news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Budaya 'Uang Pelicin' pada Pelayanan Publik di Lingkungan Lembaga Pemasyarakatan

ASRIZA PURBA
TARUNA POLITEKNIK ILMU PEMASYARAKATAN
Konten dari Pengguna
20 September 2021 17:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ASRIZA PURBA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://pixabay.com/photos/handcuffs-money-corruption-economy-2070580/
zoom-in-whitePerbesar
https://pixabay.com/photos/handcuffs-money-corruption-economy-2070580/
ADVERTISEMENT
Tujuan utama dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah melakukan pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang didasari kelembagaan, sistem dan cara pembinaan sebagai bagian akhir dari pemidanaan terhadap sistem peradilan pidana (Samosir 2012). Fungsi dan tugas dari petugas lembaga pemasyarakataan adalah menjaga ketertiban, keamanan dan menjaga perikehidupan serta melakukan pembiaan terhadap narapidana di lembaga pemasyarakatan. Pertugas pemasyarakatan dituntut untuk memberikan perlindungan hak warga binaan.
ADVERTISEMENT
Warga Binaan Pemasyarakatan atau yang biasa disebut dengan WBP mempuyai hak untuk menerima rencana reintegrasi ke dalam masyarakat, yang merupakan tahap akhir konseling lembaga pemasyarakatan. Tujuan dari tahapan penyuluhan akhir ini adalah untuk mengintegrasikan WBP ke dalam masyarakat. Hal ini untuk menerapkan prinsip sistem pemasyarakatan, yaitu selama WBP dirampas dan direnggut hak kebebasan bergeraknya, WBP harus dapat masuk dan diterima kembali ke masyarakat.
Pelayanan Publik (Public Service) di Lembaga Pemasyarakatan
Dengan memberikan hak kepada WBP untuk memberikan asimilasi, pengampunan, Cuti Bersyarat (CB), Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB), memberikan fasilitas layanan kunjungan di Lembaga Pemasyarakatan. Hak yang diberikan kepada warga binaan dan adanya kunjungan keluarga WBP yang merupakan salah satu bentuk dari pelayanan publik oleh Lembaga pemasyarakatan.
ADVERTISEMENT
Namun pada kenyataanya banyak isu-isu yang menyebutkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan memiliki banyak budaya-budaya yang menyimpang. Isu tersebut menyatakan bahwa, semakin meningkatnya jumlah WBP yang masuk kedalam suatu lembaga pemasyarakatan, maka akan terjadi kenaikan pelanggaran peraturan dan perilaku menyimpang yang dilakukan di dalam Lapas. Selain itu, petugas pemasyarakatan juga dikatakan memiliki keterkaitan dalam meningkatnya perilaku penyimpangan dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Hubungan antara petugas dan WBP akan membentuk relasi dan budaya baru yang menyimpang, dikarenakan banyaknya WBP dalam Lembaga Pemasyarakatan dengan latar belakang dan jenis kasus yang beragam. Adanya hubungan tersebut menjadikan kedekatan antara narapidana dan petugas yang kemungkinan besar akan menimbulkan adanya interaksi yang saling menguntungkan. Relasi sosial inilah yang kemudian terbentuk dan menjadi akar pada birokrasi ilegal di Lembaga Pemasyarakatan.
ADVERTISEMENT
Terdapat stigma dalam masyarakat yang mengatakan bahwa pengurusan masa percobaan dengan Pembebasan Bersyarat (PB) dan Cuti Bersyarat (CB) narapidana membutuhkan uang atau biasa disebut dengan 'uang pelicin'. Stigma yang ada dalam Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia telah mandarah daging dengan menyebutkan bahwa terdapat pungutan liar. Dari adanya fakta empiris yang menunjukkan bahwa pelayanan publik di lembaga pemasyarakatan banyak yang dipungut biaya. Hal tersebut memberikan pandangan buruk tentang pemasyarakatan dalam masyarakat.
Dengan alasan tersebut, perlu dilakukan perbaikan pada integritas dan sistem pelayanan publik yang transparan kepada masyarakat sebagai penerima layanan publik agar dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat di Unit Pelaksana Teknik (UPT) Pemasyarakatan di Indonesia. Pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat harus menghasilkan pelayanan yang prima dan berkualitas tinggi.
ADVERTISEMENT
Untuk mengubah stigma buruk pemasyarakatan dimata warga binaan pemasyarakatan dan masyarakat tentang pemberian layanan publik dan hak-hak tanpa adanya 'uang pelicin' maka perlu ditetapkannya suatu SOP sebagai pemenuhan persyaratan wajib. Dengan adanya SOP akan lebih mengarahkan kepada mekanisme dan prosedur yang dilakukan dalam hal pelayanan kepada masyarakat dan warga binaan, terutama pada masalah kunjungan, pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas, asimilasi, remisi di Lembaga Pemasyarakatan. Penerapan SOP ini dapat dikatakan sangat penting karena baik atau buruknya mekanisme dan prosedur kunjungan di Lembaga Pemasyarakatan akan berpotensi terhadap terjadinya pungutan liar atau tidak.
ADVERTISEMENT

'Uang pelicin' yang digunakan sebagai objek tindakan pungutan liar sangat merugikan warga binaan dan masyarakat, Oleh karena itu perlu adanya pemberian edukasi kepada masyarakat agar tidak mudah untuk menemukan jalan pintas pada pelayanan publik di Lembaga Pemasyarakatan. Warga binaan dan masyarakat perlu memperoleh informasi yang lengkap akan hak yang diperoleh pada layanan publik di Lapas.

Dilihat dari tinjauan sisi efektivitas hukum (Arief,2013), Upaya dalam pencegahan 'uang pelicin' yang menjadi pungutan liar oleh ulah oknum petugas dalam sektor pengawasan belum berperan dengan baik dan efektif. Hal ini terlihat dalam upaya pembebasan pungutan liar yang masih menggunakan prosedur dalam bentuk penegakan hukum (represif), karena dalam penerapannya masih banyak oknum yang tertangkap Operasi Tangkap Tangan (OTT) menekankan bahwa banyak pungutan liar yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, masyarakat diharapkan untuk berperan aktif dengan segera melaporkan apabila mendapati adanya oknum petugas yang menerapkan pungutan liar pada fasilitas pelayanan publik di Lapas. Selanjutnya untuk kembali dapat ditekankan kepada warga binaan dan masyarakat agar tidak mudah terhasut apabila oknum petugas meminta 'uang pelicin' sebagai jalan pintas dalam mempercepat pengurusan pelayanan publik di Lembaga Pemasyarakatan.