Rebahan Aja Tetap Lelah? Yuk Kenali Gejala Burnout dan Cara Mencegahnya

Athallah Faiq
Mahasiswa Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
15 Desember 2021 17:43 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Athallah Faiq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perempuan stres. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan stres. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Apakah kamu pernah mengalami rasa lelah tanpa sebab bahkan ketika melakukan aktivitas ringan? mungkin tanpa disadari dirimu pernah mengalami burnout.
ADVERTISEMENT
Apalagi di masa pandemi gini, beban kerja jadi semakin berat, tidak bisa kumpul bersama teman, tugas juga menumpuk, contohnya ketika mahasiswa dikasih tugas yang banyak sama dosen dengan alasan punya banyak waktu luang di rumah aja.
Padahal, kenyataannya tidak seperti itu, ada mahasiswa yang membantu adik mengerjakan tugas, ada juga yang membersihkan rumah, masak, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya. Jadinya, tanggung jawab yang dipegang tidak cuma soal tugas kampus aja, tapi tanggung jawab lain yang harus dipegang juga.
Karena banyaknya tekanan yang diperoleh dari segala aspek kehidupan kita, secara tidak langsung kita mulai merasakan stress berlebihan yang akhirnya berakhir pada burnout, deh. Nah kali ini masalah yang mau aku bahas adalah hal ini yaitu burnout.
https://cdn.pixabay.com/photo/2016/10/12/09/03/woman-1733891_960_720.jpg
Apa Sih Burnout Itu?
ADVERTISEMENT
Burnout merupakan proses menurunnya efisiensi, performa kerja, dan berkurangnya ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto, 2000).
Istilah burnout pertama kali diperkenalkan oleh Freudenberger pada tahun 1973. Ia mengamati perubahan perilaku pada sukarelawan setelah bertahun-tahun bekerja. Menurutnya para relawan tersebut mengalami rasa lelah pada mental, kehilangan komitmen dan penurunan motivasi seiring dengan berjalannya waktu.
Kemudian Freudenberger memberikan ilustrasi tentang apa yang dirasakan seseorang yang mengalami sindrom tersebut seperti gedung yang terbakar habis. Suatu gedung yang awalnya berdiri megah dengan berbagai aktivitas didalamnya, setelah terbakar yang tampak hanyalah kerangka diluar saja.
Demikian pula seseorang yang terkena burnout, dari luar segalanya masih tampak utuh, namun didalamnya kosong dan penuh masalah seperti gedung yang terbakar tadi.
ADVERTISEMENT
Jadi Burnout dapat diartikan sebagai suatu kondisi stres berat dan rasa lelah secara emosional yang dipicu oleh pekerjaan dan masalah berat yang membuat diri tidak mampu mengerjakan tanggung jawab seperti biasanya.
Dimensi-Dimensi Dalam Burnout
Menurut Maslach & Jackson terdapat tiga dimensi burnout yaitu:

a. Kelelahan emosional

Kelelahan emosional terjadi ketika individu merasa terkuras secara emosional karena banyaknya tuntutan pekerjaan. Pada dimensi ini, akan muncul perasaan frustasi, putus asa, sedih, tidak memiliki kekuatan, tertekan, apatis terhadap pekerjaan dan merasa terikat oleh tugas-tugas dalam pekerjaan sehingga seseorang merasa tidak mampu memberikan pelayanan secara psikologis. Selain itu mereka mudah tersinggung dan mudah marah tanpa alasan yang jelas (Maslach, 2001).
Depersonalisasi menurut Maslach merupakan perkembangan dari dimensi kelelahan emosional. Depersonalisasi adalah proses mengatasi ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan individu yang dilakukan individu untuk mengatasi kelelahan emosional. Perilaku tersebut adalah suatu upaya untuk melindungi diri dari tuntutan emosional yang berlebihan dengan memperlakukan siswa sebagai objek.
