istilah ini, maka terbawa dalam kehidupan sehari-hari. Jadilah malas bergerak.

Teknologi Informasi

Faktor berikutnya adalah ini. Teknologi informasi yang semakin mutakhir. Tidak ada yang salah dengan itu. Percayalah. Kita sekarang bisa pesan apa pun lewat sentuhan jari di smartphone kita. Namun kendali tetap ada di kita. Bukan berarti dengan segala kemudahan itu, kita menyalahkan teknologi ini. Dulu mau cari tukang ojek harus jalan ke simpang jalan. Sekarang tinggal rebahan sudah bisa manggil. Anak muda sekarang harus peduli kesehatan. Yang paling mudah ya harus terus bergerak. Bergerak badannya juga pikirannya. Saya pernah mengalami dan akhirnya memahami. Bahwa olahraga itu berpengaruh positif tidak hanya terhadap fisik atau badan saja. Tapi pikiran juga. Ada perasaan yang nyaman setelah badan bergerak mengeluarkan keringat. Tidur malam pun lebih cepat dan berkualitas. Tidak setiap hari saya merasakan ini. Tapi ini jelas menjadi motivasi kuat untuk tidak mager.
ADVERTISEMENT
Lebih-lebih di masa pandemi ini. Mager memiliki dua sisi lain. Dan baru pertama kali dalam hidup mager itu dibutuhkan. Saat masa awal pandemi. Gerakan di rumah aja, membuat kaum muda merasa bermanfaat dengan tindakan rebahannya. Jalanan sepi. Dan diharapkan penularan virus jadi terkendali. Namun semua itu ada batasnya ternyata. Kita tahu sendiri saat ini. Tanpa perlu dijelaskan lebih lanjut.

Kecemasan

Cemas karena khawatir saat berolahraga bertemu orang lain yang kita tidak tahu memiliki virusnya. Masuk akal dan logis. Namun tidak berlebihan juga. Ini faktor terakhir yang saya bahas. Karena masa seperti ini. Kita tahu sendiri secara umum. Namun tidak semuanya. Kebanyakan dari kita itu cenderung menyepelekan virus ini. Bukan men-judge. Sederhana saja. Tinggal kita lihat orang yang berada di keramaian dan tidak memakai masker. Itu sudah jadi tanda bahwa orang itu, tanpa dia harus bicara sudah terdengar. "Saya kuat, saya antivirus, saya tidak paranoid.” Iya kita bisa dengar mereka dengan perilaku mereka saja. Kita tidak tahu sampai kita merasakan akibatnya. Bukan mendoakan. Hanya berpendapat. Waspada tanpa paranoid kan bisa kita lakukan. Sewajarnya saja. Karena pada akhirnya kecemasan itu sendiri dapat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh juga.
ADVERTISEMENT
Maka jangan cemas dan selalu perhatikan kondisi di sekitar Anda. Pasti akan baik-baik saja kok. Saat ini kita hanya perlu focus dengan diri sendiri dan lingkungan terkecil kita. Bukan egois. Tapi untuk menjaga sebaik-baiknya apa yang kita punya saat ini. Akal sehat dan kewarasan. Mematuhi protokol kesehatan, hidup bersih sehat. Dan bersyukur apa pun yang terjadi. Yang sakit harus bisa menerima. Yang sehat tidak meremehkan penyakit ini. Dan memberi dukungan positif terhadap orang yang sedang berjuang melawan penyakit ini ( covid-19).
Cemas itu manusiawi. Yang paling penting adalah bagaimana kita mengelolanya. Sewajarnya saja dan secukupnya saja. Salam sehat selalu