Rahasia Science di Balik Kesuksesan Taylor Swift

Asmiati Malik PhD
International Relations - International Political Economist - Young Scholars Initiative - Senior researcher at AsianScenarios - Dosen Hubungan Internasional Universitas Bakrie
Konten dari Pengguna
10 Februari 2020 13:27 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asmiati Malik PhD tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi, Photo:shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi, Photo:shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Siapa yang tidak kenal Taylor Swift? Ikon budaya pop Amerika yang terkenal dengan lagu-lagu country yang ia ciptakan sendiri sejak berusia 13 tahun.
ADVERTISEMENT
37 jumlah followers di YouTube serta 126 juta di Instagram sudah dengan terang benderang menunjukkan ketenarannya yang tak terbantahkan. Ia juga merupakan artis dengan bayaran termahal dengan total kekayaan sekitar USD 360 juta di tahun 2019. Selain itu, ia juga mampu mengantongi Grammy Awards, penghargaan paling bergengsi di industri musik.
Ketenaran dan kesuksesan Taylor bisa disejajarkan dengan Britney Spears, ikon pop di tahun 1999-2000. Lagu lagunya seperti ME! diputar 369 juta kali dan You Need to Calm Down sebanyak 325 juta kali di Spotify dan beberapa judul lain yang juga menduduki puncak lagu-lagu paling didengarkan di dunia. Rekor Taylor ini hampir sejajar dengan lagu Britney Spears, Toxic yang diputar 379 juta kali.
Taylor Swift, (Photo: Netflix)

Strategi di balik kesuksesan Taylor

Taylor meraih kesuksesan dengan kerja keras sejak usia dini. Selain itu pilihan strategi marketing lagu juga sangat berpengaruh meraih perhatian dari masyarakat Amerika. Seperti misalnya, peluncuran beberapa album dengan tenggang waktu yang relatif pendek terbukti berhasil menciptakan siklus marketing yang padat dan tepat.
ADVERTISEMENT
Rentang waktu peluncuran album yang pendek menyebabkan lagu-lagunya akan terus diputar di radio, stasiun TV, dan bertengger di Spotify New List. Metode ini aktif untuk membentuk kesadaran pada merek atau yang biasa disebut juga dengan brand awareness.
Selain itu hal yang menarik dari kesuksesan Taylor adalah pilihan lagu yang mengedepankan unsur sentimen emosional yang khas di lagu-lagunya dengan nada yang up-beats (internal nada yang pendek) memberi kesan positif seperti bersemangat, ceria, dan mengasyikkan. Meskipun begitu, terdapat juga kesan negatif seperti aura kesedihan di lagu-lagu yang bernada sendu dengan lirik yang memang ditujukan untuk yang sedang patah hati.
Asmiati Malik. Foto: Dok: Dimas Prahara/kumparan.
Emosi negatif ini tetap sukses menjadi strategi marketing yang kuat karena hampir setiap individu pasti pernah mengalami masa-masa yang sedih dan suram dalam kehidupan mereka. Lirik lagu-lagu Taylor juga menunjukkan kekhasan emosional yang biasa terjadi pada setiap individu. Dengan demikian, pendengar merasa ada ikatan batin yang kuat dengan lagu-lagu Taylor.
ADVERTISEMENT
Pembentukan ikatan emosional yang kuat baik pada nada lagu dan lirik seperti marah, antisipasi, rasa jijik, ketakutan, kesedihan, kejutan, dan kepercayaan mampu menjadi daya tarik otak untuk merekam berbagai macam emosi tersebut (lihat pada graf 1A dan 1B).
Graf 1A: Total sentimen berdasarkan skor emosi (Foto. promptcloud)
Graf 1B: Total sentimen berdasarkan skor emosi (Foto. promptcloud)

Musik dan Otak

Sudah dari sejak dulu ilmuwan sudah menemukan hubungan keterkaitan antara musik dan otak. Bahkan ilmu pengetahuan sudah berhasil menemukan keterkaitan yang sangat erat antara musik dan psychopathology (keterbelakangan mental). Musik juga mempengaruhi reaksi transmisi kimia di otak, keseimbangan hormon, dan sistem imun. Seorang musisi memiliki lima struktur otak yang lebih besar daripada orang biasa. Secara teknis dikenal dengan Neuroplasticity, atau secara sederhana bisa dipahami sebagai kemampuan otak untuk terus-menerus berkembang sepanjang hidup sesuai dengan fungsi dan lokasi dari bagian otak yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan tertentu.
ADVERTISEMENT
Seperti misalnya bagian otak Albert Einstein pada parietal lobe bagian atas, bagian belakang dari otak 15% lebih besar dari orang kebanyakan.
Otak Einstein (Sumber: NATIONAL MUSEUM OF HEALTH AND MEDICINE)
Berdasarkan dari pendekatan neuroplasticity, menunjukkan bahwa otak memiliki kemampuan yang bisa terus-menerus berkembang dan juga membantah argumentasi bahwa otak bisa over kapasitas. Dan musik terbukti bisa meningkatkan kemampuan otak terlebih lagi kalau dimulai sejak dini. Hal ini yang dilakukan oleh orang tua Swift Taylor yang mendidik dan mengasah kemampuan anaknya sejak usia dini, sehingga ketika ia menginjak usia 13 tahun berhasil menjadi penulis lagu-lagu hits.
Keberhasilan Taylor Swift tidak diraih sehari semalam, akan tetapi melalui proses pengembangan kemampuan dari sejak dini. Selain itu lingkungan keluarga yang memberikan kondisi yang kondusif untuk mengembangkan bakat musiknya juga sangat membantu. Tentu saja pilihan lirik, intonasi dana, serta strategi marketing yang tepat juga memberikan kontribusi yang sangat besar bagi keberhasilannya. Dan itu sudah barang tentu bisa menjadi pelajaran yang berharga untuk kita semua.
ADVERTISEMENT