ADVERTISEMENT
Gambaran dari depersonalisasi adalah adanya sikap negatif, kasar, menjaga jarak dengan penerima layanan, seseorang menjauh dari lingkungan sosial, dan cenderung tidak peduli terhadap lingkungan serta orang-orang di sekitarnya.
Sikap lainnya yang muncul adalah kehilangan idealisme, mengurangi kontak dengan klien, berhubungan seperlunya saja, berpendapat negatif dan bersikap sinis terhadap klien. Secara konkret seseorang yang sedang depersonalisasi cenderung meremehkan, tidak peduli dengan orang lain yang sedang dalam pelayanan, dan bersikap kasar.
Adapun menurut Pines dan Aronson penurunan prestasi pribadi ditandai dengan adanya perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, pekerjaan, dan bahkan kehidupan, serta merasa bahwa ia belum pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat. Hal ini mengacu pada penilaian yang rendah terhadap kompetensi diri dan pencapaian keberhasilan diri dalam pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Maslach menyatakan penurunan prestasi pribadi disebabkan oleh perasaan bersalah telah melakukan interaksi dengan orang lain secara negatif. Seseorang merasa bahwa dirinya telah berubah menjadi orang yang berkualitas buruk terhadap orang lain, misalnya penyedia jasa tidak memperhatikan kebutuhan mereka. Padahal seorang pemberi layanan dituntut untuk selalu memiliki perilaku yang positif, misalnya penuh perhatian, hangat, humoris, dan yang paling penting adalah mempunyai rasa empati.
Faktor-Faktor Penyebab Burnout
Munculnya burnout dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Maslach, Schaufeli & Leiter (2001) faktor yang mempengaruhi burnout adalah faktor situasional dan individu, faktor situasional sendiri terbagi menjadi karakteristik pekerjaan, karakteristik jabatan, dan karakteristik organisasi.
Faktor individu terdiri dari demographic characteristic yang berhubungan dengan usia, jenis kelamin, pendidikan, dan status perkawinan. Karakteristik pribadi dan sikap seseorang terhadap pekerjaannya.
ADVERTISEMENT
Sedangkan menurut Schaufeli & Buunk (2003), burnout dapat dipengaruhi oleh banyaknya tuntutan pekerjaan, permasalahan peran, kurangnya dukungan sosial, kurangnya aktivitas regulasi diri, dan berhubungan dengan tuntutan klien.
https://cdn.pixabay.com/photo/2018/10/03/10/57/burnout-3721062_960_720.jpg
Gejala-Gejala Burnout Yang Biasa Muncul
Menurut Cherniss (1980) gejala-gejala seseorang mengalami burnout antara lain: Mudah marah dan sering kesal, terdapat perasaan gagal dalam dirinya, sering merasa bersalah dan menyalahkan orang lain, bersikap negatif dan cenderung menarik diri dari lingkungan, merasakan kelelahan berat setiap harinya, menghindari bertemu orang lain, tidak bisa berpikir positif kepada orang lain, susah untuk tidur bahkan sampai minum obat penenang dan memiliki rasa curiga yang berlebihan.
Bagaimana Cara Kita Mencegah Burnout?
Nah setelah mengetahui pengertian, faktor penyebab, dan gejala dari burnout, kita juga harus tau nih cara untuk mengatasi burnout agar ketika mengalami gejala kita dapat menyembuhkannya sendiri. Karena burnout yang tidak bisa diatasi dengan benar akan berdampak buruk pada kesehatan fisik dan psikis.
ADVERTISEMENT
Cara menghindari dan mengatasi burnout antara lain;
A. Pengendalian Emosi
Banyak tugas dan permasalahan di tempat kerja, sekolah, dan kampus yang memicu terbentuknya emosi yang secara terus menerus menumpuk sehingga terbentuknya suatu bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak.
