Mengapa Kita Tak Perlu Heran Melihat Ali Mochtar Ngabalin Masuk Istana

Asta purbagustia
Warga Depok
Konten dari Pengguna
14 Juni 2018 8:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asta purbagustia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tadinya Ali Mochtar Ngabalin adalah pencibir Jokowi nomor satu. Ia mengkritik Jokowi dan pemerintah seperti tak ada hari esok.
ADVERTISEMENT
"Mahkamah Konstitusi memang sudah memutuskan, tapi bukan mustahil bahwa Jokowi dan Kalla nantinya adalah orang yang otoriter," kata Ngabalin dalam sebuah diskusi di Taman Ismail Marzuki, 22 Agustus 2014, dikutip dari Tempo.
Pada saat deklarasi kampanye Prabowo-Hatta, Ngabalin juga pernah menyindir Jokowi sebagai capres kurus krempeng dan tidak bisa menepati janji kampanyenya di Jayapura. 
Namun kini situasinya berubah 180 derajat. Tak ada lagi Ngabalin yang kerap memasang wajah sinis kepada Jokowi. Yang tersisa kini hanyalah Ngabalin yang memasang wajah ramah kepada Jokowi. Sikap Ngabalin telah bertransformasi sedemikian rupa hingga menjadi Ngabalin yang baru.
"Saya berkewajiban memberi tahu, pemerintah ini baik, menjalankan satu tugas mulia, wakil Tuhan di muka bumi. Itu bahasa normal, bahasa hukum," tegas politisi Golkar itu.
ADVERTISEMENT
Selang empat tahun ia mengatakan "Jokowi itu otoriter," sekarang ia mengatakan, "rezim Jokowi itu wakil tuhan".
Ia kini bertugas sebagai Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden (KSP) di bawah naungan Jenderal purnawirawan, Moeldoko.
Tentu saja pihak istana punya pertimbangan tertentu mengapa memilih menggandeng Ngabalin masuk istana. Alasan mengapa pemerintah merekrut Ali Mochtar Ngabalin disampaikan Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP) Eko Sulistyo.
Menurutnya, Ngabalin diharapkan dapat menjembatani komunikasi antara pemerintah dengan organisasi masyarakat (ormas) Islam.
Apalagi ia punya latar belakang sebagai mubalig, pernah menjadi pemimpin pondok pesantren Nurul Falah di Palu, Sulawesi Tengah, sempat menjabat Ketua DPP Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia, serta Ketua DPP Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kubu oposisi pun menanggapi Ngabalin yang masuk istana dengan sedikit sindiran. Andre Rosiade, anggota badan komunikasi DPP Gerindra, mengaku tidak menyangka Ngabalin akan menyeberang ke kubu pemerintah.
"Bang Ngabalin itu akrab dengan kekalahan. Waktu 2009 beliau dukung Pak JK-Wiranto, yang menang Pak SBY-Boediono. 2014, beliau di tempat kita juga kalah. Bisa saja, kekalahan yang sering melekat di Bang Ngabalin akan menular ke Pak Jokowi, akhirnya kalah di 2019."
Pernyataan ini menggelikan karena Ngabalin bukan satu-satunya orang yang akrab dengan kekalahan. Bukankah Prabowo Subianto juga akrab dengan kekalahan? Seandainya pada pilpres 2019 mendatang Prabowo kalah maka hasil itu akan menjadi yang ketiga kalinya, bukan?
Ngabalin bukan nama pertama yang memutuskan menyeberang dari satu kutub politik ke kutub politik yang lain. Salah satu nama yang populer adalah Anies Baswedan.
ADVERTISEMENT
Sebelum menyingkirkan Ahok dan duduk di kursi nomor satu Jakarta, Anies adalah pendukung Jokowi yang taat. Terhitung sejak tahun 2014, Anies masuk ke dalam tim sukses Jokowi dan menjadi juru gedor kampanye. Bahkan selepas perhelatan tersebut, Anies sempat kebagian "jatah" menjadi menteri meski hanya bertahan seumur jagung.
Mudah ditebak bahwa langkah Ngabalin yang mendekat ke Jokowi akan menuai berbagai macam respon, apalagi dari netizen yang budiman. Ada yang pro dan ada yang kontra.
Saya tidak ambil pusing dengan mereka yang memberi respon positif terkait Ngabalin masuk istana. Tapi saya cukup tergelitik dengan orang-orang yang keheranan setengah mati karena hal tersebut.
Apakah langkah yang dilakukan Ngabalin itu salah? Tidak.
Apakah Ngabalin melanggar aturan karena mendekat ke istana sekarang? Tentu tidak.
ADVERTISEMENT
Apakah keputusan Ngabalin membuat kubu seberang kebakaran jenggot? Mungkin.
Orang-orang yang heran melihat posisi Ngabalin sekarang itu mungkin lupa bahwa cara kerja politik memang seperti itu. Dalam politik, kepentingan adalah hal paling utama sementara lainnya hanya basa basi saja. Ada kepentingan apa di balik Ngabalin dan pemerintah? Kita tak pernah tahu.
Satu hal yang pasti, selalu ingat bahwa politik itu nggak sekaku kanebo kering.