Konten dari Pengguna

Benarkah Kesetaraan Gender Mustahil dalam Islam Karena Budaya Patriarki?

Atuf Nabila Naila Khoir
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
6 Juli 2025 0:33 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
Benarkah Kesetaraan Gender Mustahil dalam Islam Karena Budaya Patriarki?
Artikel ini membahas apakah kesetaraan gender mustahil dalam Islam, atau justru terhalang oleh budaya patriarki. Disertai dalil, data, dan fakta sejarah perempuan di masa Nabi
Atuf Nabila Naila Khoir
Tulisan dari Atuf Nabila Naila Khoir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi spanduk yang menolak Patriarki. Aktivis yang menunjukkan konsep kekuatan perempuan feminis. (Gambar oleh: pexels.com)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi spanduk yang menolak Patriarki. Aktivis yang menunjukkan konsep kekuatan perempuan feminis. (Gambar oleh: pexels.com)
ADVERTISEMENT
Di era digital yang serba terbuka ini, kita sering banget dengar obrolan soal kesetaraan gender. Pertanyaan yang muncul di kalangan banyak orang, termasuk di Indonesia, adalah: "Benarkah kesetaraan gender itu mustahil dalam Islam karena budaya patriarki?" Jujur saja, banyak yang menganggap bahwa ajaran Islam itu identik dengan patriarki, jadi perempuan pasti selalu jadi nomor dua. Padahal, benarkah begitu? Yuk, kita bahas bareng-bareng!
ADVERTISEMENT

Patriarki vs. Ajaran Islam: Kok Bisa Beda Jauh?

Kita sering melihat praktik patriarki di masyarakat. Apa sih patriarki itu? Gampangnya, ini adalah sistem di mana laki-laki punya kekuasaan dan hak istimewa lebih besar dibanding perempuan, baik di rumah, di kantor, atau bahkan di ranah publik. Akibatnya, perempuan sering dibatasi geraknya, seolah perannya hanya di dapur, sumur, dan kasur.
Yang bikin salah paham, praktik patriarki ini seringkali disalahartikan sebagai bagian dari ajaran Islam itu sendiri. Padahal, kalau kita mau menelaah lebih dalam, Islam punya pandangan yang jauh berbeda. Al-Qur'an, sebagai kitab suci kita, justru mengajarkan kesetaraan fundamental antara laki-laki dan perempuan.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا..
ADVERTISEMENT
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya.."
Referensi: https://tafsirweb.com/1533-surat-an-nisa-ayat-1.html
Dalam QS. An-Nisa [4]: 1 telah dijelaskan bahwa semua manusia, laki-laki dan perempuan, diciptakan dari "sumber" yang sama. Artinya, kita berasal dari "bahan" yang setara, jadi tidak ada alasan atau dasar untuk mengklaim bahwa laki-laki lebih unggul dari perempuan, atau sebaliknya. Kita semua setara dalam penciptaan.

Ketika Budaya Lebih Dominan dari Ajaran Agama

Ironisnya, di banyak komunitas Muslim, budaya patriarki memang sudah sangat mengakar. Dalam Jurnal "Pengaruh Budaya Patriarki Terhadap Pemahaman Agama dan Pembentukan Budaya" oleh Nina Nurmila menyebutkan bahwa pemahaman agama yang patriarkis sangat berpengaruh terhadap pembentukan dan penguatan budaya patriarkis di dunia Muslim, termasuk Indonesia. Misalnya, di Indonesia pada awalnya perempuan tidak boleh menjadi hakim, ditabukan menjadi pemimpin, dan diharapkan tinggal di rumah saja sebagai ibu rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa meskipun partisipasi perempuan dalam angkatan kerja terus meningkat, masih ada kesenjangan upah gender di beberapa sektor dan perempuan masih dominan di pekerjaan yang tidak formal atau upahnya rendah. Data lain dari (PEKKA 2014), 1 dari 4 keluarga di Indonesia dipimpin perempuan (25,1%). Mereka jadi kepala keluarga karena berbagai alasan (suami tak mampu/enggan menafkahi). Namun, mereka sering didiskriminasi, seperti sulit dapat bantuan pemerintah atau tidak bisa menjadi wali nikah anak perempuannya.
Masyarakat Indonesia cenderung memberikan kesempatan berbicara di depan publik, seperti ceramah di masjid atau khotbah nikah, kepada laki-laki karena anggapan bahwa mereka lebih mampu. Perempuan, meskipun berpengetahuan tinggi, seringkali diremehkan dan dianggap tidak pantas atau tidak mampu mengemban peran tersebut hanya karena jenis kelaminnya.
ADVERTISEMENT

Melawan Mitos dengan Fakta Sejarah dan Ayat Suci

Kalau kita lihat sejarah Islam di zaman Nabi, perempuan itu punya peran yang jauh lebih berdaya dari yang sering kita bayangkan. Khadijah, istri Nabi, adalah seorang pengusaha sukses dan perempuan mandiri. Aisyah, istri Nabi lainnya, dikenal sebagai cendekiawan dan guru yang keilmuannya diakui. Ini membuktikan bahwa Islam sejak awal tidak membatasi perempuan dalam ranah domestik saja.
Prof. Nasaruddin dalam penafsiran kontemporer menjelaskan bahwa peran 'pengayom/pemimpin' (QS. An-Nisa: 34) bukan kodrat laki-laki, melainkan disebutnya rijal. Untuk menjadi rijal (pemimpin/pengayom), seseorang harus memenuhi dua syarat: (1) memiliki kelebihan.(misal: penghasilan atau pendidikan lebih tinggi) dan (2) menafkahkan sebagian hartanya untuk keluarga. Karena ini harus diupayakan dan bukan kodrat, laki-laki atau perempuan bisa menjadi rijal.
ADVERTISEMENT

Yuk, Berpikir Kritis dan Berdaya!

Jadi, jawaban untuk pertanyaan di awal adalah TIDAK. Kesetaraan gender sama sekali tidak mustahil dalam Islam. Yang membuatnya terlihat mustahil adalah cara kita menafsirkan ajaran Islam yang sudah terkontaminasi oleh budaya patriarki. Jika kita percaya bahwa Allah itu Maha Adil, niscaya kita percaya bahwa tidak mungkin Allah mendukung ketidakadilan. Maka, jika ada ayat Al-Qur'an yang dipahami secara patriarkis dan melahirkan ketidakadilan, yang salah pasti bukan ayat Al-Qur'annya, melainkan pemahamannya.
Penting bagi kita, khususnya generasi muda Muslim di Indonesia, untuk lebih kritis dalam memahami agama. Kini sudah banyak tafsir-tafsir baru yang menggunakan perspektif keadilan gender. Mari kita kembali pada Al-Qur'an dan Sunnah dengan kacamata yang bersih dari bias budaya. Dengan begitu, kita bisa menemukan bahwa Islam itu sebenarnya adalah agama yang sangat adil dan mendukung pemberdayaan bagi laki-laki maupun perempuan. Mari berdaya dan berkolaborasi, karena Al-Qur'an mengajarkan kita untuk menjadi khalifah di muka bumi ini secara setara!
ADVERTISEMENT