Dampak Perceraian Terhadap Anak Usia Dini

Athirah Camisha
Mahasiswi Program Studi Hukum Keluarga Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
23 Oktober 2021 10:20 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Athirah Camisha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://pixabay.com/images/id-156444/
zoom-in-whitePerbesar
https://pixabay.com/images/id-156444/
ADVERTISEMENT
Perceraian adalah terputusnya ikatan hubungan suami istri karena kegagalan mereka dalam menjalankan peran sebagai suami maupun istri. Banyak faktor yang menyebabkan perceraian salah satunya yaitu: moral, meninggalkan kewajiban sebagai seorang suami atau istri, penganiayaan, dan masih banyak lagi. Kasus perceraian di Indonesia sendiri makin meningkat dari tahun ke tahun, ditambah dengan adanya pandemi COVID-19 kasus perceraian tambah melonjak tinggi. Kemenag mencatat kasus perceraian saat pandemi di Indonesia sudah mencapai 306.688 kasus per Agustus nya (2020). Perceraian juga berpengaruh pada perkembangan anak. Pada beberapa anak korban perceraian, ada beberapa dari mereka akan merasa kehilangan cinta dan kasih sayang dari orang tua mereka dan juga merasa berbeda dari teman-teman lainnya yang menyebabkan beberapa aspek perkembangan anak terhambat.
ADVERTISEMENT
Arti keluarga bagi anak ialah tempat untuk memperoleh kasih sayang, tempat berlindung, tempat untuk menyampaikan keluh kesah masalah mereka, dan sumber kebahagiaan mereka. Keluarga juga sangat penting untuk perkembangan anak, baik secara psikologi maupun fisik. Masa saat perceraian terjadi adalah masa yang sulit bagi anak-anak, terlebih untuk anak di bawah umur. Keadaan ini mengembangkan emosi anak yang bermacam-macam pada anak, dan perceraian ini cenderung mengembangkan emosi anak ke sisi negatif. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam batin dan perasaan anak, dan pada masa ini juga mau tidak mau anak harus beradaptasi dengan perubahan dalam hidupnya. Yang awalnya sang anak tinggal bersama ayah dan ibunya, tetapi harus menerima jika setelah kedua orang tuanya bercerai ia harus tinggal bersama salah satu dari orang tuanya.
ADVERTISEMENT
Dampak negatif pada anak bersumber dari keluarga yang bermasalah seperti kurang memperhatikan perkembangan anak, komunikasi tidak terjalin dengan baik, dan tidak ada penjelasan tentang apa yang terjadi di keluarganya. Dan hal-hal inilah yang membuat anak pasca perceraian merasa tidak aman (insecure), merasa tidak diterima oleh keluarganya, sedih, kesepian, kehilangan, menyalahkan diri sendiri, dan merasa tidak ada yang menyayanginya. Sehingga anak merasa tertekan dengan keadaan dan lingkungannya, dalam hal ini kondisi emosi yang sering ditunjukkan oleh anak broken home (anak korban perceraian) biasanya kurang bisa mengontrol emosinya saat marah, membangkang, sering menangis, cepat marah, kasar, malu, dan akan melampiaskan kemarahannya kepada siapa saja ketika keinginannya tidak terpenuhi.
Ketika dewasa anak menjadi takut gagal serta takut menjalin hubungan dengan beberapa orang, karena anak yang memiliki masalah keluarga akan mengenang apa saja yang ia lihat, meskipun anak mencoba melupakan tetapi tetap saja apa yang ia lihat akan terus tersimpan di dalam memori otak dan ingatannya sampai ia dewasa. Saat dewasa mungkin anak telah memaafkan apa yang terjadi pada masa lalunya, tetapi rasa trauma masih ada di dalam diri sang anak walau sudah tidak sebesar dulu. Dampak perceraian terhadap anak usia dini bisa berbeda-berbeda, serta dampak negatif dan rasa trauma ini bisa ditangani dengan berbagai macam cara, salah satunya bisa dengan terapi dan konsultasi ke psikologi anak.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari metode terapi dan konsultasi, dukungan orang tua dan lingkungan sangatlah penting untuk menyembuhkan rasa trauma pada anak. Orang tua bisa meyakinkan sang anak bahwa meskipun kedua orang tuanya bercerai, tetapi rasa kasih sayang yang mereka beri tak berkurang sedikitpun. Juga membantu anak untuk beradaptasi dengan lingkungan dan kehidupan barunya serta tidak memaksa untuk memilih antara ayah dan ibu, tetapi tetap mengajarkan untuk menyayangi keduanya. Lingkungan pun sangat berpengaruh untuk menangani hal ini, di lingkungan sekolah orang tua bisa bekerja sama dengan guru sang anak. Karena guru membantu dalam mengembangkan emosional anak menjadi lebih baik pasca perceraian orang tua sang anak. Upaya yang bisa dilakukan oleh guru di sekolah yaitu dengan melakukan pendekatan, dukungan, dan mengajak anak untuk melakukan berbagai kegiatan yang menarik untuk mengembangkan sikap dan perilaku sosial sang anak.
ADVERTISEMENT
Jika dampak ini ditangani dengan baik, maka akan menjadi dampak positif bagi anak. Dan malah bisa jadi perkembangan anak korban perceraian bisa lebih baik daripada perkembangan anak yang keluarganya utuh. Seperti meningkatnya rasa empati dan simpati, lebih percaya diri, lebih berani, cepat dan tanggap dalam mengambil keputusan, menyayangi sesama, dan lain-lain.