Konten dari Pengguna

Refleksi Pengalamanku Belajar Al-Qur'an dan Hadis

Aulia Safitri
Mahasiswa IAIN Pontianak
24 Juni 2024 18:52 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aulia Safitri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Al-quran. Foto: G.Tbov/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Al-quran. Foto: G.Tbov/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Al-Qur’an dan Hadis. Dua kata yang tidak asing, dua kata yang selalu berdampingan, sebuah petunjuk, pemandu, pedoman, serta pegangan bagi manusia yang ingin menuju jalan sebenarnya (jalan yang benar) dari tujuan terciptanya dunia dan akhirat oleh Allah yang Maha Esa.
ADVERTISEMENT
Akan terlintas pertanyaan-pertanyaan di benak kita mengenai di mana letak Al-Qur’an bagi hidupku? Seberapa jauh Al-Qur’an mengubahku? Apakah aku sudah mencintai sesosok Rasulullah SAW yang dimuliakan oleh Allah? Mengapa Al-Qur’an dan Hadis ini selalu berkaitan?
Membahas sedikit mengenai apa yang saya ketahui mengenai Al-Qur'an dan Hadis dari pengalaman saya sendiri. Bagi saya, dari yang telah saya pelajari sejak dini mengenai kitab Al-Qur'an ini, bahwa Al-Qur'an merupakan kitab Allah, yang diturunkan (secara berangsur-angsur) kepada nabi terakhir kita, yakni Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat yang diutus (Jibril) sebagai penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya (Taurat, Zabur, dan Injil).
Untuk Hadis sendiri yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan Nabi Muhammad dan pengikut-pengikut Rasulullah. Sering terlintas di benak saya. Mengapa ya Al-Quran ini selalu dikaitkan dengan Hadis?
ADVERTISEMENT
Nah dari yang telah saya pelajari dan pahami, Al-Qur'an merupakan sebuah wahyu yang diturunkan pada Rasulullah (nabi terakhir kita), di dalam Al-Qur'an itu hanya membahas yang global saja (umum) terkadang membuat para pengikutnya nabi itu tidak paham. Sehingga perilaku dan ucapan nabi ini banyak memberikan penjelasan terkait ayat-ayat Al-Qur'an yang masih samar-samar, maka disebutlah sabda, perilaku nabi ini sebagai Hadis.
Dari jurnal yang saya kutip: menurut Sulidar, "sebab, keduanya sama-sama sebagai sumber ajaran Islam". (Urgensi Kedudukan Hadis Terhadap Al-Qur'an, dan Kehujjahannya Dalam Ajaran Islam-Sulidar - Vol. 2, No. 2, 2013).
Dari sedikit penjelasan Al-Qur'an di atas saya akan membagikan pengalaman saya dalam bentuk esai ini, saya ingin para pembaca mengetahui pengalaman saya dalam mempelajari Al-Qur’an Hadis dari kecil hingga saat ini. Dari pengalaman-pengalaman yang sudah saya lalui banyak sekali keajaiban yang tidak terduga yang Allah berikan kepada saya, dan akan saya ceritakan di sini dengan tujuan memberikan motivasi bagi teman-teman yang membacanya serta mengambil hikmah di baliknya.
ADVERTISEMENT
Saya lahir di lingkungan keluarga yang muslim dengan keluarga saya yang telah menerapkan Al-Qur'an dan Hadis dalam kehidupan sehari-hari agar mendarah daging. Sejak dini sudah dibiasakan oleh orang tua agar tertanam dalam diri saya agar selalu mengingat bahwa Allah itu ada, firman-firman Allah itu benar adanya, Sunnah Rasulullah itu banyak manfaatnya.
Diajarkan juga untuk mengenal huruf hijaiyah oleh orang tua di rumah, maupun guru di sekolah TK. TK (taman kanak-kanak) tempat saya bersekolah itu namanya TK Nurul Muslimin, di situ diajarkanlah cara mengenal huruf hijaiyah, tata cara salat, membaca surah-surah pendek dan sejenisnya. Jadi di TK tersebut kami sudah diperkenalkan dengan namanya Iqra (buku pembelajaran dasar mengaji bagi pemula), dan Al-Qur’an, bagi yang sudah lancar dan mengkhatamkan iqra.
ADVERTISEMENT
Saat itu saya mengalami keterlambatan dalam memahami pelajaran, sehingga dalam mengaji Iqra belum dapat khatam. Iqra sendiri dari artikel yang saya kutip: Menurut Menteri Agama RI (1991) Metode Iqra ada lah cara cepat belajar membaca Al-Quran. (Arif, Z. dan Z. (2022). Penerapan Metode IQ’RO Sebagai Kemampuan Dasar Membaca Al-Qur’an Di TK Hiama Kids. Universitas Muhammadiyah Jakarta Dan Universitas Muhammadiyah Tangerang, 8, 14–20).
Masuk masa SD saya sudah membaca Al-Qur’an walaupun saya belum pernah khatam Iqra ini, karena tuntutan keadaan sekitar sekolah di mana anak-anak sudah rata-rata mengaji menggunakan Al-Quran bukan Iqra lagi. Bagi saya untuk sekadar membaca saya bisa, namun untuk pendalaman mengenai tajwidnya belum terlalu memahami, ditambah saya memiliki rasa cemas yang sedikit berlebihan membuat pelafalan saat membaca menjadi tidak jelas dan cepat yang memungkinkan kesalahan dalam pembacaan harakat juga besar.
