
Minah, Penjual Jamu yang Penuh Petuah
21 Juni 2020 11:10 WIB

Cerita no. 23;
Oleh: Dede Iwan Suwandi
Ibu Minah yang setiap ditanya umurnya beliau bilang, "Saya lupa dek hehe," sambil tersenyum kecil, sedang berjualan jamu dan gorengan di sekitar rumah. Ia setiap pagi keliling kampung. Tanpa ditanya nenek ini selalu menceritakan keadaan pada zaman penjajahan dulu.
Ya Allah, begitu jelas kerutan-kerutan di wajahnya yang seolah berteriak kalau nenek ini sudah terlalu tua untuk tetap bekerja berjualan. Selesai melayani pembeli, nenek ini sekali-kali memijat kakinya dan sesekali juga tatapan nenek memandang kosong ke depan. Seolah ada sesuatu di pikirannya yang beliau sembunyikan.
Sambil memesan segelas jamu beras kencur, aku mulai memberanikan diri untuk mengenal lebih lanjut sosok nenek ini. Banyak sekali pertanyaan yang ada di pikiranku saat itu karena menurutku, seorang nenek yang masih berjualan di usia senja adalah sosok inspiratif yang membuatku terpana dengan semangatnya mencari rezeki.
Aku mulai bertanya, "Nenek capek, Nek?"
"Nenek dulu pernah seperti adek ini, bahagia di usia muda. Tapi Nenek selalu lupa akan waktu yang bakal berubah karena menjadi tua itu ternyata bukan pilihan tapi memang sudah ketentuan dari Allah. Nenek waktu muda tidak pernah berpikir akan tetap bekerja di hari tua seperti ini. Tapi mau gimana lagi dek, waktu enggak mungkin bisa di putar juga toh dek, dan gak bisa menyesal juga kan dek, jadi nenek coba berjualan aja selagi nenek masih bisa," begitu kata beliau.
Semakin akrab kita berbincang nenek hanya berpesan kepadaku, "Jangan sampai adek menyia-nyiakan masa muda ya dek, karena apa yang adek bisa lakukan sekarang akan menjadi hasil kelak di hari tua," ya Allah aku terenyuh mendengarnya. Aku enggak bisa bertanya banyak lagi kepada nenek karena takut ada kata-kata yang dapat menyinggungnya.
Jadi saya biarkan saja nenek mengungkapkan perasaannya saja sendiri. Nenek bilang inginnya nenek itu ketika tua tinggal di rumah aja, sambil melihat anak cucu dewasa dan bisa menikmati masa tua. Bukan dengan memikul dagangan ini setiap hari demi menebus masa muda nenek yang sudah dilalui dengan begitu saja. Intinya nenek bilang kepadaku, sebagai anak muda jangan lupa sama Allah, salat lima waktu, dan selalu berbuat baik.
Di akhir perbincangan aku sempat bertanya kepada Nenek, "Nenek apa yang sebenarnya yang mengganggu pikiran nenek?" nenek tak menjawab hanya mata yang berkaca-kaca.
Saya lanjut bertanya, "Apa nenek sudah pernah ke Tanah Suci?" tiba-tiba nenek tersenyum sambil tertawa-tawa kecil. Tapi matanya aku lihat tampak berkaca-kaca dan beliau menjawab, "Siapa sih dek, yang enggak mau ke Tanah Suci? Tapi apa bisa seorang nenek ini (sambil menunjukkan dagangnya) pergi ke Tanah Suci? Adek ini bercanda aja, hehe," begitu jawabnya.
Semoga nenek sehat selalu. Saya salut dengan kerja keras nenek. Selalu mandiri meski usia sudah tidak muda lagi. Amin.