Konten dari Pengguna

Bahagia di Hari Tua : Buah Perjalanan Merencanakan Keuangan Sejak Muda

Aslamuddin Lasawedy
Pemerhati Masalah Ekonomi, Budaya dan Politik
19 Mei 2025 11:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
Bahagia di Hari Tua : Buah Perjalanan Merencanakan Keuangan Sejak Muda
Baginya masa depan itu bukan teka-teki, ibarat taman, masa depan itu bisa dirancang dan dipersiapkan sedini mungkin.
Aslamuddin Lasawedy
Tulisan dari Aslamuddin Lasawedy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Foto : Aslamuddin Lasawedy
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Foto : Aslamuddin Lasawedy
ADVERTISEMENT
Oleh :
Aslamuddin Lasawedy CFP®
Perencana Keuangan Independen
ADVERTISEMENT
ANGIN sore meniup lembut dedaunan. Matahari jatuh perlahan ke balik pegunungan, seperti lampu panggung yang pelan-pelan dipadamkan. Sore itu, Bu Rina duduk di beranda rumah kecilnya di pinggiran kota Semarang. Di tangannya, secangkir teh mengepul pelan. Di pangkuannya, cucu sulungnya tengah asyik menggambar dengan krayon.
Tak banyak yang tahu, bahwa kebahagiaan yang meliputi perempuan paruh baya ini, bukan hadir begitu saja. Ia tidak menang lotre. Bukan juga pewaris perusahaan besar. Ia hanya seorang pensiunan guru SD. Namun dari wajahnya, terpancar ketenangan yang langka. Sebuah kedamaian yang hanya bisa dimiliki oleh mereka yang telah menyusun hidup layaknya arsitek menyusun bangunan. Batu demi batu.
Saat Bu Rina di usia dua puluh lima tahun. Tatkala teman-temannya gila-gilaan membeli gadget terbaru dan berganti mobil tiap gajian. Bu Rina muda, yang kala itu masih mengontrak kamar petakan, memilih gaya hidup berbeda. Ia rajin menabung dan berinvestasi. Bukan karena ia pelit. Ia justru percaya bahwa hidup itu panjang. Baginya masa depan itu bukan teka-teki, ibarat taman, masa depan itu bisa dirancang dan dipersiapkan sedini mungkin. Pengalaman ayahnya yang menua bersama utang yang menumpuk, memberinya pelajaran hidup yang tak terlupakan. Itulah sebabnya, ia bersumpah tak akan mewariskan beban hutang pada anak-anaknya.
ADVERTISEMENT
Setiap bulan, ia menyisihkan minimal 10 persen dari gajinya untuk ditabung dan di investasikan. Perlahan dari waktu ke waktu, ia mulai belajar berinvestasi di saham, emas, reksa dana, properti dan seterusnya. Ia juga melindungi dirinya dan hartanya dengan asuransi agar ia bisa mengantisipasi berbagai resiko keuangan di masa depan. Ia menahan diri dari godaan gaya hidup yang konsumtif berlebihan. Ia lebih memilih mengalokasikan uangnya ke tabungan dan investasi kecil yang tak terlihat oleh mata teman-temannya, namun tumbuh pelan seperti akar pohon beringin.
Puluhan tahun berlalu. Kini, ketika tubuhnya sudah mulai renta dan tak sekuat seperti dulu lagi. Penghasilannya tak lagi mengalir seperti keran. Ia justru hidup jauh dari rasa takut karena kekurangan uang. Rumah yang ia tempati sudah lunas sejak lama. Biaya kuliah anak-anaknya hingga mereka menikah tak pernah membuatnya pusing. Kini, ia bisa menyekolahkan cucunya tanpa bergantung pada anak-anaknya. Hari-harinya ia habiskan dengan membaca, berkebun, atau pergi belanja ke pasar tradisional bersama suaminya. Tak ada kegemilangan ala media sosial dalam hidupnya. Tak ada juga tagihan yang tak terbayar.
ADVERTISEMENT
Hidupnya laksana puisi yang ditulis dengan kalkulator dan ketekunan menata masa depan. Ia adalah bukti bahwa perencanaan keuangan bukan hanya tentang angka, tapi tentang menghormati diri sendiri yang akan hidup di masa depan. Ia telah menanam biji-biji harapan di usia mudanya. Saat tua tiba, ia duduk di taman senja, menikmati bunga-bunga bahagia yang bermekaran.
Di saat banyak orang seusianya bergulat dengan penyesalan, Bu Rina hanya tersenyum. Sebab ia tahu: hidup yang bahagia tak harus gemerlap. Yang penting hatinya tenang dan seluruh kebutuhannya tercukupi. Itu sudah lebih dari sekadar bahagia. Weleh, weleh, weleh.(*)