Korelasi Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Pemasyarakatan Poltekip

ASRIZA PURBA
TARUNA POLITEKNIK ILMU PEMASYARAKATAN
Konten dari Pengguna
18 Juni 2021 20:16 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ASRIZA PURBA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam masa penjajahan selama beberapa kali, masa melawan penjajah, proklamasi kemerdekaan, dan setelah kemerdekaan. Masa penjajahan dikenal dengan perampasan sumber daya untuk kepentingan penjajahan, baik sumber daya alam maupun manusia.
ADVERTISEMENT
Menurut Rohman et al. (2020), masa perjuangan melawan penjajah menumbuhkan jiwa rela berkorban dan patriotisme yang luar biasa dalam menghadapi para penjajah.
Masa proklamasi kemerdekaan adalah pembangunan karakter bangsa dengan Pendidikan, kesejahteraan dan perlindungan masyarakat, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mewujudkan perdamaian abadi. Merupakan hal yang pasti bahwa disetiap masa akan terdapat calon pemimpin yang akan meneruskan perjuangan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Calon pemimpin tersebut tidak akan muncul secara tiba-tiba tetapi melalui proses yang sesuai dengan tantangan yang ada. Masa setelah kemerdekaan sendiri akan berbeda tantangannya dibandingkan dengan masa sebelumnya, jadi metode dan proses yang digunakan juga berbeda.
Design by Asriza Purba, dibuat menggunakan Canva: https://www.canva.com/design/DAEhupwnZJ8/9cXXIYKB7uYduuCtmpEw-A/view?utm_content=DAEhupwnZJ8&utm_campaign=designshare&utm_medium=link&utm_source=publishsharelink
ADVERTISEMENT
Dalam berbangsa dan bernegara di Indonesia khususnya mengalami perkembangan dan perubahan yang sangat besar. Hal tersebut terutama yang berkaitan pada kondisi pendidikan kewarganegaraan dalam diri bangsa Indonesia.
Di masa globalisasi dan reformasi sekarang ini, kondisi Pancasila seakan menghilang dari raga dan jiwa sebagian besar generasi bangsa, malahan hanya cenderung dijadikan slogan semata. Padahal dalam kenyataannya, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan tidak hanya dibutuhkan oleh bangsa Indonesia saja tetapi juga mengandung dan terdapat makna yang dapat dijadikan pengetahuan serta pijakan dalam bertindak dan berpikir bangsa Indonesia.
Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PKn) sangat penting untuk meningkatkan kesadaran kewarganegaraan, jika didasarkan pada tujuannya, PKn berperan dan berfungsi sebagai pendidikan kewarganegaraan.
Winataputra & Budimansyah (2012), Pendidikan Kewarganegaraan adalah subjek pembelajaran yang mengemban misi dalam pembentukan kepribadian bangsa, yakni sebagai upaya kesadaran akan nation and character building.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini PKn berperan bagi keberlangsungan hidup bernegara dan berbangsa menjadi sangat strategis. Negara demokratis akhirnya harus bersandar pada kebijakan, keterampilan, dan pengetahuan dari warga negaranya serta orang-orang yang terpilih untuk menduduki jabatan publik.
PKn mempunyai tujuan yaitu untuk mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang baik (to be good and smart citizens) yang memiliki komitmen kuat dalam mempertahankan kebhinekaan di Indonesia serta mempertahankan integritas nasional. Menurut Budimansyah & Suryadi (Kariadi 2017) PKn adalah bidang yang mengemban misi nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kurikulum PKn dan materi-materi di dalamnya diharapkan akan memberikan pengetahuan dan pemahaman informasi tentang kewarganegaraan yang akhirnya dapat meningkatkan kesadaran kewarganegaraan.
Lebih jauh akan dapat mendorong untuk berperan dalam kegiatan kewarganegaraan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
ADVERTISEMENT
Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip) merupakan sebuah sekolah kedinasan yang berada di bawah naungan Kementerian Hukum dan HAM.
Alasan dari berdirinya Poltekip adalah karena setelah terjadinya Konferensi Dinas Kepenjaraan pada tanggal 27 April 1964 di Lembang, maka terjadinya perubahan dari sistem kepenjaraan di Indonesia menjadi sistem pemasyarakatan.
Untuk memenuhi dalam pelaksanaan sistem tersebut, maka didirikanlah Poltekip sebagai sekolah kedinasan yang mempunyai fungsi untuk membentuk kader pemasyarakatan yang memiliki kualifikasi memadai dan berpendidikan akademis untuk menjadi pelopor pemasyakaratan.
Poltekip mendidik para taruna untuk memiliki rasa tanggung jawab dalam menerapkan hal-hal yang didapatkan dalam pendidikan untuk menciptakan tatanan sistem pemerintahan Indonesia menjadi lebih baik. Quigley et al. (1991) “… those attitudes and habits of mind of the citizen that are conductive to the healthy functioning and common good of the democratic system. Kebiasaan dan tersebut akan menciptakan sistem demokrasi yang baik dan akan menjadikan Indonesia maju.
ADVERTISEMENT

