Tentang Perempuan dan Kuasa Memilih Cara Hidup

Reh Atemalem
Perempuan, ibu, pejalan
Konten dari Pengguna
1 Mei 2019 1:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Reh Atemalem tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ibu. Foto; pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu. Foto; pixabay
ADVERTISEMENT
Sepanjang hidup, saya bertemu banyak sekali perempuan yang menginsipirasi. Bukan orang terkenal yang wajahnya sering hilir-mudik di televisi, bukan. Mereka adalah perempuan yang hidupnya bersinggungan dengan saya, baik lama atau sekejap saja.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini saya mulai dengan perempuan pertama yang saya kenal di dunia. "Mamak", demikian saya memanggilnya. Manusia yang sebentar lagi berumur 70 tahun ini adalah guru pertama saya. Dari dia, saya mengenal soal kerja keras, soal kerja keras, dan soal kerja keras.
Seingat saya, mamak tidak banyak menghabiskan waktu bersama anak-anaknya. Pergi berjualan dari pagi-pagi buta, dan pulang saat matahari hampir tenggelam. Begitu setiap hari. Mamak tidak tahu kapan saya haid pertama kali atau kapan saya patah hati. Buat dia, yang terpenting hanya uang sekolah bisa terbayar setiap bulan dan ada uang belanja untuk mengisi perut enam anaknya.
Mamak tidak sempurna, tapi dia sudah berusaha sekeras-kerasnya. Dan, jika bicara soal kekuatan perempuan, yang ada di pikiran saya, ya, cuma beliau. Dia kuat, dengan caranya sendiri.
ADVERTISEMENT
Perempuan berikutnya yang jadi inspirasi saya adalah Aries (bukan nama sebenarnya). Usianya hampir 50 tahun, lajang, dan punya karier baik. Aries belum menikah. Bukan karena tidak percaya lembaga pernikahan, tapi karena belum bertemu jodoh. Pernah putus cinta satu kali, dan setelah itu tidak ada lagi laki-laki yang mengajak berhubungan lebih serius.
Saat ini, Aries memilih menghabiskan waktu bersama orang tua yang sudah sepuh. Hidupnya baik-baik saja, cukup segala apa. Tapi tak ada pohon yang tak goyang, tak bisa bikin semua orang senang. Ada saja yang mencibir, bilang Aries jadi "perawan tua" karena dulunya suka "pilih-pilih".
Oh, hei! Masa iya cari calon pasangan asal comot di pinggir jalan? Ya, harus pilih-pilih dong. Semua orang melakukan hal yang sama. Ada yang pilih karena rupa, karena harta, karena pekerjaan, karena latar belakang, atau karena alasan lain-lain. Perkara Aries menikah atau tidak, seharusnya tidak perlu bikin orang lain repot. Seharusnya.
ADVERTISEMENT
Saya emosi. Aries tidak. Kekuatan perempuan, menurut dia hadir lewat kemampuan menentukan apa-apa yang penting dipikirkan, dan apa-apa yang sebaiknya diabaikan. Untuk hal yang satu ini, saya memang masih harus belajar banyak.
Perempuan berikutnya yang jadi inspirasi saya adalah Nawa. Dia bisa dibilang berkebalikan dari Aries. Tamat sekolah tingkat atas, lulus kuliah, diterima sebagai karyawan di salah satu perusahaan terkenal, bertemu calon suami, menikah, punya anak, lalu berhenti bekerja.
Umur Nawa saat ini 30 tahun. Masih muda, anaknya 3. Melahirkan anak-anak dalam rentang usia yang cukup dekat, menurut dia sudah direncanakan sejak dulu. "Biar capek sekalian," katanya.
Soal sekaligus capek itu, memang kenyataan. Tinggal di pinggiran Jakarta, suaminya harus berangkat kerja dari pagi-pagi sekali, meninggalkan Nawa dan tiga anak yang masih kecil-kecil dalam kerepotan yang maha dahsyat setiap hari. Oh, tentu saja Nawa bahagia. Hidupnya cukup nyaman. Anaknya sehat, dan kebutuhan utama tercukupi.
ADVERTISEMENT
Nawa tidak pernah terpikir untuk kembali bekerja. Menurut dia, kekuatan perempuan adalah kasih sayang. Maka dia menggunakan kekuatan itu seluas-luasnya untuk mengasuh tiga buah cinta yang dititipkan Tuhan.
--
Perempuan itu makhluk yang kompleks. Pada pundaknya dibebankan harapan yang berat. Harus terlihat cantik, harus bisa punya anak, harus pandai mengasuh anak, harus pandai mengurus suami, harus pandai mengurus rumah, juga harus mampu membantu perekonomian keluarga.
Mungkin ada yang bisa jadi semuanya. Perempuan super yang sukses mengurus karir, mengurus rumah, hobi bikin kue, punya usaha sampingan, punya banyak teman, punya waktu untuk diri sendiri, dan dapat menjaga perkawinan tetap harmonis.
Tapi, jika tidak bisa jadi semuanya, tidak apa. Memutuskan memilih satu peran dan menjalankannya sebaik-baiknya adalah senyata-nyatanya kekuatan perempuan.
ADVERTISEMENT
Tidak ada yang namanya sempurna. Kita, para perempuan, bisa menjadi Mamak, Aries, Nawa, Lastri, Deswita, Laura, Maria, Malika, Rani, atau Arini. Tidak ada yang lebih baik daripada lainnya. Dan tidak ada yang berhak klaim cara hidup satu perempuan lebih buruk ketimbang perempuan yang lainnya.
Perempuan hidup, memilih, berjuang, dan berusaha sekuatnya. Keliru sesekali, patah sesekali, dan kecewa sesekali. Manusiawi. Seperti kata Nyai Ontosoroh dalam buku Bumi Manusia karangan Pramoedya Ananta Toer, "Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.”
Untuk perempuan Indonesia, April 2019
Reh Atemalem Menulis cerita perjalanan di: atemalem.com