Berbagai masalah seperti konflik di tempat kerja. beban mengerjakan tugas, dan masalah di keluarga membuat individu lebih agresif atau bersikap kekanak-kanakan hal ini diakibatkan sulitnya berpikir secara jernih yang diakibatkan oleh pengumpulan muatan emosi negatif. Maka dari itu perlunya pengendalian emosi yang baik agar tidak terciptanya ledakan emosi yang berkepanjangan nantinya.
B. Selalu Berpikir Positif
Salah satu tindakan dengan penerimaan diri dan orang lain akan membentuk kesadaran terhadap lingkungan yang membuat kita merasa tertekan. Berpikir positif akan membentuk stabilitas dan ketahanan diri terhadap hal-hal yang dapat merusak citra dan kematangan emosi. Selain itu dengan berpikir positif kita tidak langsung menjadi cepat merasa emosi kepada diri sendiri dan orang lain.
ADVERTISEMENT
C. Mencintai Pekerjaan
Kita harus mencintai pekerjaan dan tugas yang diberikan kepada kita karena dengan demikian beban dan dampak depresi dari pekerjaan yang menumpuk tidak akan mempengaruhi psikis. Mencintai pekerjaan juga menumbuhkan rasa percaya diri bahkan memotivasi kita untuk melakukan pekerjaan lebih baik. Dengan mencintai pekerjaan dan tugas yang diberikan, kita jadi lebih rileks dan tidak lagi mengeluh karena banyaknya pekerjaan yang diberikan.
D. Menceritakan Masalah Kepada Orang Terdekat
Dengan menceritakan masalah tugas yang menumpuk, beban pekerjaan yang terlalu banyak, dan masalah lainnya kepada orang terdekat kita membuat perasaan lebih lega dan dapat rileks dalam melakukan pekerjaan tersebut. Kata-kata motivasi dari orang terdekat dapat membuat kepercayaan diri kita dalam menghadapi masalah menjadi meningkat.
ADVERTISEMENT
E. Pergi ke Psikolog
Mungkin ada diantara kalian yang berpikir “Buat apa ke psikolog? masalahnya juga tidak berat banget, nanti dihipnotis lagi!” Padahal kenyataannya psikolog itu cuma bakal mendengarkan cerita kalian tentang masalah yang sedang kalian hadapi. Kalaupun kalian merasa masalahnya tidak berat banget, kalian bisa minta tips-tips ke psikolog. Pastinya tips dari mereka akan bagus-bagus. Karena mereka memang tenaga profesional yang siap membantu menyelesaikan masalah.
Nah, dapat diambil kesimpulan bahwa burnout jika terlambat untuk ditangani bisa sangat berbahaya bagi diri kita. Jadi jangan ragu untuk bercerita kepada orang terdekat atau psikolog, jika tidak dapat mengatasinya sendiri. Yuk kita menjadi pribadi yang lebih kuat lagi dengan menjaga keseimbangan antara fisik, mental, dan emosi. Jangan lupa istirahat apabila merasakan rasa lelah berlebihan atau stres yang berlebihan.
ADVERTISEMENT
Referensi
Kahill, S. (1988). Symptoms of professional burnout: A review of the empirical evidence. Canadian Psychology/Psychologie canadienne, 29(3), 284.
Cherniss, C., & Cherniss, C. (1980). Staff burnout: Job stress in the human services
MUHAMMAD, R. I. (2011). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Burnout (Doctoral dissertation, Univerversitas Muhammadiyah Surakarta).
Windari, C. T. (2019). WORK-FAMILY CONFLICT DENGAN BURNOUT PADA POLISI WANITA AKTIF DI YOGYAKARTA
Purba, J., Yulianto, A., Widyanti, E., Esa, D. F. P. U. I., & Esa, M. F. P. U. I. (2007). Pengaruh dukungan sosial terhadap burnout pada guru. Jurnal Psikologi, 5(1), 77-87.
Mutiasari, M. (2010). STRATEGI MENGATASI BURNOUT DI TEMPAT KERJA. Probisnis, 3(1).