Dalam pembelajaran di Poltekip, menggabungkan atau menghubungkan semua mata kuliah terhadap penerapannya dalam ilmu pemasyarakatan. Poltekip mempelajari sistem Pemasyarakatan yaitu pada saat ini dinilai penting mengingat semakin meningkat untuk mengatasi masalah sosial seperti tunawisma, pengangguran, kecanduan narkoba, penyakit mental, dan buta huruf melalui penjara. Schlosser (1998) menyatakan, penjara Amerika dan populasi penjara meningkat lebih dari dua kali

lipat, meningkat 220%, dalam 10 tahun terakhir. Pada Agustus 1999, 1,8 juta orang Amerika berada di balik jeruji besi (U.S. Bureau of Justice Statistics 1999). Di Indonesia sistem pemasyarakatan muncul dengan latar belakang reintegrasi sosial, pada dasarnya sangat menekankan aspek pengembalian narapidana untuk bermasyarakat dan kembali ke masyarakat. Dengan hal tersebut, perkembangan reintegrasi sosial muncul beberapa sintesis yang jelas memperlihatkan komitmen dalam melakukan deinstitusionalisasi penghukuman. Perkembangan yang dimaksud yaitu munculnya restorative justice, Community Based Correction, dan bentuk pidana alternatif lain.

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam Iqrak (2010), terdapat kutipan dokumen Cetak Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan tahun 2009, Bab II, menegaskan dan mengatakan bahwa reintegrasi sosial merupakan filsafat penghukuman, mendasari pelaksanaan (sistem) Pemasyarakatan; Secara filosofis Pemasyarakatan merupakan sistem pemidanaan yang jauh bergerak meninggalkan filosofi Retributif (pembalasan), deterrence (penjeraan), dan resosialisasi.
Pemidanaan (penghukuman) tidak ditujukan untuk membuat derita dengan tujuan sebagai bentuk pembalasan, tidak ditujukan untuk membuat jera, juga tidak menganggap terpidana sebagai seseorang yang kurang sosialisasinya.
Pemasyarakatan memiliki kesamaan dengan filosofi reintegrasi sosial yang menganggap kejahatan adalah konflik yang terjadi antara terpidana dengan masyarakat. Sehingga pemidanaan atau penghukuman ditujukan untuk memulihkan konflik atau reintegrasi, yaitu menyatukan kembali terpidana dengan masyarakat.
Berkenaan dengan hal tersebut, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki hubungan yang berkesinambungan dengan Pemasyaraktan. Dengan landasan ilmu kewarganegaraan yang baik seperti pengetahuan tentang kewarganegaraan, untuk dapat meningkatkan kesadaran berkewarganegaraan tentunya akan mempermudah dalam proses pembelajaran ilmu pemasyarakatan.
ADVERTISEMENT
Pendidikan Kewarganegaraan yang di dalamnya mencakup bela negara, kesadaran berbangsa dan bernegara, cinta tanah air, dan jiwa nasional serta patrisionalisme akan menciptakan kader Pemasyarakatan yang tanggap, tanggon, trengginas, serta welas asih. Maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran di Poltekip karena memiliki hubungan erat dengan ilmu Pemasyarakatan untuk mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan yang berdasarkan jiwa nasionalisme.
Ditulis Oleh: Asriza Purba (Taruna Politeknik Ilmu Pemasyarakatan)