ADVERTISEMENT
Saya sempat mendapat teguran dari guru sebab hal tersebut, namun sangat disayangkan teguran yang diberikan seperti sedikit memalukan saya di depan temannya (guru lain), dan sambil bercanda kecil dengan guru yang satunya itu. Pada saat kalimat yang kurang baik dilontarkan kepada saya, saya tidak terlalu bawa serius karena saya pikir sambil bercanda, jadi saya menjawab apa yang guru tanyakan dengan biasa saja seperti guru yang lainnya dan tetap mendengarkan nasihat yang disampaikan.
Tamat SD, masuklah saya ke pesantren, masuk pesantren adalah salah satu keinginan yang sudah saya tunggu-tunggu sejak dari kelas lima SD. Lolos tes dengan hasil yang terbilang masih cukup dalam segi lisan (seperti mengaji, wawancara), juga tulisan (baik akademik, serta imla’ surah al-Fatihah) dan saya dianggap mampu jika dikelompokkan dalam mengaji Al-Qur’an (terdapat dua kelompok dalam mengaji, yaitu kelompok Al-Qur’an, dan kelompok untuk pemula).
ADVERTISEMENT
Saya mendapat kelompok mengaji berjumlah tiga orang, dan kakak tingkat sebagai mentor atau pendamping dalam belajar mengaji ini. Singkat cerita, di suatu waktu ketika saat mengaji, kejadian yang pernah saya alami saat SD terulang kembali, yaitu berupa teguran (jadi saat SMP rasa cemas yang saya miliki itu menjadi trauma yang berakibat pelafalan saat mengaji terburu-buru dan cepat sehingga membuat kesalahan dalam membaca kemungkinan besar terjadi).
Namun bedanya kali ini saya diberikan dua kali teguran, kesalahan yang pertama diingatkan dengan nada yang sedikit tegas, dan untuk kesalahan kedua kalinya saya dibentak, hingga membuat saya menangis. Sebab kejadian ini saya pun sedih dan juga kesal terhadap diri saya sendiri, untuk beberapa waktu saya tidak mengaji dengan beliau saya mengaji sendiri, menyendiri sedih sambil belajar ngaji untuk pelan-pelan dan memperhatikan tajwid.
ADVERTISEMENT
Saat SD pun saya sudah mulai paham dengan tajwid yang dasar-dasar, memudahkan saya saat memperhatikan tajwid yang ada. Saya lantas mengingat-ingat materi tajwid yang diajarkan di kelas saat Pelajaran Al-Qur’an Hadis juga hasil dari mencatat, dan pindah ke guru ngaji yang lain (di guru ngaji ini kita lebih ke ngaji bersama-sama, tidak personal), serta bertanya kepada kakak atau teman yang lain. Alhamdulillah berjalannya waktu ke waktu ngaji saya semakin baik, tajwid juga saya semakin ingat dan hafal.
Masuk SMA, proses mengaji saya yang sudah semakin baik dan lancar, menjadikan saya orang yang dipilih menjadi guru mengaji untuk santri lainnya di awal-awal masuk pesantren yang baru. Pengalaman yang menyenangkan, dan membuat saya ingin sekali mempelajari lebih dalam tentang tajwid, agar dapat membantu mengaji orang lain, terutama untuk diri saya sendiri.
ADVERTISEMENT
Saya sangat bersyukur kepada kuasa Allah yang telah mempermudah saat saya ingin mempelajari kalam-Nya, dan saya juga bersyukur kepada orang-orang yang menegur walaupun mungkin cara yang mereka gunakan belum tepat, sebab karena itu juga yang membuat motivasi ingin mengenal dan memperbaiki bacaan Al-Qur’an saya semakin baik.
Jika ditanya, apakah kamu baik-baik saja saat itu? Sejujurnya tidak, mental saya rasanya down, saya benar-benar sedih, marah dengan diri sendiri, tapi kita tak tahu kuasa Allah yang Maha Mengatur dan yang Maha Mengetahui, sehingga digerakkan hati saya untuk bangkit, seakan-akan mengatakan pada saya "ayo belajar kalam-Ku, akan Aku temani, akan Aku bimbing, jangan takut, Aku bersama-mu".
Oleh karena itu alangkah baiknya kita renungkan hikmah apa yang dapat kita ambil dari kehidupan yang kita jalani ini, juga cobaan-cobaan apa yang akan menghampiri, dan tidak tahu apakah kita mampu melewati masa sulit itu? Atau akan berlarut-larut di dalamnya serta melupakan Sang Maha Penolong kita? Terdapat sebuah ungkapan yang berbunyi:
ADVERTISEMENT
أُنْظُرْ مَا قَالَ وَلاَ تَنْظُرْ مَنْ قَالَ
Dalam Surat Al-Insyirah Ayat 5-6 juga menjelaskan:
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً
Oleh karena itu kita perlu mengetahui bahwa menjadi seorang pendidik harus memperhatikan cara atau metode mengajar yang tepat dan harus memperhatikan kebutuhan peserta didiknya. Sebab, guru adalah titik tumpu yang menentukan sekolah menuju kesuksesan atau kegagalan. Setiap aspek dari sekolah bergantung pada guru yang terampil dan memiliki kemampuan untuk mencapai keberhasilan.